Bab 435
"Ada apa? Kamu iba padanya?" Aku menghadap ke arah Arya. Sambil menatapnya, aku bertanya dengan ekspresi serius, "Kamu tahu, apa bedanya kamu dengan Davin?"
Mendengar pertanyaanku, ekspresi Arya berubah muram. Genggaman tangannya di lengan pakaianku terasa makin kuat.
"Kamu salah paham. Aku cuma nggak mau kalau kamu sampai … " Dia tidak ingin aku sampai membunuh orang.
Aku memahami pikirannya, tetapi dia tidak bisa memahamiku.
Perbedaan di antara mereka adalah Davin akan selalu mendukung keputusanku tanpa ragu. Kalau aku menjadi iblis, dia akan menjadi iblis. Kalau aku menjadi malaikat, dia akan menjadi malaikat.
Aku baik, dia baik. Aku kejam, dia pun mendukungku untuk menjadi kejam.
Davin sangat memahami karakterku. Dia yakin bahwa aku tidak akan sampai melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Paling tidak, aku masih punya batasan moral yang membatasi tindakanku.
"Jangan lupa, tempat ini adalah arena pembunuhan. Kalau aku menghabisi nyawanya, nggak akan ada yang tahu." Sambil menyeringai, aku sengaja menantang Arya dengan nada meremehkan, "Kamu nggak mungkin melaporkanku ke polisi, 'kan?"
Arya yang panik langsung meraih pergelangan tanganku untuk menghentikan rencanaku. "Shani, kamu nggak boleh melakukannya."
"Rasa keadilanmu sungguh mengerikan." Setelah mencibir, aku melepaskan genggaman tangan Arya dan beranjak menghampiri Yuna. Tanpa ragu aku menginjak lehernya.
Di bawah cahaya obor yang temaram, aku berkata pada Yuna dengan nada mengintimidasi, "Sebaiknya kamu cepat memberitahukan apa rahasiamu itu."
Sekujur tubuh Yuna gemetar karena rasa takut dan sakit yang mendera.
Aku pun makin menginjak lehernya. Dia seharusnya tahu, mengakhiri hidupnya adalah perkara sepele bagiku.
Dia tidak seberani itu. Namun, sudah di ambang kematian pun, dia masih saja bersikeras untuk bungkam. Situasi ini hanya mengonfirmasi kesimpulanku. Kemungkinan besar, kekuatan dan pengaruh Yeno memang melebihiku.
Yeno tampaknya punya kemampuan untuk membuat seseorang benar-benar menderita.
"Yuna, ini adalah satu-satunya pilihanmu. Cuma dengan mematuhi kata-kataku, nyawamu akan selamat." Aku menjauhkan kakiku dari lehernya. Setelah berjongkok di sebelahnya, aku menjambak rambutnya dengan kuat. "Nggak masalah kalau kamu nggak mau cerita. Tapi, pikirkanlah. Menurutmu, setelah kita pergi dari sini, apa Yeno masih memercayaimu? Dia selalu curiga pada orang lain. Cuma dengan sedikit provokasi dariku, dia akan membuatmu menderita. Kenapa kita nggak bekerja sama saja?"
Tubuh Yuna bergetar karena rasa permusuhannya yang besar terhadapku. Sambil menatapku tajam, dia bertanya, "Apa kamu nggak takut aku akan menghabisi nyawamu begitu aku keluar dari tempat ini … "
"Kalau kamu bisa melakukannya, lakukan saja … " Aku langsung menantangnya.
"Shani sangat kuat, tapi dia tetap saja tewas, nggak ada bedanya sama kamu." Yuna menatapku dengan tatapan sarat dengan kebencian.
Keberaniannya masih cukup besar.
Tanganku seketika menyentuh luka di perutnya. Kemudian, jari-jariku perlahan menusuk lukanya.
"Ah!" Suara jeritan Yuna terdengar menggema di tangga darurat.
Ekspresiku tetap tak berubah, sementara Yuna menatapku seakan-akan melihat hantu.
