NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Permainan TakdirPermainan Takdir
Oleh: NovelRead

Bab 2

Saskia keluar dari gedung apartemennya dan langsung mencari tempat baru. Di tengah tatapan heran para pegawai toko, dia menggadaikan perhiasan-perhiasan itu, lalu menyumbangkannya seluruhnya. Dengan tergesa-gesa, dia menelepon. "Kak, rumah yang dulu kamu beri padaku ... sekarang bisa aku tinggali, nggak?" [Tentu saja bisa, semua perabotannya sudah lengkap. Saskia, apa kamu sudah memikirkannya dengan matang?] Saskia mengatupkan bibirnya sambil menatap hasil tes DNA di tangannya. "Ya, setelah aku menyelesaikan urusan di Kota Hilmaya, aku akan kembali ke Keluarga Juwono." [Baiklah, kalau ada kesulitan, beri tahu Kakak. Selama ada Kakak, nggak akan ada yang bisa membuatmu menderita.] Saskia tidak banyak berkata dan langsung menutup telepon. Dua minggu yang lalu, anak sulung Keluarga Juwono, Rangga Juwono, menemui dirinya. Dengan membawa hasil tes DNA, dia memberitahu Saskia bahwa dia adalah putri dari Keluarga Juwono, keluarga terkaya di Kota Mandara, dan ingin membawanya kembali ke kota itu untuk mengenal garis keturunannya. Saskia masih sulit menerima kenyataan itu. Rangga pun tidak memaksa. Dia hanya memberitahunya bahwa keluarga mereka akan mulai mengembangkan usaha di Kota Hilmaya, dan membiarkan Saskia memikirkannya perlahan. Rangga memberinya sebuah rumah sebagai tempat tinggal pribadinya. Saskia tidak menginginkannya, tetapi Rangga sudah mengurus semua administrasinya dan menyerahkan kuncinya padanya. Berdasarkan alamat itu, taksi membawanya ke kawasan apartemen paling mewah dan mahal di Kota Hilmaya, lalu berhenti di sebuah gedung. Saat Saskia membuka pintu apartemen di lantai delapan, dia terkejut melihat luasnya yang lebih dari dua ratus meter persegi. Lantainya dilapisi karpet wol, dekorasinya sangat mewah, dan semua elektroniknya merupakan model paling canggih. Saat Saskia masih terpesona, terdengar bunyi bel di pintu. Ternyata itu kurir yang membawa empat tas berisi kebutuhan sehari-hari. Ponselnya bergetar, dan pesan dari Rangga masuk. [Kalau makanan atau kebutuhan lainnya masih kurang, bilang saja ke Kakak.]. Saskia merasa tersentuh, dan dia segera membalas. [Ini sudah cukup. Terima kasih, Kak.] Setelah merapikan barang-barangnya, dia berdiri di depan jendela besar dan merasa ironis. Dua minggu lagi, Grup Juwono akan mengadakan jamuan untuk secara resmi menandai kehadiran mereka di Kota Hilmaya. Pada hari itu, Rangga juga akan mengumumkan kepada publik bahwa Saskia adalah putri keluarga Juwono. Awalnya, Saskia berencana memberitahu Johan tentang hal ini, lalu membawanya ke acara tersebut saat waktunya tiba. Dengan kehadiran Saskia di sana, krisis yang menimpa Grup Kusuma pasti bisa terselesaikan dengan mudah. Namun, dia tak menyangka Johan sudah punya rencana lain. Pria itu tidak pernah berniat menikahinya, dan hanya menganggapnya sebagai alat untuk melampiaskan nafsu semata. Saskia penasaran bagaimana ekspresi Johan dua minggu lagi, saat menyadari bahwa Keluarga Juwono yang selama ini ingin dia jadikan aliansi ternyata adalah keluarga Saskia sendiri. Pria itu pasti marah atau kecewa melihat peluang besar yang semula di tangan kini hancur berantakan. Saskia ingin menertawakan semuanya, tapi senyum di bibirnya justru tidak bisa menutupi rasa pahit di hati yang membuat matanya berlinang air mata. Di ruangan yang luas itu, sunyi begitu mencekam. Setiap rasa sakit terasa berkali-kali lipat, menusuk hatinya hingga nyeri tak tertahankan. Di dalam kulkas ada bahan makanan baru yang dibeli Rangga, tapi Saskia sama sekali tak ingin memasak. Dia mengeluarkan ponselnya dan memesan makanan serta minuman alkohol, hingga mabuk sendirian. Di luar, langit sudah gelap. Saat dia terhuyung-huyung membawa sampah keluar dan menaruhnya di tempat sampah, dia tiba-tiba menabrak sesuatu yang keras seperti dinding manusia. Aroma parfum mahal yang menyegarkan langsung mengusir bau alkohol dari hidungnya. Tangan besar orang itu menahan pinggangnya, sementara suara merdunya yang menggoda memecah kesunyian di koridor apartemen. Saskia menyipitkan matanya dan menengadahkan kepala. Di depannya, terlihat wajah yang sangat tampan, dengan fitur