NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 502

Apakah aku salah sangka? Sebenarnya, ini hanya cinta sepihak dariku. Jika Carson menyukaiku, bagaimana mungkin Carson tidak merasa gembira atas ungkapan cintaku? Aduh, jangan terlalu banyak berpikir. Jika tidak, akan timbul berbagai kesalahpahaman. Aku membuka mulut dan ingin memberi penjelasan pada Carson. Aku tidak ingin Carson menebak sembarangan. Namun, baru saja aku membuka mulut, Carson berkata dengan kalem, "Salep dan kain kasa ada di laci. Tolong bantu aku ganti dulu." Barulah aku teringat akan luka Carson yang robek. Aku buru-buru pergi mengambil salep dan kain kasa di dalam laci. Carson sudah melepas baju, menampakkan tubuh bagian atasnya yang kekar. Hanya saja, tubuh Carson dibaluti kain kasa yang tebal. Kain kasa itu sudah dibasahi oleh darah, tampak mengerikan. Hatiku terasa sakit. Aku meneteskan air mata lagi. Carson menoleh padaku dan berkata, "Nggak apa-apa, nggak sakit." "Mana mungkin nggak sakit? Kalau ini aku, aku bisa mati kesakitan." Aku menukas dengan suara parau. Lalu, aku membuka kain kasa dengan tangan gemetar. Akan tetapi, ketika tanganku hendak menyentuh kain kasa, aku menarik tanganku karena takut. Aku takut gerakanku yang kikuk akan membuat Carson kesakitan. Aku berkata dengan suara parau, "Aku panggil dokter saja." Carson menggelengkan kepala dan mengotot, "Aku mau kamu yang gantikan. Nggak apa-apa, nggak sakit." Aku tetap tidak berani. Carson menatapku seraya tersenyum. "Kenapa? Kamu benar-benar mau lihat priamu mati kehabisan darah?" "Carson!" Aku memelototi Carson. Lalu, aku memberanikan diri untuk melepas kain kasa di tubuh Carson. Dasar pria ini, sudah terluka parah masih bercanda. Aku melepas kain kasa dengan hati-hati, tidak berani terlalu kuat. Carson menatap lurus padaku. Saking dekat, aku bahkan bisa merasakan napas Carson. Aku merasa sangat canggung karena ditatapi oleh Carson. Gerakanku menjadi kikuk. Aku mendongakkan pandangan dan bertemu dengan mata hitam Carson. Jantungku berdebar-debar. Aku buru-buru memalingkan tatapan, lalu berkata dengan lesu, "Bisa nggak jangan lihat aku seperti itu? Aku jadi gugup." Carson tersenyum geli seraya bertanya, "Kenapa kamu nggak gugup saat ungkapkan cinta padaku barusan?" Wajahku merah tersipu. Aku juga merasa heran. Ya, aku sama sekali tidak canggung ketika mengungkapkan cinta pada Carson barusan. Aku terburu-buru ingin menuturkan suara hatiku dan perasaanku yang sesungguhnya pada Carson agar tidak selalu terjadi kesalahpahaman. Sekarang setelah kembali tenang, aku merasa canggung dan malu ketika teringat akan ungkapan cintaku barusan. Carson tetap menatapku. Senyuman jail tersungging di bibirnya. Wajah Carson pucat pasi, tetapi senyumannya begitu nakal. Aku memelototi Carson dan berkata dengan lesu, "Pokoknya, jangan lihat aku seperti itu. Jangan salahkan aku kalau aku terpengaruh dan membuatmu sakit." "Nggak akan." Carson tiba-tiba berkata dengan suara rendah dan lembut. Aku melirik Carson sekilas dengan kikuk, lalu tidak menghiraukannya. Aku menundukkan pandangan dan fokus menangani luka Carson. Ada tiga luka pisau. Semuanya sudah dijahit, tetapi jelas bahwa luka pisau itu sangat dalam. Aku dengan pelan mengoleskan salep ke luka Carson. Carson merapatkan bibir, tidak bersuara sama sekali. Aku teringat Carson juga diam seperti ini ketika tubuhnya ditikam dengan pisau. Carson adalah orang yang keras kepala dan tidak mau kalah. Akan tetapi, Carson rela berlutut di depan Carman demi aku. Hatiku sekali lagi sakit berkedut. Mataku perlahan-lahan menjadi basah. Aku menyeka air mata di sudut mataku dan bergumam, "Carson, maaf."

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.