"Arya, kumohon tolong aku," teriak Yuna meminta pertolongan.
Tatapan Arya padaku memancarkan berbagai emosi yang saling bertentangan. Dia beranjak dengan niat untuk menahan tindakanku. Namun, saat ini hidup Yuna sepenuhnya bergantung pada keputusanku.
"Aku akan memberitahumu! Aku akan memberitahumu!" Tentu saja, Yuna tidak akan sanggup menahan sakit.
Aku pun menarik tanganku kembali dan mengibaskan darah yang menempel dengan ekspresi jijik. "Cepat beri tahu informasi yang ingin aku dengar."
Kalau tidak, jangan harap aku akan mengampuninya!
"Apa kamu nggak khawatir Arya akan mendengarnya?" ujar Yuna yang tergeletak lemah di lantai sambil menatap Arya. "Seandainya rahasiaku ini mengungkapkan kalau kamu bukan Shani, kamu akan kesulitan untuk menutupinya lagi."
"Kamu terlalu banyak omong." Aku langsung menamparnya tanpa menunjukkan rasa ampun.
Tangis Yuna langsung pecah dengan histeris. Dalam posisi tergeletak di lantai, dia terisak-isak saat berbicara.
"Arya, apa kamu nggak penasaran kenapa Sanny sangat mirip dengan Shani, kenapa dia bisa berpura-pura menjadi Shani dengan baik? Bahkan, orang genius macam kamu dan Vincent nggak menyadari tipuannya dan malah dengan gembira menerimanya."
Tangisan Yuna terdengar histeris ketika dia mengeluh kepada Arya, "Alasannya karena Sanny dan Shani berasal dari kloning embrio dengan gen yang sama. Kedua embrio itu ditanam ke rahim ibu yang berbeda. Sanny dan Shani adalah subjek eksperimen sindikat rekayasa genetik. Mereka berdua sebenarnya adalah manusia kloning!"
Ketika Yuna menyelesaikan kata-katanya, Arya tanpa sadar melangkah mundur. Kebenaran ini membuatnya nyaris limbung. Dia pun buru-buru memegang dinding untuk menstabilkan tubuhnya.
Subjek eksperimen kloning genetik ...
"Yeno sangat berhati-hati dengan masalah ini, jadi aku nggak bisa menggali lebih banyak informasi." Yuna menatapku dengan berlinang air mata. "Aku nggak sengaja mengetahuinya saat menguping percakapannya di telepon. Mereka menggunakan embrio manusia untuk eksperimen genetik. Tanpa sepengetahuan siapa pun, mereka melakukan eksperimen kloning. Pada mulanya, tujuan eksperimen itu cuma untuk transplantasi organ bagi orang kaya. Tapi, setelah itu tujuannya menjadi kurang jelas. Aku nggak bisa menebak penelitian rahasia apa yang mereka lakukan."
Tangis Yuna masih berlanjut hingga dia hampir kehabisan napas. Dia berkata sambil sesenggukan, "Sanny, kamu bukan benar-benar manusia, sama halnya dengan Shani. Kamu cuma hasil percobaan. Proses kloning kalian belum sempurna. Kemungkinan besar, masih ada banyak orang lain yang secara genetik identik denganmu. Itu karena kalian cuma embrio yang ditaruh ke dalam rahim ibu yang berbeda."
Informasi ini merupakan suatu fakta yang mengerikan.
Pernyataannya menyiratkan bahwa ada banyak Shani-Shani yang lain.
Ada banyak sekali versi diriku.
Mereka mungkin berada di tempat-tempat yang tidak terjangkau olehku.
Bisa jadi, mereka juga menguasai bidang tertentu yang aku tidak tahu.
Kloning embrio akan tumbuh berdasarkan lingkungannya, sesuai dengan kebiasaan hidup atau bagaimana kondisi embrio di dalam rahim ibu. Penampilan Sanny dan Shani mungkin sama persis. Namun, kami tidak benar-benar identik karena kepribadian kami sangat berbeda, tergantung bagaimana kami dididik.