NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Misteri KematiankuMisteri Kematianku
Oleh: NovelRead

Bab 445

Tidak lama setelah Arya pergi, petugas polisi datang dan menanyaiku perihal Yuna. Aku tidak mengatakan apa-apa. Clara yang menjawab serangkaian pertanyaan mewakili aku. Petugas polisi itu bilang bahwa Yuna sudah mencabut laporannya, jadi dia juga tidak menindaklanjuti masalah ini. Aku hanya perlu meminta maaf pada Yuna. Setelah diberitahu hal itu pun aku tetap diam saja. "Apa tanggapanmu terkait permainan maut ini? Sejauh yang kami tahu, kamu cuma wanita biasa yang baru lulus kuliah beberapa tahun lalu. Kamu juga nggak punya banyak pengalaman bertahan hidup dan sering membantu anak-anak jalanan. Bagaimana bisa kamu keluar dari reruntuhan gedung itu tanpa cedera sedikit pun? Suamimu juga nggak sehat secara psikis atau keterbelakangan mental. Maaf." Aku tidak kenal dengan petugas yang datang untuk menginterogasiku ini, sepertinya dia hanya kebetulan sedang bertugas. Aku tahu dia tidak bermaksud menyinggung kami saat bilang Davin keterbelakangan mental, tetapi tetap saja kalimat itu membuatku waspada. Aku pun angkat bicara. "Kata siapa aku keluar tanpa cedera? Aku jatuh dari tangga, gegar otak, koma selama dua minggu dan baru saja siuman. Kalau soal Yuna yang terluka, waktu itu ruangan di sekitar kami gelap gulita. Dia panik dan ketakutan, lalu dia salah mengira aku sebagai musuh. Jadi, aku nggak merasa perlu meminta maaf padanya," jawabku menyampaikan fakta-fakta yang ada. Setiap kata yang keluar dari mulutku memang benar adanya. Aku hanya tidak menceritakan kejadian itu dengan detail. Misalnya, aku memang sengaja merobek luka Yuna di tangga untuk memaksanya mengungkapkan kebenaran. "Aku adalah saksinya saat itu!" sela Clara berapi-api. Dia juga menyampaikan fakta. Dia memang tidak melihat aku melukai Yuna. Selain itu, di matanya, aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu. Terlebih lagi, Yuna memang sudah dicap sebagai 'orang jahat'. Petugas itu menoleh ke arah Clara, lalu kembali menatapku. "Pak Arya memberi kesaksian kalau dia ada di tempat kejadian waktu itu dan melihat kamu melukai Yuna." "Pak Arya juga sedang ketakutan dalam situasi mematikan seperti itu. Menurutku, kesaksian yang diberikan dalam kondisi psikis yang nggak stabil itu nggak valid," aku menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan rasional. "Yuna jatuh sendiri setelah terhuyung di tangga. Dia sudah menangis dan teriak-teriak waktu aku memeriksa kondisi dan mengecek lukanya." Aku menggunakan kebohongan gaya montase. Semua yang kukatakan adalah fakta, aku hanya mengacak urutannya. Akulah yang membuat Yuna berteriak ketakutan dan hampir jatuh. Petugas polisi itu pun mengangguk. "Baik, aku sudah mengerti situasinya. Berhubung Yuna juga sudah memutuskan untuk nggak akan menuntut, masalah ini nggak perlu ditindaklanjuti. Sekarang istirahatlah, nanti akan ada tim investigasi khusus yang akan datang ke sini menemuimu. Mohon kerja samanya." Aku tidak menjawab, hanya mengangguk. Begitu petugas polisi itu pergi, aku menoleh ke arah Davin. Sejak dulu, sorot mata Davin saat menatapku selalu penuh gairah dan keceriaan. Sementara itu, Clara sibuk mengumpat saking kesalnya, mengutuk seluruh keluarga Yuna sampai ke semua leluhurnya. Aku duduk diam dengan perasaan kosong. Butuh waktu lama bagiku untuk akhirnya mengatakan yang sejujurnya. "Aku memang melukai Yuna." Dilihat dari mana pun, aku memang menggunakan sedikit kekerasan terhadapnya. Clara bengong, menatapku dengan mulut terbuka dan mata terbelalak. "Kenapa nggak kamu bunuh saja dia?" Anak ini … Aku memandang Clara heran, tidak habis pikir dengan isi kepalanya itu. "Kamu nggak bisa bersikap semaunya cuma demi persahabatan. Jangan lupa, kamu itu dokter forensik." Clara meringis sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Benar juga, ya." Setelah itu, Clara berkata lagi, "Ah, nggak apa-apa! Yuna juga nggak akan menuntut. Biarkan saja." "Aku cuma penasaran. Berapa banyak langkah yang harus diambil untuk mengubah sebuah kebohongan menjadi kenyataan." Aku tahu Yuna akan mencabut laporannya. Meskipun tidak dicabut, aku yakin Arya punya cara untuk membuatnya mencabut laporan. Namun, ucapanku barusan dipercaya begitu saja oleh orang luar. Artinya, kepolisian juga sudah mencatat kesaksian semua orang yang selamat, termasuk Clara, Ben dan Yesa. Dengan kesaksian mereka dan cap 'jahat' yang melekat pada Yuna, akan ada banyak orang yang lebih memilih untuk memercayai ucapanku. "Menurut kalian ... kenapa Qiara bisa menyembunyikan jati dirinya di tengah-tengah kita semua tanpa ketahuan? Karena sikap lemah itu bisa menipu mata banyak orang. Terlebih lagi ... di antara kita ada Yuna dan orang-orang yang sudah terlanjur dicap jahat, jadi kita semua lebih cenderung mencurigai Yuna dan orang-orang itu." Dengan kata lain, apa yang orang lain lihat tentang kita hanyalah hal-hal yang ingin kita perlihatkan pada orang lain. Contohnya, Yeno. Dia memperlihatkan kepada semua orang bahwa dia adalah suami dan ayah yang baik di depan umum. Itu berarti dia mencoba menyembunyikan sesuatu, jati dirinya yang asli. Aku penasaran ... sebenarnya rahasia apa saja yang Yeno sembunyikan di balik punggungnya? "Davin, apa menurutmu tadi seharusnya aku berbohong saja?" tanyaku pada Davin. Sepertinya, dia belum bersuara sama sekali sejak Arya pergi.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.