NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Tiga hari kemudian. Jane pergi mencoba gaun pengantin sendirian. Dia baru saja keluar dari butik, tetapi tiba-tiba ada yang menutup mulut dan hidungnya dari belakang di tengah malam yang gelap! Hidung Jane bisa langsung mencium bau obat yang menyengat. Jane meronta dua kali, lalu segera kehilangan kesadaran. Saat siuman, semuanya tampak gelap. Matanya ditutup dan tangannya tidak bisa digerakkan karena diikat ke kursi. "Ctaas!" Begitu cambukan pertama dilayangkan, Jane sontak meringkukkan tubuhnya menahan rasa sakit. Tali tambang yang kasar terasa seperti mengiris pergelangan tangannya, penutup matanya membuat kegelapan makin pekat. Jane menggigit bibirnya untuk menahan jeritannya. "Kamu sudah mencari masalah dengan orang yang nggak seharusnya kamu singgung." Suara si penyiksa seolah berasal dari kejauhan. "Ctaas! Ctaas! Ctaas!" Cambukan demi cambukan terus dilayangkan. Setiap cambukannya disertai bunyi nyaring yang menembus udara, membuat kulit Jane terkoyak dan dagingnya terlihat. Jane menggigit bibirnya erat-erat agar tidak berteriak. Siapa ini? Siapa yang tega melakukan hal seperti ini kepadanya? Lama sekali Jane dicambuki seperti itu sehingga dia akhirnya pingsan. Barulah setelah itu cambukannya berhenti. Lalu, terdengarlah dering telepon. "Tuan Muda, perintah Tuan Muda sudah kujalankan," kata pria itu dengan hormat. Dari ujung telepon sana, terdengarlah suara seorang pria yang familier di telinga Jane. "Oke, antar dia pulang." Hanya terdengar satu kalimat. Akan tetapi, rasanya darah Jane seketika membeku. Itu suara Jason. Ternyata Jason yang menyuruh orang untuk mencambukinya! Hanya karena Jane tidak sengaja mencambuk Nadia, Jason malah menyuruh orang untuk mencambukinya sebanyak 99 kali sebagai balasan? Sekujur tubuh Jane terasa begitu pedih dan dingin. Dia akhirnya tidak dapat bertahan lebih lama lagi dan benar-benar pingsan. Di rumah sakit. Jane terbaring di atas ranjang rumah sakit, luka di punggungnya terasa panas dan nyeri. Di luar pintu, para perawat sibuk berbisik. "Pria itu ganteng banget, dia juga perhatian banget sama pacarnya ...." "Iya, iya. Padahal cuma bekas cambukan kecil, tapi dia sampai panik begitu. Coba lihat pasien kamar 304. Badannya penuh luka, tapi nggak ada yang datang menjenguknya ...." Jane mencabut jarum infus dan berjalan selangkah demi selangkah menuju koridor sambil berpegangan pada dinding. Benar saja. Begitu tiba di pintu kamar rawat VIP, dia melihat Jason. Jason memegang secangkir air sambil menyuapi Nadia dengan penuh perhatian. Nadia menggumamkan sesuatu dengan manja, lalu Jason menyeka noda air dari sudut mulut Nadia dengan ujung jarinya. Sorot tatapan Jason terlihat begitu lembut. Jane perlahan bersandar ke dinding, matanya berkaca-kaca. Padahal dia sudah memutuskan untuk melepaskan Jason, tetapi kenapa hatinya masih terasa begitu sakit? Rasanya seperti ada yang mengiris hatinya sedikit demi sedikit dengan pisau tumpul. Jangan menangis, Jane. Jane berkata begitu kepada dirinya sendiri. Karena tidak akan ada yang mengasihaninya. Jane akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Dia baru saja tiba ketika dia mendengar bunyi langkah kaki yang familier di