NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Misteri KematiankuMisteri Kematianku
Oleh: NovelRead

Bab 444

Sejak kembali dari reruntuhan gedung, aku selalu merasa aneh. Sering sekali aku terlambat menyadari tindakanku sendiri … Reaksiku selalu lebih lambat daripada alam bawah sadarku. "Shani ... " Davin berbalik menatapku, mengadu seperti biasa. "Dia mau aku keluar. Pasti dia mau berbuat yang aneh-aneh." Aku mengangguk paham. "Bicara di sini saja." Rasanya kepala Arya hampir pecah akibat tekanan darah tinggi. Setelah kekesalannya mereda, barulah dia bisa melanjutkan. "Shani, keberadaan Yuna benar-benar penting untuk penyelidikan. Polisi juga sependapat." "Kamu berputar-putar dan menjelaskan ini itu dari tadi karena takut aku akan menghabisi Yuna?" tanyaku penasaran pada Arya. Setakut itukah Arya padaku? Apa permainan bertahan hidup di reruntuhan gedung ini membuatku menjadi sosok yang menakutkan di matanya? Arya tertegun sejenak. Sepertinya dia memang takut aku akan membunuh Yuna, tetapi masih menyangkal, "Bukan begitu ... " Tubuhnya menegang dan kalimatnya kembali berputar-putar. "Aku cuma ... " "Cuma karena aku nggak membunuhnya di reruntuhan gedung itu, bukan berarti aku mau membunuh dia setelah keluar. Nggak usah khawatir." Aku bisa melihat dengan jelas Arya ketakutan saat aku menginterogasi Yuna. "Sayang, sepertinya dia takut padamu," Davin berbisik mengadu di telingaku. Aku tidak menggubris Davin, hanya terus menatap Arya dengan intens. Arya takut aku membunuh Yuna karena dia pikir akulah dalang di balik kasus pembunuhan berantai ini. Dia mengira aku adalah otak dibalik permainan maut yang mengerikan ini. "Dia ... " Arya menunduk dan menarik napas dalam-dalam. "Yuna bilang pada polisi kalau kamu adalah dalang di balik permainan maut ini. Katanya ... kamu yang menusuk dia dan merobek luka-lukanya. Dia juga mengajukan permintaan untuk melakukan pemeriksaan forensik." Mataku refleks memicing, menatap Arya dengan pandangan menyelidik. "Hah? Apa ada bukti kalau aku pelakunya?" Arya tertegun sejenak, lalu diam seribu bahasa. Aku mengamati raut wajah Arya. "Ah, aku mengerti sekarang." Sampai saat ini, aku baru benar-benar mengerti mengapa Arya takut sekali aku membunuh Yuna. "Yuna bilang pada polisi kalau aku yang melukainya dan satu-satunya saksi mata dari kejadian itu adalah kamu," kataku sambil menatap Arya lekat. Entah kenapa, dadaku terasa sesak dan tubuhku sedikit gemetar menahan amarah. "Intinya, kamu mengkhianatiku?" Arya juga memberi kesaksian pada polisi kalau aku melukai Yuna? Arya menunduk, berusaha menjelaskan dengan lirih. "Aku cuma ... " "Cuma mengatakan yang sebenarnya?" Aku tertawa sinis, lalu menunjuk pintu. "Keluar." Clara terbelalak menatap Arya, keterkejutan terpancar jelas di matanya. "Apa yang kamu lakukan? Apa maksudmu Shani yang melukai Yuna? Kapan Shani melakukan hal itu pada Yuna? Jelas-jelas dia yang menyelamatkan Yuna. Kalau bukan karena Shani, Yuna pasti sudah meregang nyawa di dalam gedung!" Sementara kami adu mulut, Davin hanya mengernyit tanpa mengatakan sepatah kata pun. Yuna membeberkan tindakanku di hadapan polisi dan bilang aku yang melukainya. Dia bahkan memberi kesaksian bahwa akulah dalang di balik permainan bertahan hidup yang mengerikan itu. Sedang Arya adalah satu-satunya saksi di lokasi kejadian. "Yuna … takut kamu membunuhnya, jadi aku cuma ... " Arya mengepalkan kedua tangannya erat-erat, seolah dadanya penuh dengan kerisauan. Arya tidak bisa membohongi diri. Dia tidak kuasa menolak saat melihat tatapan memelas Yuna ketika meminta tolong. "Sudah kubilang, kamu itu terlalu baik, Arya. Masalahnya, kebaikanmu itu hanya berguna untuk Yuna. Kamu nggak salah dalam hal ini karena kamu cuma bicara yang sejujurnya," kataku dengan datar, lalu menunjuk pintu. "Tapi sekarang aku nggak mau melihat mukamu. Tolong keluar." "Shani, Yuna pasti akan berguna, kalau saja ... " Bibir Arya tiba-tiba terkatup, dia berhenti bicara di tengah-tengah kalimatnya. Kemudian, dia menundukkan kepala dengan sedih. Raut wajah itu … seolah menunjukkan kesedihan karena tidak ada yang bisa memahaminya. Dia pasti berpikir tidak akan masalah meskipun dia mengatakan aku melukai Yuna karena tidak ada bukti yang mendukung dalam situasi yang penuh kekacauan seperti itu. Dia hanya berusaha mendapatkan kepercayaan Yuna supaya wanita itu menyerahkan bukti kejahatan Yeno secepat mungkin. "Maafkan aku ... " Suara Arya terdengar serak saat meminta maaf padaku. "Yuna pasti akan sangat panik dan ketakutan kalau Yeno menyakitinya. Saat itu, dia nggak punya pilihan lain selain percaya dan bergantung padaku. Cuma ini satu-satunya cara supaya dia mau menyerahkan bukti-bukti yang kita perlukan." Setelah mengatakan itu, Arya berbalik dan pergi.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.