Bab 465
"Shani, itu rencanaku yang lama. Rencana itu aku buat waktu kamu masih melupakanku." Davin memegang kedua pipiku dan berbisik lagi, "Kamu kembali padaku sekarang, jadi aku sudah mengubah rencanaku. Lihat ... aku sudah menjual saham Perusahaan Isman, 'kan? Awalnya, aku ingin mengambil alih Keluarga Isman dan memanfaatkan posisi perusahaan keluarga untuk kemudian ... melaksanakan rencanaku."
Melihatku terus menangis, Davin panik dan terus menjelaskan, "Shani, semua rencanaku sudah berubah sejak kamu bereinkarnasi. Kamu sudah mengacaukan semua rencanaku ... "
"Mana mungkin aku tega meninggalkanmu sendirian?" ujar Davin, buru-buru menenangkanku. "Shani, jangan takut. Aku nggak bakal meninggalkanmu."
Aku memandang Davin dengan ragu-ragu. "Yang benar?"
Davin mengangkat tangannya untuk bersumpah meski ada kesedihan yang tidak bisa aku mengerti di sorot matanya. "Aku, Davin, berjanji, nggak akan pernah meninggalkan Shani."
"Tapi, kalau aku bukan Shani?" tanyaku dengan takut.
Jika perkataan Yuna benar, aku hanyalah klon yang memiliki memori Shani.
"Kamu adalah Shani." Davin mengelus pipiku dan melanjutkan, "Jangan terpengaruh omongan orang. Keyakinanmu adalah milikmu sendiri."
Aku menatap Davin dengan mata sembap. "Jadi, apa rencanamu sebenarnya?"
"Shani, sindikat memiliki seorang pemimpin di setiap negara dan kamu adalah kreasi paling berharga," kata Davin pelan. "Awalnya, aku mau memanfaatkan Perusahaan Isman untuk masuk ke jajaran pemodal dan menemukan orang di balik sindikat ini. Setelah menggantikan posisi pemimpin itu, aku akan menghancurkan data tentang Penciptaan Dewa untuk menutupi keberadaan Shani, Sanny, dan subjek eksperimen lainnya agar kalian benar-benar bisa bebas."
Dia ingin masuk ke sindikat untuk menjadi pemimpin dan menyelamatkanku.
Untuk mengalahkan penjahat-penjahat itu, dia juga harus menjadi penjahat.
Dia harus menjadi pemimpin mereka untuk menghancurkan kejahatan ini sampai ke akarnya.
Tak terbayangkan seberapa sulitnya melakukan rencana ini.
Agar bisa ditunjuk sebagai pemimpin, dia harus melakukan banyak hal jahat. Tangannya akan berlumuran darah.
Namun, Davin masih punya nurani. Bagaimana mungkin dia bisa memaafkan dirinya sendiri yang jahat?
Pada akhirnya, dia akan menghancurkan sindikat itu bersama dengan dirinya sendiri.
Ini adalah rencananya selama ini.
Itu sebabnya dia selalu berkata bahwa aku lebih baik melupakannya.
Asalkan aku selamat, dia tidak memedulikan hal lain.
Sejak awal, Davin tidak memberikan jalan keluar bagi dirinya sendiri.
Dia telah membuka banyak jalan untukku meski jalan itu mengarah pada kematiannya.
"Vincent, jangan bohongi aku! Kamu harus melupakan rencana bodohmu itu. Kamu harus terus bersamaku. Katakan padaku kalau kamu akan melupakan rencanamu itu. Jangan bohongi aku lagi!" Dengan panik, aku menarik bajunya dan memohon agar dia melupakan rencananya itu.
Aku menangis dan memintanya untuk terus bersamaku.
Sekarang aku tahu mengapa Liora takut jika aku terus berada di sisi Davin. Ya, Davin akan mati.
Liora ingin agar Arya yang melindungiku. Dia ingin Davin melupakan rencananya dan terus hidup.
"Shani, aku nggak akan menipumu." Davin memelukku erat. Sekeras apa pun aku meronta, dia tidak melepaskanku.
"Jangan bohongi aku! Vincent, kalau kamu berani melakukannya, aku akan mati bersamamu." Suaraku tegas dan dia tahu aku tidak bercanda.
"Aku nggak akan bohong," ujarnya.
Aku mendongak, ingin melihat tatapannya.
Matanya tidak akan bisa menipu.
Namun, dia merendahkan kepalanya dan menciumku dengan penuh gairah. Pikiranku pun kacau seketika.
"Davin ... " Aku ingin mendorongnya. Dia harus menjawab pertanyaanku dengan jujur, tetapi dia malah ingin menghindar seperti ini.
"Shani, Arya sudah menyentuhmu tadi. Kamu harus mandi." Davin sengaja mengalihkan pembicaraan dan menarikku ke kamar mandi.
Air hangat dari pancuran membasahi tubuhku dari kepala hingga kaki. Aku ingin marah, tetapi Davin menciumku dengan lembut.
Kemampuannya terlalu baik, terutama dalam urusan bercinta.
Ketika aku sebelumnya hamil, dia selalu menahan diri. Namun, sekarang, dia seperti binatang buas yang lepas dari kerangkeng.
"Ah! Vincent! Lepaskan ... "
Dia seperti sedang melampiaskan nafsunya, tetapi juga terlihat ingin membuatku lupa dengan hal yang kami bicarakan.
Napasku makin memburu dengan setiap sentuhannya. Mataku mulai sayu.
Dia melepaskan pakaiannya. Tetesan air hangat yang jatuh ke tubuhnya terasa kontras dengan jari-jari tanganku yang dingin.
Dalam sekejap, pikiranku benar-benar kosong karena ulahnya.
Dia pasti sering menonton film porno untuk mencari ilham!
"Vincent! Dasar bajingan ... " ujarku terengah-engah. Suhu air pancuran sudah membuatku sulit bernapas, tetapi dia terus menciumku dengan gila-gilaan.
Apa dia ingin membunuhku?
Saat aku bisa mencuri napas dan ingin mengumpat, dia sudah kembali menciumku.