tegas dan bulu mata lentik yang menawan. Dia melangkah mundur sedikit, dan akhirnya menyadari siapa orang itu. "Mason! Apa yang kamu lakukan di sini?" Selama delapan tahun menemani Johan, terkadang Saskia ikut menghadiri berbagai acara. Dia telah bertemu banyak teman dan kolega Johan, salah satunya adalah Mason. Dia adalah pria paling misterius dan juga paling tampan. Orang-orang biasanya bersikap sopan pada Saskia demi menghormati Johan. Namun anehnya, Mason tidak begitu. Dia selalu berkata apa adanya, meski terdengar pedas. Pria itu sudah lama menegaskan bahwa Johan tak pernah benar-benar tulus padanya. Rasa sakit yang tertahan seolah menemukan jalan keluar. Saskia meraih dasinya dengan tegas, memaksa Mason membungkuk. "Kamu mengikutiku? Apa ini karena aku membuatmu penasaran, jadi kamu sengaja ingin menertawakanku? Kalian semua pria sama saja, nggak ada yang baik. Jangan kira karena kamu tampan aku nggak akan menamparmu!" Di bawah pengaruh alkohol, Saskia tampak seperti kucing mabuk yang siap menyerang dengan cakarnya. Namun pukulannya yang lembut hanya mengenai dada Mason. Melalui kemeja hitamnya, tangan Saskia bahkan dapat merasakan otot-otot kuat di baliknya. Tiba-tiba Saskia teringat, Johan dulu pernah memperingatkannya agar jangan mengganggu Mason karena latar belakangnya terlalu kuat, dan mereka tidak akan mampu menghadapinya. Dorongan untuk membalas dendam pada Johan membuat tangan Saskia tanpa sadar menyusup ke dalam baju Mason dan menyentuh otot perutnya. Dengan langkah goyah, dia menekan Mason ke dinding dan berjinjit untuk mencium dagunya. "Mau main-main?" ucap Saskia Mason sedikit menegang, tapi tidak menolaknya. Dia sempat ragu sejenak, dan ingin menahan pinggang Saskia dengan tangannya. Namun, pada akhirnya, dia menyerah dan membiarkan gadis itu menekannya. Matanya yang dalam menatap wajah kecil Saskia, lalu pandangannya menelusup ke bibirnya yang lembut dan menggoda. Suara Mason terdengar serak. "Mau main apa?" Saskia tertawa pelan, tampak nakal dan geli. "Mau main apa? Tentu saja, permainan orang dewasa." Tangan kecil Saskia perlahan menyentuh otot perut Mason. Dia sendiri tak yakin, apakah setelah putus dengan Johan lalu tidur dengan temannya, itu sudah cukup sebagai balas dendam. Namun tiba-tiba, Mason menangkapnya, memutar tubuhnya, dan menekannya ke dalam pelukannya. Suara serak Mason membawa peringatan berbahaya. "Benarkah?" Tubuh mereka menempel erat satu sama lain, dan Saskia bisa merasakan perubahan di suatu tempat pada tubuh Mason. Saskia sengaja menggerakkan pinggangnya, mengembuskan napas lembut. "Kenapa, kamu nggak berani?" Napas Mason tiba-tiba menjadi berat, tatapannya dalam dipenuhi hasrat. "Ke rumahmu, atau ke rumahku?" Sambil berbicara, dia seolah tak bisa menahan diri dan menekan pinggang Saskia lebih erat ke pelukannya. Merasakan cengkeraman yang kuat itu, Saskia seketika tersadar. Apa yang sedang dia lakukan? Dengan panik, dia melepaskan diri dari pelukan itu, lalu mengangkat tangan untuk menyingkirkan rambut-rambut kecil di dekat telinganya. "Maaf, aku terlalu banyak minum, aku cuma bercanda," kata Saskia. Pria itu dengan lembut menyentuh pipinya, dan memandang Saskia yang sedang tertunduk. "Kamu takut?" Saskia terkejut. Dia menatap wajah Mason tanpa bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar bingung, apakah dirinya yang gila, atau justru Mason yang gila? Kenapa pria ini malah menanggapinya? Rasa marah langsung menyala di hatinya. "Sudah tahu aku milik Johan, tapi kamu tetap ingin tidur denganku? Memang sama saja, kalian para pria hanya sampah." Setelah melampiaskan kemarahannya, Saskia berbalik dan hendak pergi, tetapi Mason tiba-tiba menangkap pergelangan tangannya dan menekannya ke dinding. Napas hangat Mason nyaris menyentuh bibirnya. Tatapannya yang dalam penuh hasrat membuat bulu kuduk merinding. "Bukankah kamu yang memulai duluan? Apa kamu nggak mau coba apakah rasanya berbeda?" Saskia semakin marah dan mencoba melepaskan diri tapi gagal. Tiba-tiba, dia tersenyum manja dengan tatapan menggoda. Kakinya yang mungil tanpa sepatu menyentuh betis Mason dan perlahan merayap ke atas. "Tapi aku lebih suka memegang kendali."

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.