Bab 2
Hati Siena terguncang dan wajahnya menjadi lebih pucat.
Walau pendingin udara menjaga suhu tetap konstan sepanjang tahun, Siena merasa seperti sedang berada di gudang es.
Melihat Siena terdiam, Ricky mengalihkan pandangannya dari wajah Siena setelah beberapa detik. "Ibu Valen kanker stadium akhir. Satu-satunya harapannya adalah melihat Valen punya sandaran. Valen butuh penemanan. Jangan cari masalah dan jadilah Nyonya Lunda yang baik, maka aku nggak akan mengganggumu."
Ricky membicarakan perselingkuhannya dengan pembenaran sok suci.
Tidak akan mengganggunya?
Siena terbengong sejenak. Lalu, Siena tiba-tiba tersenyum dan berkata sambil menahan rasa sakit di jantungnya.
"Valen butuh penemanan, tapi kamu malah datang ke tempatku. Ini sungguh nggak pantas."
Selesai berbicara, Siena menaiki tangga dan langsung menutup pintu kamar.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara mesin di lantai bawah yang menandakan bahwa Ricky sudah pergi. Tak diragukan lagi, Ricky pergi ke tempat Valen.
Siena menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Air dingin di pipinya membuat Siena lebih terjaga.
Siena membuka laptop dan menghubungi seorang pengacara yang dia tambahkan tiga tahun lalu. Siena memintanya menyusun draf perjanjian cerai.
Pengacara itu bertanya melalui pesan: [Apa Nona Siena punya permintaan khusus? Seperti rumah, mobil atau pembagian harta?]
Setelah dipikirkan, Siena membalas dengan tenang: [Aku nggak mau apa pun.]
Siena bahkan tidak menginginkan Ricky lagi, apalagi semua itu?
Apalagi, dari yang Siena baca di internet, tidak menuntut apa-apa akan mempercepat prosesnya. Dengan begitu, Siena tak perlu menyiksa tubuhnya yang makin lemah hanya untuk berdebat dengan Ricky.
Pengacara itu segera mengiriminya perjanjian lengkap.
Usai mencetak perjanjian, Siena memegang pena begitu erat hingga tangannya menjadi pucat, tetapi Siena tidak ragu-ragu. Siena menandatangani perjanjian sambil menahan gemetarnya.
Kemudian, Siena menopang tubuhnya yang sakit dan buru-buru mengemasi pakaiannya.
Di ambang pintu, Siena menatap dalam-dalam rumah yang telah dirawatnya selama tiga tahun.
Siena pergi tanpa menoleh ke belakang.
Keesokan hari, Siena mengambil cuti dan memesan layanan GoSend untuk mengirimkan draf perjanjian cerai yang telah dicetaknya kemarin ke resepsionis lobi Grup Lanes.
Untuk urusan sepele seperti mengurus paket, Ricky tak pernah mau repot. Itulah mengapa alamat penerima diisi dengan nama Louis.
Siena sudah bekerja di Grup Lanes sejak dia menikah dengan Ricky.
Ricky enggan mengumumkan hubungan suami-istri mereka, juga melarang Siena mendekatinya di kantor. Sebagai gantinya, Ricky menempatkan Siena di Departemen Hubungan Masyarakat, bertanggung jawab atas manajemen citra perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Siena dipromosikan ke posisi manajer departemen hubungan masyarakat karena kemampuannya yang luar biasa.
Siena tak pernah mengambil cuti sekalipun dalam waktu tiga tahun.
Kinerjanya yang baik hanyalah cerminan kebiasaan Siena dalam melakukan segala sesuatu dengan sempurna, bukan berarti Siena menyukai pekerjaan itu. Apalagi itu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Siena sudah berencana untuk bercerai, tentu juga tidak punya rencana untuk tinggal di Grup Lanes.
Kurir GoSend sudah berangkat.
Siena melihat jam, hampir pukul sepuluh.
Siena mengepalkan jari-jarinya. Ada hal yang lebih penting yang harus dia lakukan sekarang ....
Di penjara sisi timur Kota Erlan.
Tangan Siena sedikit berkeringat saat dia mencengkeram setir. Setelah tiga tahun tak bertemu, Siena tak kuasa menahan rasa gugup.
Jayden Joran akan dibebaskan dari penjara.
Siena telah memesan ruangan privat sebulan sebelumnya untuk menyambut Jayden.
Jayden diadopsi oleh ayah Siena dan tumbuh besar bersama Siena. Di rumah Keluarga Joran yang kejam, hanya Jayden yang memperlakukan Siena dengan baik. Selama belasan tahun, Jayden mati-matian melindungi Siena. Sejak kecil, Jayden tidak pernah berkata kasar pada Siena. Jayden berkata, siapa pun bisa mengecewakan Siena, kecuali dirinya.
Siena bercermin. Wajahnya yang berukuran kecil tampak pucat sehingga Siena sengaja menambahkan perona pipi agar terlihat seperti orang normal. Supaya tidak membuat Jayden khawatir, Siena meminum obat pereda nyeri tambahan, lalu memakai kacamata hitam dan topi.
Pintu di depan perlahan terbuka.
Siena tanpa sadar membuka pintu dan keluar dari mobil. Tangan dan kakinya seolah-olah bukan miliknya.
Seorang pria jangkung dengan rambut hitam pendek dan berpakaian hitam melangkah keluar sambil menenteng ransel usang. Matanya yang dingin menyapu dengan tenang, seolah-olah menatap Siena.
Jantung Siena hampir berhenti berdetak karena tatapan itu.
Tenggorokan Siena kering dan matanya merah. Siena berjalan ke arahnya tanpa sadar. "Kakak ...."