Bab 503
"Jangan minta maaf. Aku nggak pernah salahkan kamu."
Carson berujar dengan suara rendah sambil menyeka air mata di wajahku.
Carson tersenyum padaku. "Benar-benar nggak sakit."
"Kamu lumayan bodoh." Aku menundukkan kepala dan berkata dengan murung, "Orang bodoh pun bisa pikir itu adalah jebakan. Carman menggunakanku untuk menipumu ke sana dan menyakitimu. Kamu malah dengan bodohnya pergi sendirian."
"Kamu pandai berbisnis, tapi kenapa nggak punya otak dalam masalah ini?"
"Carson, kali ini kamu ... benar-benar nggak seperti dirimu."
Luka di dada Carson yang robek sudah diberi obat.
Carson dengan patuh memutar badan agar aku menangani luka di punggungnya.
Dua luka di punggung Carson juga memprihatinkan.
Aku menyeka darah di sekitar luka menggunakan stik kapas, lalu dengan pelan mengoleskan salep ke luka Carson.
Aku mengoleskan salep sambil meneteskan air mata. Hatiku sangat perih.
Suara Carson yang rendah dan membawa senyum tiba-tiba berbunyi dari arah depan. "Kalau begitu, bagaimana aku seharusnya?"
"Dalam ingatanku, kamu pintar dan cerdik, nggak berperasaan ...."
"Nggak berperasaan?"
Nada suara Carson menjadi tidak senang lagi.
Aku berkata dengan lesu, "Dengarkan aku dulu."
Carson mendengkus, tidak berkomentar apa-apa.
Aku melanjutkan, "Aku rasa kamu harusnya nggak akan pergi sendirian untuk menyelamatkanku. Sekalipun ya, kamu akan bawa beberapa orang dan bersembunyi di sekitar."
"Aku kaget sekali. Kenapa kamu yang begitu pintar bisa pergi ke sana sendirian, lalu mau dipermalukan dan dihina oleh Carman?"
"Sejujurnya, Carson, aku benar-benar nggak paham."
Carson merebahkan tubuh ke sandaran kasur dan diam saja.
Posisi itu menonjolkan tulang belikat Carson yang seksi dan sempurna.
Aku meraba hidung dan memalingkan tatapanku. Aku lanjut mengoleskan salep ke luka Carson.
Ketika aku sedang membalut luka Carson dengan saksama, Carson tiba-tiba berkata dengan suara rendah, "Aku nggak bodoh. Aku hanya nggak berani taruhan."
Aku termangu dan secara refleks menatap Carson. Aku hanya bisa melihat rambut pendek dan bahu lebar Carson.
"Kamu mungkin nggak begitu kenal Carman. Adikku ini kejam dan licik dari kecil."
"Carman sangat benci aku dan mau balas dendam padaku. Apa pun yang kupedulikan, Carman akan hancurkan dengan segala cara."
"Setelah filmnya itu hancur, Carman lebih benci lagi padaku."
"Kamu berada di tangan Carman. Kalau aku bawa orang ke sana, bisa saja ketahuan oleh Carman. Carman mungkin akan membunuhmu."
"Jadi, aku nggak berani taruhan, sama sekali nggak berani."
Hatiku menegang ketika mendengar omongan Carman.
Aku berujar, "Tapi kamu pergi sendirian, mungkin nggak bisa selamatkan aku, bahkan bisa mati sendiri."
"Apa boleh buat? Aku pikir Carman benci aku, paling-paling aku berikan nyawaku ini agar dia bebaskan kamu."
"Terserah aku bagaimana, yang penting kamu selamat."
Carson hanya ingin aku selamat ....
Jadi, Carson mencintaiku selama ini.
Hanya saja, sebelum aku mengungkapkan cintaku padanya, Carson selalu menuturkan kata-kata yang berlawanan dengan suara hati karena tidak percaya dan takut kusindir.
Benarkah begitu?
"Carson ...."
Aku memanggil Carson dengan suara rendah. Mataku sekali lagi menjadi basah.
Air mataku sepertinya sangat banyak dalam dua hari ini, tiada habisnya.
Carson menegakkan badan dan menoleh padaku.
Carson tertawa geli ketika melihatku berlinang air mata. "Kenapa? Terharu oleh omonganku?"
Aku buru-buru memalingkan wajah dan menyeka air mata sambil menyangkal, "Nggak."
Carson tiba-tiba menarikku ke dalam pelukan.