Bab 456
Heh ... ternyata semua itu palsu.
"Keluarga Japardi, nggak bisa dipercaya," ujar Lennon sambil tersenyum.
Dari awal hingga akhir, Lennon menunjukkan kepercayaan diri atas rencananya. Dia memang sangat cerdas dan selalu merasa lebih unggul dari orang lain.
"Kak, aku tunggu teleponmu." Lennon memberikan kartu namanya kepada Davin, lalu berbalik dan pergi.
Namun, baru beberapa langkah, dia berbalik dan tersenyum padaku. "Kak Shani, jangan lupa kalau kamu sangat berharga. Jaga diri baik-baik."
Aku mengepalkan kedua tanganku dan merasa tak berdaya.
Keberadaanku mungkin dianggap penting bagi segelintir pemodal besar yang mengamatiku seperti mengamati tikus laboratorium.
Orang-orang itu layaknya serigala lapar yang mengincarku.
Mereka mengawasi setiap gerak-gerikku, melihat apakah aku mampu melewati rintangan yang mereka berikan dan mencapai hasil yang mereka inginkan. Baru setelah itulah mereka bisa mengucurkan dana untuk memulai produksi massal.
Aku mundur selangkah dengan gontai. Kata-kata Lennon benar-benar meruntuhkan pertahananku.
Rasa takut mulai mencekam dan aku mulai hilang arah. Aku merasa seolah-olah ada kamera CCTV yang mengawasiku di mana-mana.
Dadaku terasa sesak dan bernapas makin sulit.
"Shani ... " Davin tiba-tiba memelukku. "Jangan dengar dia. Jangan takut."
Aku menggenggam erat baju Davin dan melihat sekeliling dengan waspada.
Sekarang aku bahkan merasa bahwa orang-orang yang lewat sedang mengawasiku.
"Shani ... "
"Ayo, pulang ... Davin, antarkan aku pulang." Aku menggenggam erat baju Davin. Napasku mulai memburu dan tenggorokanku merasa tercekat. "Davin ... antar aku pulang."
Mampukah dia menyembunyikanku?
Orang-orang ingin mengamatiku. Mengapa nasibku tak ubahnya seekor tikus putih di dalam kandang?
Mereka tidak berhak berbuat seenaknya!
Aku tiba-tiba marah, ingin memberontak.
"Aduh!" Sakit kepala yang hebat tiba-tiba saja datang. Aku meremas rambutku sambil berjongkok di lantai.
Ingatan masa lalu kembali muncul. Aku ingat mengapa aku mulai putus asa, melukai diri sendiri, melarikan diri dengan Davin, dan kemudian ditangkap kembali di gudang itu.
Itu semua karena orang tuaku melaporkan setiap gerakanku. Aku ternyata pernah diam-diam mendengar percakapan telepon antara mereka dengan atasannya. Orang tuaku juga melaporkan tumbuh kembangku dan perilakuku yang tidak biasa.
Itu sebabnya aku putus asa. Aku ingin kabur, jadi aku meminta Davin untuk membantuku.
Aku memintanya untuk menyembunyikanku.
"Ayo, kita pulang, Shani." Davin memelukku dengan cemas. Tubuhnya ikut bergetar.
Dia takut aku terluka karena mengingat kenangan masa lalu dan mulai melukai diri sendiri lagi.
Hanya dengan beberapa kalimat saja Lennon berhasil menyeretku kembali ke neraka.
"Shani!"
Kesadaranku mulai hilang. Rasa sakit di kepalaku membuatku lemas sehingga aku jatuh terduduk.
Ketika aku sadar, sudah ada darah di sela-sela kuku tanganku.
Tanpa sadar, aku sudah melukai diri sendiri dengan menggaruk-garuk wajahku.
Tatapanku menerawang ke kejauhan. Entah di mana, aku tahu ada orang yang sedang memperhatikanku.
"Aku akan menemukan kalian!" Aku bersumpah dengan suara serak.
Satu per satu, aku akan menemukan dan menghilangkan setiap ancaman yang membahayakanku dan Davin.