Bab 286
Rasa dingin melintas di mata Aldi, lalu dia berkata perlahan, "Cukup bagus."
"Aku tahu status Tavo di Grup Barata agak nggak nyaman sekarang, tapi kalian berdua bersaudara, aku berharap kamu lebih banyak bantu dia. Lagi pula, dia ...."
Berbicara tentang ini, Dhiera merasa sedih, lalu menghela napas dan tidak berkata apa-apa lagi.
Aldi terlihat cuek, dia mengangguk dan berkata, "Kalau dia nggak melakukan sesuatu yang keterlaluan, aku nggak akan memperlakukan dia dengan buruk."
Lagi pula, posisi Direktur Grup Barata saat ini seharusnya adalah milik Tavo.
Namun, setelah paman dan bibinya mengalami kecelakaan mobil, Tavo langsung pergi ke luar negeri.
Setelah Aldi mengambil alih Grup Barata, banyak upaya yang dilakukan untuk menjayakan Grup Barata seperti sekarang ini, Aldi tidak mungkin menyerahkannya kepada orang lain.
"Baiklah, setelah beberapa saat, setelah Tavo yakin mau tinggal di Kota Darley, aku akan memberinya sejumlah uang untuk memulai bisnis sendiri. Kamu bantu dia kalau kamu bisa."
"Oke, aku tahu."
Keduanya tidak melanjutkan topik itu lagi.
Aldi masih ada beberapa berkas yang harus dibaca, sehingga dia tinggal bersama Dhiera beberapa saat lalu pergi ke ruang kerja untuk bekerja.
Setelah tersisa Dhiera dan Serina di ruang tamu, dia meraih tangan Serina dan berkata dengan lembut, "Serina, terima kasih sudah memberi kesempatan pada Aldi."
Dia benar-benar tidak rela kehilangan Serina, dia juga merasa Serina sangat baik.
Terkadang Dhiera sangat iri pada Langkas dan Mary, kalau dia memiliki cucu perempuan yang begitu baik, dia akan sangat menyayanginya seperti mutiara berharga.
Hanya saja visi Keluarga Drajat sangat buruk, mereka selalu merasa Merina lebih baik dari Serina dalam segala aspek.
"Nenek, biarpun aku bersedia memberinya kesempatan, aku nggak bisa menjamin kami akan selalu bersama."
Dhiera mengangguk, "Aku tahu kalau kamu menyerah lagi padanya, itu pasti karena dia melakukan sesuatu yang menyakitimu. Aku nggak akan pernah memohon demi dia."
Serina merasakan kehangatan di hatinya, "Nenek, terima kasih!"
"Terima kasih untuk apa, aku sudah menganggapmu sebagai cucuku selama beberapa tahun ini! Omong-omong, apa ada gadis yang seumuran denganmu?"
"Ada apa?"
Dhiera menghela napas, suaranya sedikit lebih rendah, "Tavo tiga tahun lebih tua dari Aldi, tapi dia masih belum punya pacar .... Mantan ibu mertuamu nggak mungkin urus dia. Masalah ini selalu menjadi kekhawatiranku."
Orang tua Tavo sudah meninggal, kalau dia juga meninggal, Tavo akan benar-benar hidup sendirian, jadi Dhiera berharap Tavo bisa menikah secepatnya.
Serina berpikir sejenak, lalu menggeleng dan berkata, "Nenek, nggak ada, Nenek bisa mengadakan jamuan makan dan mengundang para gadis keluarga kaya Kota Darley yang belum menikah untuk hadir. Mungkin Kak Tavo akan bertemu dengan gadis yang dia suka."
"Tapi, atas nama apa pesta itu?"
Serina tersenyum dan berkata, "Kak Tavo sudah bertahun-tahun meninggalkan Kota Darley, bagaimana kalau mengadakan pesta penyembutan?"
Mendengar itu, mata Dhiera berbinar, dia mengangguk dan berkata, "Serina, kamu memang pintar! Itu saja!"
Aldi kembali ke ruang tamu setelah membaca dokumen dan melihat Serina dan Dhiera duduk berdekatan sambil mendiskusikan sesuatu dengan suara pelan.
"Nenek, Serina, apa yang kalian lakukan?"
Dhiera mendongak dan melirik ke arahnya, "Nggak ada hubungannya denganmu, urus saja dirimu."
Keduanya berdiskusi sebentar, Dhiera akhirnya mengambil keputusan akhir, "Oke, akhir pekan ini!"
Begitu dia selesai berbicara, pembantu pun datang.
"Nyonya, makanan sudah siap."
"Panggil Tavo datang makan."
Tak lama kemudian, mereka berempat duduk untuk makan bersama.
Dhiera duduk di kursi utama, Tavo dan Aldi duduk di kedua sisinya dan Serina duduk di sebelah Aldi.
Tavo makan tanpa berbicara, kecuali sesekali membalas perkataan Dhiera, dia menundukkan kepalanya dan makan tanpa berbicara.
Wajah Aldi tampak semakin muram saat melihat Serina sering menatap Tavo.
Setelah selesai makan dan minum teh sebentar, Aldi mengajak Serina pergi.
Dalam perjalanan pulang, Aldi tetap memasang wajah dingin, setiap kali Serina berbicara dengannya, dia menjawab dengan sederhana dan singkat.
Jelas sekali dia marah, Serina merasa sedikit bingung.
"Pak Aldi, apa yang terjadi padamu malam ini? Apa aku membuatmu marah?"