belakangnya. Jason kembali. Keduanya saling berpandangan dan melihat hal yang berbeda di mata masing-masing. Mereka hanya duduk diam sampai ponsel Jane tiba-tiba bergetar dan nama ayahnya muncul di layar ponsel. "Besok pesta ulang tahun Nadia," kata Hadi dengan suara datar. "Baru-baru ini dia menangis di hadapan Ayah, dia bilang ingin akur denganmu. Kamu hadiri pesta ulang tahunnya." "Nggak," balas Jane dengan dingin. "Kenapa sih kamu keras kepala banget? Ini mungkin yang terakhir kalinya," ujar Hadi menekankan. "Keluarga Adijaya sudah menetapkan tanggal. Setelah kamu menikah ...." Jane langsung menutup telepon dan menatap Jason yang berdiri dalam bayangan. "Apa menurutmu aku harus pergi?" Sinar lampu membuat sosok Jason terlihat jelas begitu dingin dan kaku. Jason terdiam selama beberapa detik, lalu berkata dengan suara rendah, "Iya." "Oke." Jane tersenyum. "Aku ikut apa katamu." Pesta ulang tahun Nadia diadakan di rumah kaca yang ada di rumah lama Keluarga Ramana. Ketika Jane tiba dengan mengenakan gaun beludru berwarna hijau tua, sebagian besar tamu sudah datang. Di bawah lampu kristal, Nadia tampak seperti seorang tuan putri sungguhan dengan gaun merah mudanya yang mengembang. Dia menjadi pusat perhatian. "Kak!" Nadia menghampiri Jane dengan terkejut dan berpura-pura hendak menggandeng lengan Jane. Jane segera minggir dan melirik ruangan yang penuh dengan hadiah dari Hadi itu. Di antaranya ada tas merek terkenal edisi terbatas, kotak perhiasan dan kunci mobil mahal. "Sejak kecil Nadia sangat pintar dan peka. Aku benar-benar menyayanginya." Hadi berdiri di samping Nadia dengan ekspresi penuh kasih sayang, persis seperti ... bertahun-tahun yang lalu. Hadi juga pernah berdiri di samping Jane dan ibunya seperti ini. Waktu itu, Jane yang masih kecil mengenakan gaun putih dan digendong tinggi-tinggi oleh ayahnya, sementara ibunya tersenyum lembut di sampingnya. Sekarang, semuanya sudah berubah. Setelah memotong kue, para tamu pun saling membentuk kelompok masing-masing. Sahabat Nadia menariknya ke samping dan berbisik dengan suara pelan, "Nadia, hari ini ada banyak banget anak orang kaya yang datang. Apa jangan-jangan Pak Hadi mau mengadakan kencan buta buatmu? Tapi, katanya kamu sudah bertunangan dengan putra Keluarga Adijaya, 'kan?" Nadia tersenyum menatap Jane yang berada tidak jauh darinya dengan penuh arti. "Itu sudah lama dibatalkan." "Wah, syukurlah! Katanya pria itu sekarang koma! Bukankah sama saja kayak janda kalau menikah dengannya?" ujar sahabat Nadia itu sambil mengedipkan matanya. "Nadia, di sini 'kan ada banyak sekali pria. Coba beri tahu aku seperti apa tipe pria idealmu?" Di bawah desakan orang banyak, Nadia pun menjadi tersipu dan menghitung dengan jarinya. "Pertama, dia harus sangat mencintaiku. Tipe yang akan menato namaku di dadanya. Kedua, dia harus berani. Katanya ada sejenis bunga mawar yang cuma muncul sekali dalam seratus tahun di Tebing Bulan. Dia harus memetiknya buatku. Ketiga ...." Belum sempat Nadia selesai bicara, pintu aula pesta tiba-tiba didorong terbuka. "Tuan Muda Jason mengirimkan hadiah dan ucapan selamat ulang tahun kepada Nona Nadia. Semoga Nona Nadia selalu bahagia dan makmur!"

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.