Bab 285
Dia bertemu Sandara di pintu masuk lift. Ketika melihatnya, Sandara tidak bisa menahan senyum.
"Benar saja, wanita yang dirawat dengan cinta itu berbeda. Kulitnya jelas lebih bagus dari sebelumnya."
Serina tersipu dan menatap Sandara.
"Omong kosong apa yang kamu bicarakan?!"
Sandara mengangkat alis, "Jarang sekali kamu bersikap malu-malu, tapi maksudku kamu sudah rujuk dengan Aldi. Apa kamu berpikiran kotor?"
Serina, "...."
Melihat dia tidak berbicara, Sandara terus menggodanya.
"Apa yang kamu pikirkan hingga membuatmu tersipu seperti ini?"
"Apa kamu terlalu santai, itu sebabnya kamu banyak bicara?"
Sandara segera melambaikan tangan dan berkata, "Aku nggak akan berkata apa-apa lagi. Aku masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan! Jangan atur pekerjaan untuk aku!"
"Omong-omong, apa Albert masih mengejarmu akhir-akhir ini?"
Sandara menggeleng, "Aku sudah menolaknya dengan tegas. Dia nggak menggangguku akhir-akhir ini, dia mungkin sudah menyerah. Lagi pula, aku lagi dekat dengan seorang pria sekarang."
Kejutan muncul di mata Serina, "Siapa itu?"
"Kurahasiakan dulu, kalau berhasil, kuperkenalkan padamu."
Mendengar dia mengatakan itu, Serina tidak bertanya lagi.
Sesampainya di bawah, mereka melihat mobil Aldi di pinggir jalan, Sandara berpamitan pada Serina lalu pergi.
Serina berjalan ke pinggir jalan, begitu dia membuka pintu mobil, dia melihat sebuket bunga di jok, itu bunga matahari favoritnya.
Keheranan terpancar di matanya, dia tak menyangka Aldi akan mengiriminya bunga.
"Terima kasih, bagaimana kamu tahu bunga favoritku adalah bunga matahari?"
Aldi tampak tenang, "Dulu di Vila Sejoli, meja makan dan vas di ruang tamu selalu terisi dengan bunga matahari."
Serina tersenyum, dia tidak menyangka Aldi memperhatikan itu, dia pikir Aldi tidak akan pernah memperhatikan hal sepele seperti itu.
Setengah jam kemudian, Maybach hitam melaju ke Mansion Hedhie.
Sebuah Rolls-Royce berwarna abu-abu sudah terparkir di tempat parkir. Setelah pengemudi menghentikan mobilnya, Serina dan Aldi turun dari mobil.
Begitu masuk ke ruang tamu, mereka melihat Tavo sedang duduk di sofa sambil mengobrol dengan Dhiera.
Melihat Serina dan Aldi, senyum di wajahnya sedikit memudar. Dia berdiri dan berkata kepada Dhiera, "Nenek, Aldi dan Serina sudah datang, aku jalan-jalan ke taman sebentar, biar mereka mengobrol denganmu sebentar."
Dhiera tersenyum dan mengangguk, "Oke, pergilah."
Tidak yakin apakah itu hanya ilusi, Serina merasa Tavo memandangnya dengan makna yang dalam.
Setelah Tavo pergi, Aldi mengajak Serina duduk di hadapan Dhiera.
Melihat tangan kedua orang itu saling berpegangan, Dhiera tersenyum, "Kalian benar-benar sudah rujuk?"
Aldi mengangkat alisnya, "Mana mungkin palsu?"
Dhiera meliriknya dengan kesal, "Aku nggak tanya kamu, karena Serina berhati lembut, jadi dia mau memberimu kesempatan lagi. Kalau kamu membuat Serina sedih lagi, bukan hanya Serina yang nggak menginginkanmu, aku juga nggak akan mengakuimu sebagai cucuku!"
Aldi, "...."
Serina tersenyum, lalu menatap Dhiera dan berkata, "Nenek, dia sangat baik padaku sekarang."
"Kalau dia memperlakukanmu dengan buruk, biarpun kamu ingin rujuk dengan dia, aku nggak akan setuju."
Wajah Aldi menjadi agak muram, "Nenek, sebenarnya aku ini cucumu bukan?"
"Sayangi saja Serina, kalau kamu bersikap buruk pada Serina, aku bisa memutuskan hubungan denganmu kapan saja."
Melihat wajah Aldi yang muram total, Serina mengulurkan tangan dan menyodok pipinya sambil berkata, "Pak Aldi, Nenek hanya bercanda!"
"Aku nggak bercanda."
Melihat wajah serius Dhiera, Serina berkata, "Nenek, jangan mengejek Pak Aldi!"
Temperamen Aldi yang dingin pasti sulit beradaptasi dengan ejekan seperti ini.
Dhiera tidak melanjutkan topik itu, "Omong-omong, bagaimana kondisi Tavo saat bekerja di Grup Barata akhir-akhir ini?"