NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Misteri KematiankuMisteri Kematianku
Oleh: NovelRead

Bab 442

"Tepatnya, tiga belas hari dan delapan jam," kata Davin sambil mendengus, mengoreksi jawaban Arya. Arya menggertakkan gigi kesal. Kalau bisa, dia pasti sudah menghajar Davin saat itu juga. Aku mengangguk, tetapi tidak bisa memungkiri bahwa keterkejutanku belum pulih. "Aku tidur selama itu? Apa kata dokter?" "Dokter bilang nggak diketahui penyebab pastinya. Bisa jadi karena ketakutan berlebihan atau gegar otak," jawab Clara sambil memeluk tanganku lebih erat. Kemudian, dia berkata dengan gemetar. "Kamu membuatku takut, Shani." Aku masih linglung dan tubuhku seperti mati rasa seolah tidak bisa kukendalikan sepenuhnya. Sepertinya tidak mungkin aku tertidur selama itu karena ketakutan berlebihan, apalagi karena gegar otak … Ketika aku sibuk bertanya-tanya dalam hati, pandangan Davin mendarat ke arahku. Ada sedikit kewaspadaan dan ketakutan di sorot matanya. Kenapa? Apa yang dia takutkan? Yang jelas, aku yakin dia bukan takut aku tidak akan bangun lagi. Kalau tebakanku benar, dia takut aku tidak mengenalinya lagi setelah membuka mata. Suamiku ini khawatir aku akan kehilangan ingatan lagi. Dasar, si bodoh ini ... suka sekali berpikir yang tidak-tidak. Sebenarnya, seberapa dalam ketakutannya melihatku jatuh cinta lagi pada Arya? "Davin, kepalaku pusing," kataku pelan sambil mengadu padanya. Kata orang, menunjukkan sisi lemah kepada pasangan bisa meningkatkan kebahagiaan dan menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. "Sini, biar kupijat." Davin menarikku ke dalam dekapannya, lalu memijat pelipisku di depan Arya. "Dasar modus." Clara mendengus, menyindir kami dengan nada cemburu. "Shani, bukannya aku satu-satunya belahan jiwamu? Katanya kamu mau hidup bersamaku?" Aku menoleh ke arah Clara dengan tatapan penuh arti, lalu tersenyum. "Kamu nggak sama Ben?" Clara terkekeh, tampak semringah mendengar nama pria itu. "Dia sibuk sekarang ... " Aku tersenyum lagi. Entah apa senyumku terlihat kaku atau tidak. Yang jelas, aku merasa tubuhku tidak sepenuhnya bisa kukendalikan. Seolah mati rasa … Rasanya benar-benar nggak nyaman. "Lalu, apa yang terjadi?" Apa aku pingsan setelah semuanya selesai? "Aku datang bersama polisi untuk mencari kalian, tetapi … " Arya maju dengan raut wajah khawatir, berusaha menunjukkan kepeduliannya sambil menjelaskan padaku. Akan tetapi, Davin mendengus, lalu memotong penjelasannya. "Para polisi langsung menyergap reruntuhan gedung, kemudian mengamankan semua jenazah yang ada di sana. Anehnya, jenazah Tami dan Yudhi nggak ada." Aku tertegun sejenak sambil menatap mata Davin. "Jenazah orang-orang yang terbunuh di sana ada semua, kecuali Tami dan Yudhi. Oh ya ... kepala sekolah dari sekolah luar biasa itu masih hidup, tapi kondisi psikisnya parah. Polisi juga menanyai dia, tapi hasilnya nihil." Aku terdiam, mencerna semua informasi ini sambil mengerutkan kening. Jenazah Tami dan Yudhi hilang … "Yoga mana?" Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Yesa dan Ben tidak bisa datang karena harus menindaklanjuti kasus ini, tetapi kenapa Yoga tidak datang? "Dia sekolah. Sebentar lagi ada ujian masuk universitas," Davin menjelaskan. Aku membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, tetapi memutuskan untuk menelan kembali kata-kataku. Pada akhirnya, aku bertanya, "Kalau Zane?" "Dia masih di rumah sakit. Lukanya parah, jadi harus dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang inap biasa sebelum diizinkan pulang." Arya cepat-cepat menjawab sebelum Davin menjelaskan. Dasar, orang ini benar-benar tidak bisa akur dengan Davin. Sebagai tanggapan, Davin hanya menggeleng malas. "Syukurlah ... " Aku mengangguk. Yang penting Zane masih hidup. "Setelah permainan bertahan hidup yang konyol ini, pelaku utama kasus pembunuhan berantai seharusnya nggak akan bertindak lagi, 'kan ... " tanya Clara, raut wajahnya sarat akan ketakutan dan trauma. "Kalian masih ingat rencana pelaku untuk membasmi orang-orang yang terlibat dulu? Sekarang, dari nama-nama yang ada di daftar itu, yang masih hidup hanya Yuna dan Zane. Zane selamat dari kematian dan kesalahannya nggak sampai membuat dia pantas mati. Kalau tebakanku benar ... hanya Yuna yang masih diincar, tapi Yuna masih berguna," kataku sambil menoleh ke arah Arya. Arya menunduk, berusaha menyembunyikan kecemasannya. Kemudian, dia berkata pelan, "Shani ... Yuna adalah bawahan Yeno dan Yeno itu sangat licik, dia sangat berhati-hati. Kita nggak punya pilihan selain membiarkan mereka dulu untuk menghilangkan kecurigaan, baru kita bisa menggali rahasia dan petunjuk lebih lanjut." Aku terkekeh dingin. "Tergantung Yeno mau membiarkan Yuna hidup atau membunuhnya." Permainan bertahan hidup ini sudah telanjur menarik perhatian banyak orang. Pasti Yeno sekarang sedang dalam keadaan terjepit … Kalau dugaanku benar, dia akan mulai menyaring orang dalamnya sendiri.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.