Bab 10
Melihat Ricky kembali dengan wajah yang sangat dingin, Valen tahu bahwa pembicaraan mereka tidak mencapai kesepakatan. Ricky sama sekali tidak menyembunyikan kejengkelannya terhadap Siena.
Sementara itu, Shella tampak gelisah. "Kak Ricky, apa Siena mengatakan sesuatu padamu? Misalnya kata-kata buruk tentangku ...."
Ricky menoleh padanya. "Apa kamu melakukan sesuatu yang membuatnya marah?"
"Nggak." Shella memegang segelas jus sambil menggerutu, "Aku nggak sebosan itu!"
Darvin masuk dan melirik Ricky sekilas. Darvin tidak berkomentar tentang apa yang terjadi di luar barusan karena tidak ingin membuat Valen kesal. Bagaimanapun, pacar Valen-lah yang dipeluk oleh wanita lain.
Harley mencibir. "Kenapa kamu malah tanya adikmu? Siena yang keterlaluan, sampai-sampai mengekorimu ke sini. Apakah dia punya hak untuk menuntut?"
Darvin menyalakan sebatang rokok. "Tampaknya, bahkan kalau kamu mengajukan cerai, wanita itu akan terus mengganggumu. Ricky, kamu harus punya persiapan."
Ricky tidak merespons dan wajahnya cuek. Ricky menuangkan secangkir teh untuk Valen.
Valen tersenyum tipis, tidak memberi komentar maupun tanggapan. Valen jelas tidak menanggapi kejadian itu dengan serius.
Melihat situasi itu, timbul sedikit rasa kecut dalam hati Shella.
Lalu, Shella berpikir lagi.
Bahkan jika bukan karena dia, dengan sifat "penjilat" Siena, Siena sangat mungkin nekat datang mencari Ricky.
Jika demikian, buat apa dia repot-repot menjelaskan?
Siena memang wanita murahan.
Pentingkah apakah mereka salah paham atau tidak?
Shella puas diri oleh pemikiran itu. Kemudian, Shella kembali memelas pada Valen agar bercerita tentang Universitas Anugerah.
...
Siena membuat janji dengan dokter yang merawatnya pada hari Senin depan untuk membahas perawatan konservatif secara rinci.
Pada Jumat pagi.
Nikita mengirimkan pada Siena melalui WhatsApp bahwa Jansen akan menghadiri kompetisi undangan kendali penerbangan pesawat nirawak pada sore hari. Sebagai salah satu pemegang saham utama, Nikita awalnya juga akan hadir.
Namun, demi mencairkan situasi tegang antara Siena dan Jansen, Nikita memberikan undangannya pada Siena agar Siena dapat mencari kesempatan untuk menemui Jansen.
Siena sangat tersentuh, sekaligus merasa bersalah.
Siena telah salah memercayakan orang sehingga membuang begitu banyak waktu dan mengecewakan harapan banyak orang. Hatinya dipenuhi penyesalan.
Pukul 10 pagi.
Siena telah mengajukan surat pengunduran diri dan masih perlu melakukan serah terima pekerjaan. Di Departemen Hubungan Masyarakat, ada seseorang yang menurut Siena cocok untuk menggantikan posisinya. Tanpa ragu, Siena menyerahkan semua detail pekerjaannya pada orang tersebut.
"Bu Siena, kamu benar-benar akan pergi?" Wakil manajer menatap Siena dengan ekspresi berat hati.
"Betul."
Wakil manajer cukup menyukai Siena yang nyatanya sangat baik walau tampak dingin. "Kamu sering sakit belakangan ini. Apa sudah diperiksa? Apakah suamimu menemanimu?"
Siena tertegun sejenak. "Sudah diperiksa, itu bukan penyakit besar."
Siena tidak menggubris tentang suaminya. Bahkan jika dia akan mati, Ricky juga belum tentu akan peduli padanya.
Wakil manajer itu menjadi lega. "Bukankah kamu selalu mengantarkan makan siang untuk suamimu setiap siang? Kenapa kamu nggak pergi hari ini?"
Siena sungguh merupakan istri yang soleh. Di Departemen Hubungan Masyarakat, siapa yang tidak tahu itu?
Siena pernah mengatakan bahwa suaminya terkadang sakit maag dan pilih-pilih makanan. Oleh karena itu, Siena selalu masak tiga kali sehari untuk suaminya dan mengantarkannya setiap hari pas jam istirahat siang.
Sayangnya, sampai sekarang mereka belum pernah melihat seperti apa rupa suami Siena.
Pria itu sangat beruntung sampai bisa menikahi seorang istri yang begitu baik!
Siena mengalihkan pandangannya. "Ya, nggak pergi."
Siena tidak akan melakukan hal itu lagi.
Wakil manajer tidak terlalu memikirkannya dan segera mengalihkan topik. Dia berkata dengan iri, "Enak sekali punya suami yang baik. Sekarang, aku benar-benar merasa takdir setiap orang itu berbeda. Kamu tahu Valen, 'kan? Lihat foto ini."
Siena menunduk dan melihat foto itu.
Di dalam foto itu, Ricky memegangi Valen, lalu menggendongnya tanpa menghiraukan pandangan dari orang-orang di sekitar.
"Sepatu hak tinggi Valen nggak nyaman dipakai, jadi Pak Ricky langsung menggendongnya ke atas dan sangat perhatian. Seperti inilah tuan putri."
"Di perusahaan kita, siapa yang nggak iri pada Valen?"
"Valen cantik, lulusan top, diperebutkan oleh perusahaan top 500, bahkan disayangi oleh pria berkuasa seperti Pak Ricky. Kalau kubilang, Valen akan segera menjadi nyonya majikan Grup Lanes! Sayangnya, Bu Siena akan pergi. Kalau nggak, kita bisa mendatanginya dan mengambil hatinya."
Kini ....
Di mata para karyawan di Grup Lanes, Valen sudah setara dengan nyonya majikan.
Nyatanya, siapa pun bisa melihatnya! Pilih kasih Ricky sama sekali tak disembunyikan!
Siena mengalihkan pandangannya. Lalu, Siena pergi ke toilet untuk menutupi kepucatan di wajahnya dengan menambah dandan.
Siena tidak ingin membuang-buang waktu.
Permohonan pengunduran dirinya belum disetujui, maka Siena langsung naik lift ke lantai paling atas.
Siena kebetulan berpapasan dengan Louis.
"Di mana Ricky?" tanya Siena.
Louis mengernyit. "Bawakan bekal lagi? Sekarang belum jam makan siang. Sudah dibilang sebelumnya, kenapa Bu Siena bersikeras naik dan mengganggu Pak Ricky?"
Dalam sekejap, Siena tahu mengapa Louis begitu kesal.