NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Selena tertegun. Meskipun sudah berkali-kali kecewa terhadap Niko, tetap harus diakui kata-kata dingin dari Niko masih membuat hatinya terasa sakit seperti ditusuk jarum. Selena menurunkan pandangannya, senyum di wajahnya lenyap. "Ya, baik." Niko mengira akan mendengar pertanyaan tajam dari Selena, tidak menyangka akan begitu patuh. Karena respons itu, dia baru menatap Selena dengan sungguh-sungguh. Dia menyadari, apa yang dikatakan Susan benar, Selena memang jauh lebih kurus belakangan ini. Mungkin muntah semalam memang karena sedang sakit, bukan karena cemburu terhadap Susan. Niko mengatupkan bibirnya sesaat, suaranya sedikit melunak saat berkata, "Bu Susan sudah menjalankan tugasmu sebagai sekretaris dengan baik. Tugasmu sekarang adalah mengurus Simon." "Hubunganku dengannya sudah sering kujelaskan sama kamu. Selena, jangan terus buat keributan. Jangan buat aku menyesal sudah pilih kamu menjadi istriku." Menyesal? Selena memang menyesal. Menyesal telah meninggalkan bisnis keluarganya demi menjadi istri Niko yang tidak berarti. Dia berasal dari Keluarga Zamira yang terhormat. Bukankah lebih baik kembali menjadi putri kesayangan pemilik Grup Zamira? Selena menutup mata, lalu mengeluarkan surat pengunduran dirinya. Dengan nada sopan dan berjarak, dia berkata, "Pak Niko, kalau begitu tolong disetujui permohonan ini. Mulai besok, saya resmi mengundurkan diri." Begitu selesai bicara, dia berbalik hendak pergi, tetapi ketika sampai di depan pintu, lengannya ditarik oleh Niko. "Selena?" Niko tampak terkejut, seakan tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Saat satu tangannya masih memegang surat pengunduran itu, tangan satu lagi refleks menarik lengan Selena. Setelah membaca isi dan melihat tanda tangan di atas surat tersebut, wajah Niko semakin gelap, menahan amarah yang telah mulai meluap-luap. "Kamu sedang marah?" "Aku kira kamu hari ini datang untuk berdamai, ternyata malah makin menjadi-jadi?" "Nggak, Pak Niko. Anda bilang Grup Astron nggak butuh saya, dan kebetulan saya juga berpikir demikian." Selena tetap menunduk, bulu matanya bergetar sedikit. "Sepuluh tahun berlalu, Grup Astron bukan lagi Grup Astron yang dulu. Karena semua orang lebih menyukai Bu Susan, daripada aku terus menggantung jabatan sekretaris ini dan menerima gaji tanpa bekerja, lebih baik aku mundur dan menyerahkan posisi ini kepada yang layak." Niko tertawa dingin, sorot matanya tajam seperti pisau. Dia seakan-akan mengerti maksud di balik alasan Selena itu. "Nggak perlu bawa-bawa soal sepuluh tahun. Aku tahu, Grup Astron nggak akan sebesar ini tanpa kamu. Kamu dulu memang karyawan hebat, tapi Selena, sejak kamu melahirkan, kamu nggak lagi menyentuh urusan perusahaan. Aku hanya sedang memaklumi situasimu." "Kamu hanya perlu mengurus anak di rumah, dan kamu akan selalu menjadi istri pemilik Grup Astron." "Hal sesederhana itu saja nggak bisa kamu lakukan. Sekarang kamu bicara soal mundur dan menyerahkan posisi, bukankah ini hanya akan buat Susan jadi sasaran cibiran orang-orang? Selena, aku terlalu mengenalmu. Kamu memang licik, tapi jadi orang jangan terlalu jahat." "Kejadian semalam, sampai sekarang apa kamu sudah minta maaf sama Susan?" Minta maaf? Haruskan dia meminta maaf pada orang yang telah merusak rumah tangganya? Bukankah justru Susan yang seharusnya berterima kasih padanya? Selena tiba-tiba tertawa, lalu menatap pria di hadapannya dengan rasa penasaran. "Ya, aku jahat. Kalau begitu, Pak Niko pernah berpikir untuk melepaskan saja?" Melepaskan yang dia maksud adalah bercerai. Mereka sudah sering bertengkar beberapa tahun terakhir ini, bahkan Selena berkali-kali mengusulkan untuk bercerai saja, tetapi selalu berakhir dengan pertengkaran yang tidak selesai. Niko tidak pernah setuju bercerai. Sekalipun dia berselingkuh, Selena tetap adalah wanitanya. "Putra Mahkota" dari Keluarga Horman di Kota Bellis memang seperti ini, sangat otoriter. Selena saat itu memang tidak benar-benar ingin bercerai, hanya ingin Niko lebih memperhatikannya, seperti yang dikatakan Niko, "Buat keributan untuk cari perhatian." Namun, Selena lelah dengan semua ini. Bercerai, menjalani hidup masing-masing, bukankah itu lebih baik? Bahkan soal anak, mereka bisa berbagi, masing-masing satu. Wajah Niko semakin gelap, genggamannya di lengan Selena semakin kuat, seolah ingin mematahkan lengannya. "Kesempatan