NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Misteri KematiankuMisteri Kematianku
Oleh: NovelRead

Bab 447

"Kita sudah bertahun-tahun nggak bertemu, Kak. Kamu masih belum berubah sama sekali," kata Lennon sambil tersenyum. Dari luar, dia memang bilang kalau Davin tidak berubah, tetapi sebenarnya dia sedang menyindir Davin yang menurutnya sama sekali tidak ada kemajuan. "Davin, ini siapa? Adikmu yang mana? Aku nggak tahu ayahmu punya anak haram," tanyaku sambil mendongak menatap Davin. Davin menggenggam erat jemariku sebelum menjawab, "Cuma orang nggak penting." Kata-kataku jelas mengisyaratkan bahwa aku menolak menyambut ramah pria yang datang tidak diundang ini. "Kakak iparku yang cantik ini sepertinya nggak suka padaku, ya," kata Lennon sambil tersenyum dan mengulurkan tangan, bermaksud berjabat tangan denganku. "Aku datang bukan untuk bertengkar dengan kalian, kok, tetapi untuk menawarkan kerja sama." Ketulusan terpancar dari kalimat yang dilontarkan Lennon. Namun, aku tidak bisa memercayainya. "Kakakku menjual Perusahaan Isman kepada Perusahaan Zendrato. Artinya, keluarga Isman sudah nggak bisa lagi mengambil keuntungan dari kebijakan-kebijakan Perusahaan Isman. Kakakku terlalu berani. Dia sama saja menyatakan perang terhadap semua anggota keluarga Isman," ujar Lennon sambil tetap mempertahankan senyum di wajahnya. Aku tidak bisa menebak apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. "Kasus pembunuhan ini melibatkan berbagai rahasia industri gelap di balik perusahaan-perusahaan besar. Secerdik apa pun Yeno, dia cuma seorang psikolog ... " Lennon melangkah, mendekati Davin, lalu membisikkan kalimat yang hanya bisa didengar oleh kami bertiga. "Semua yang terlibat di balik organisasi yang menjalankan eksperimen modifikasi gen ini nggak lebih dari sekadar alat yang dimanfaatkan oleh para kapitalis. Merekalah sumber masalah yang sesungguhnya. Kalian nggak akan bisa menyentuh mereka, kecuali kalian juga menjadi konglomerat seperti mereka." Aku menatap Lennon dengan intens, mulai memahami ke mana arah pembicaraan ini. Yang ingin dia sampaikan adalah, Yeno tidak lebih dari sekadar anjing peliharaan para kapitalis ... Dengan kata lain, untuk mencari tahu apa yang ada di dalam kegelapan, kami harus bisa berbaur dalam kegelapan. Mungkin itu sebabnya Davin setuju untuk kembali ke keluarga Isman. "Kakak, aku sudah bilang padamu tiga tahun lalu, 'kan? Kita cuma bisa menang kalau bekerja sama," bujuk Lennon sambil memandang wajah Davin. "Sayang sekali, kamu malah menolak. Padahal selama ini aku sudah berusaha menunjukkan niat baik. Seharusnya kamu menghargai kesungguhan adikmu ini, 'kan?" Kemarahan Davin belum mereda, tetapi dari belakang, aku bisa melihat punggungnya memancarkan kehangatan saat mencoba melindungiku, seperti melindungi sesuatu yang sangat berharga. Lennon bukan orang yang tidak bisa membaca situasi, jadi dia tahu kapan harus berhenti. Pria itu pun mundur selangkah dan memasang senyum ramah sekali lagi. "Ayolah, Kak, nggak usah terlalu tegang. Insiden ini sudah melibatkan kepentingan pribadi para konglomerat itu. Nggak lama lagi ... pasti ada yang akan turun tangan untuk membereskan semua kekacauan ini. Badut-badut pembunuh yang dengan sombongnya mengira diri mereka pintar itu sebentar lagi akan dibantai habis." Yang dimaksud Lennon dengan badut-badut itu adalah dalang di balik kasus pembunuhan berantai ini. Setelah berbicara, Lennon menatapku penuh arti. "Benar-benar mahakarya yang sempurna." Begitu kalimat itu terlontar, Lennon langsung berbalik dan pergi. Bulu kudukku langsung merinding. Mahakarya yang sempurna, katanya ... Sebelum 'Shani' dibunuh, si pembunuh juga pernah mengatakan hal yang serupa. "Kamu adalah karya paling sempurna yang pernah kulihat ... " Aku tahu Lennon bukan seorang pembunuh, tetapi kata-katanya barusan ... mengandung banyak arti. "Siapa orang itu? Tampan sekali ... " Clara masih terpesona oleh aura dan wajah tampan Lennon. "Tetapi ... entahlah, kenapa aku merasa dia bukan orang baik, ya? Auranya seperti penjahat di film-film." "Hmph," Davin mendengus tidak suka. Menyadari raut muka Davin yang tampak tidak terima Lennon dipuji tampan, Clara tertawa sambil berkata, "Aduh, iya, iya. Tentu saja dia nggak sekeren Davin. Jauh sekali." Puas dengan kata-kata Clara, Davin langsung menoleh ke arahku, seolah mengharapkan jawaban yang sama. Dasar. Aku benar-benar tidak habis pikir. Memangnya ini saat yang tepat untuk membandingkan siapa yang lebih tampan? Kata-kata Lennon kembali terngiang di kepalaku. Para kapitalis di belakang kasus pembunuhan berantai ini merasa terusik. Artinya, mereka akan segera turun tangan. "Kalau nggak ada yang terasa sakit, hari ini kamu boleh pulang," kata dokter yang datang untuk memeriksa. Aku sudah bisa keluar dari rumah sakit, katanya. Dokter itu mengenakan masker, Pandangannya fokus melihat hasil pemeriksaan dan catatan medisku. Mungkin ... aku terlalu waspada. Setiap kali melihat rumah sakit dan dokter, naluriku seolah berteriak, menyuruhku untuk berhati-hati. Rasanya seperti ... semua orang sedang mengamatiku. "Shani?" Menyadari kondisiku yang masih belum normal, Davin mendekat dan menyentuh dahiku.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.