Bab 485
"Bukan itu!"
Aku berteriak sambil menangis, air mata sudah mengaburkan pandanganku.
Dalam pandangan yang kabur itu, senyum pria itu makin pucat, bahkan makin jauh.
Aku menangis sambil menggelengkan kepala, ketakutan yang tak bisa diungkapkan datang mencekam, membuatku sulit bernapas.
Aku berteriak dengan suara serak, "Carson, aku nggak ingin kebebasan lagi, aku nggak mau ... tolong jangan katakan seperti itu, Carson ...."
Namun, Carson tidak lagi memperhatikan aku, dia hanya menatap Carman dengan dingin.
"Kamu ingin nyawaku, 'kan? Aku berikan padamu, lepaskan dia."
"Nggak, jangan ...."
Aku menggelengkan kepala dengan cepat, hatiku seperti digali lubang besar, rasanya hampir sesak.
Aku gemetar dan melihatnya, "Jangan, kalau kamu mati, dia tetap nggak akan lepaskan aku. Carson, pergi, pergi sekarang, jangan lagi pedulikan aku."
"Pergi? Hahaha ...." Carman tertawa dingin, "Sejak dia masuk ke sini, kamu pikir dia akan bisa pergi?"
Dia berkata demikian sambil berjalan mendekati Carson, nada suaranya penuh kebencian dan dingin, "Bukankah aku sudah pernah bilang, sebenarnya aku sudah lama sekali benci kamu."
"Aku sangat benci sikapmu yang selalu merasa lebih tinggi, sangat benci tampang pura-pura nggak peduli seperti itu."
"Padahal, kamu cuma lumpur di bawah kaki, kenapa berpura-pura seperti orang mulia dan tinggi?"
"Sejak kecil, di mana kekuranganku dibandingkan denganmu? Kenapa saat aku berbicara padamu, kamu sama sekali nggak peduli, hah? Dengan alasan apa kamu memandang rendah diriku? Katakan, katakanlah ...."
Carman berbicara, lalu tiba-tiba emosinya meledak. Dia berteriak sambil menusukkan pisau tanpa ampun ke dada Carson.
Aku hampir gila, hanya merasa semuanya menjadi gelap.
Aku berteriak dengan suara serak, tubuhku terasa dingin.
Aku berteriak seperti orang gila kepada Carman, "Lepaskan dia, gila! Apa yang kamu inginkan, lepaskan dia, gila!"
Akhirnya tubuh besar Carson jatuh ke tanah.
Darah menggenang di tanah.
Dadanya hampir sepenuhnya basah dengan darah.
Dia menatapku, matanya kosong, wajahnya tenang.
Aku terengah-engah dengan sakit, tubuhku kejang-kejang, hampir tidak bisa berbicara.
"Hahaha ... hahaha ,..."
Carman tiba-tiba tertawa gila.
Dia menginjak punggung tangan Carson, lalu perlahan-lahan berjongkok dan menatapnya.
Dia tersenyum ke arah Carson seperti seorang pemenang, dengan senyuman licik dan gila yang sangat mengerikan.
Dia berkata, "Kakakku, kamu nggak sangka, 'kan? Kamu yang sombong sepanjang hidupmu, suatu hari akan jatuh di tangan seorang wanita."
"Aku nggak mengerti, apa sih yang menarik dari wanita, seperti ibumu yang rendahan itu, langsung lari dengan orang lain ...."
"Diam!"
Carson menggeram dengan gigi terkatup, napasnya lemah, tetapi nadanya masih sangat dingin.
Carman tertawa sinis, "Apa aku salah? Ibumu lari dengan orang lain, dia tinggalkan kamu, tapi kamu masih bela dia. Ini benar-benar lucu, kamu kekurangan kasih sayang ibu, ya?"
"Kubilang, diam!"
Mata Carson memerah, dia berusaha bangkit, mengangkat tinjunya dan hendak memukul Carman.
Namun, Carman dengan mudah menghindar.
Carman berdiri tegak, melihatnya dari atas dengan senyum dingin yang jahat, "Tiba-tiba aku merasa, membunuhmu langsung memang terlalu murah untukmu."
"Aku tiba-tiba teringat sebuah permainan yang menarik, mau bermain? Hmm?"
Carson tidak menjawab, hanya menatapnya dengan dingin.
Saat itu wajahnya pucat, tubuhnya penuh luka dan darah.
Hatiku makin cemas, takut dia akan mati karena kehilangan banyak darah.
Aku menatap Carman dengan dingin, "Kalau kamu ingin bermain, mainkan saja cepat, jangan banyak bicara di sini!"
"Hehehe ...." Carman tiba-tiba tertawa aneh.
Dia mengangkat pandangannya ke arahku, tatapan yang penuh dengan nafsu membuatku terkejut.