terakhir, Selena. Kalau kamu terus lalai seperti ini, aku nggak keberatan mencarikan Simon ibu baru." "Simon sudah berkali-kali mengeluh padaku, katanya hidup bersamamu nggak ada kebahagiaan, nggak ada kebebasan." "Selena, kenapa kamu begitu gagal sebagai ibu dan istri?" Gagal. Selena memejamkan mata, menghela napas panjang. Ternyata begitu. Ternyata menunggu Niko pulang semalaman dan menyiapkan sup penawar alkohol untuknya, dianggap sebuah kegagalan. Ternyata berkali-kali mencuci jas mahal dengan tangan sendiri, hingga kedua tangannya lecet, ini juga sebuah kegagalan. Ternyata membimbing anak belajar Matematika Olimpiade tingkat dasar, membentuk calon pewaris sesuai standar Keluarga Horman, ini juga sebuah kegagalan. Keluarga ini, memang tidak lagi menyisakan tempat untuknya. "Maaf, Pak Niko." Selena dengan tulus meminta maaf. Seorang yang gagal, memang seharusnya mundur dari panggung. Tangan Selena yang satu lagi masuk ke saku, mengetuk layar ponsel. Hitung mundur dimulai, tersisa empat belas hari. Begitu semua urusan selesai diatur, dia akan menghilang sepenuhnya, tidak akan membuat Niko merasa jengkel lagi sedikit pun. Sikap Selena seketika membuat Niko terdiam. Niko masih ingin bicara, tetapi Selena tidak memberinya kesempatan. Dia sudah berbalik, keluar dari ruangan. Langkahnya begitu cepat dan tegas. Niko sempat mencoba meraih lengannya, tetapi tidak berhasil. Mendadak, rasa sakit menjalar di hati Niko, bahkan muncul rasa gelisah yang kian lama kian membesar. Niko mengernyit, menatap arah kepergian Selena. Ada perasaan seperti sesuatu yang sangat penting sedang menjauh darinya. Keluar dari gedung, Selena menelepon sahabat lamanya, Vivi Lunardi. Disebut sahabat, tetapi mereka sudah enam atau tujuh tahun tidak saling menghubungi. Vivi adalah desainer busana, pekerjaannya membuatnya sering terbang ke berbagai kota, menyesuaikan pakaian langsung di tubuh para model. Dunia modeling tidak kekurangan berbagai jenis model pria. Ketika pria dan wanita dewasa saling tertarik pada fisik, sangat mudah terjadi sesuatu di antara mereka. Singkatnya, Vivi gonta-ganti pacar dengan gampangnya seperti minum air. Niko sangat tidak menyukai hal itu, dan setelah Selena melahirkan, dia melarang istrinya berhubungan dengan Vivi, takut berpengaruh buruk pada Simon. Selena pun menurut. Enam tahun penuh, dia memutuskan hubungan dengan sahabat yang sudah dikenalnya sejak kecil. Saat mendapat telepon dari Selena, Vivi langsung marah-marah, [Ternyata kamu masih ingat aku! Selena, kupikir otakmu sudah rusak karena cinta! Sekarang akhirnya mau hubungi aku, kenapa? Sudah menyesal?] Selena tertawa kecil, lalu tidak bisa menahan air mata yang jatuh tanpa disadarinya. Dia tidak menangis saat dihina oleh Niko, tidak menangis saat dipermainkan oleh Susan. Bahkan ketika melihat anak yang dia kandung selama sembilan bulan memanggil wanita lain dengan sebutan "Mama", dia tetap tidak menangis. Hanya terhadap Vivi, Selena menangis penuh penyesalan. "Ya, aku menyesal." "Vivi, sekarang aku kembali, masih sempatkah?" Suara Selena yang begitu tulus membuat Vivi terdiam cukup lama. Saat berbicara lagi, suaranya pun ikut terdengar ada isak tangis. [Yang penting kamu sudah sadar. Dasar bodoh, kamu tahu nggak betapa capeknya aku bantu menjalankan studiomu selama ini?] [Orang-orang di dunia seni menunggu kamu kembali. Selena, jadi sekretaris hanya mengubur bakatmu. Kamu itu terlahir untuk menggambar, permata terakhir dari aliran impresionis. Selena, aku selalu menunggumu." "Maaf, Vivi. Maaf." Di tengah jalan, Selena berjongkok dan menangis. Dia memang seharusnya hidup dalam penuh kebanggaan. Dia terlahir di keluarga terhormat dan memiliki bakat luar biasa. Niko bahkan tidak tahu, Selena adalah lulusan seni rupa di Universitas Florano di Negara Lycan. Lukisan tugas akhir pertamanya langsung dipamerkan di pameran ternama di negara tersebut, mengguncang dunia seni. Setelah lulus, karya-karya yang dia tandatangani terjual di balai lelang dengan harga sepuluh digit. Selena yang seperti itu, demi "melatih diri", kembali ke tanah air dan mengambil pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan bidangnya. Belajar ulang manajemen administrasi, keuangan, dan tetap bisa melakukannya dengan baik. Dia telah meninggalkan dunia melukis selama sepuluh tahun. Akhirnya, hari ini dia memutuskan untuk kembali.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.