Bab 196
Teguh sedang bermain dengan ponselnya.
Tiba-tiba, Khoir menelepon. "Pak, Pak Teguh, cepat datang selamatkan, selamatkan ... selamatkan Pak Baskara, ahli bela diri dari Keluarga Yulianto terlalu kuat ... "
Ini adalah masalah besar!
Teguh terkejut dan segera melompat dari tempat tidur, bersiap-siap untuk kembali ke Kota Senggigi.
"Bocah kecil, mau pergi ke mana?"
Baru sampai di pintu.
Teguh sudah dihadang oleh Pak Walawi.
Kedua tangannya terlipat di belakang, tetapi kekuatan yang terpancar sangat kuat. "Aku sudah berjanji kepada Sarah untuk menjamin keamananmu, jadi selama periode yang dijanjikan itu ... "
"Lebih baik kamu nggak pergi ke mana-mana."
Setelah berbicara, Pak Tua Walawi menutup kedua matanya, memamerkan kehebatannya yang luar biasa.
Teguh mengerutkan kening.
Jelas sekali, situasi di pihak Khoir sangat mendesak.
Mungkin saja, Baskara Winoto sekarang sudah dalam bahaya.
Meskipun Teguh tidak menganggap Keluarga Winoto penting, tetapi Teguh tidak suka berhutang budi. Teguh ingat dengan sangat jelas, sebelumnya Kelly Winoto pernah memberikan pinjaman dua ratus miliar kepada Grup Jagaraga.
Kali ini, Keluarga Winoto terkena masalah, dia harus pergi.
"Pak Walawi ... "
Teguh langsung berkata, "Saya ada urusan yang sangat penting dan mendesak, saya harus pergi sekarang, tolong jangan halangi saya."
"Kamu harus pergi?" Pak Tua Walawi menatap Teguh dengan tatapan mata yang tajam dan berkilat-kilat.
Teguh menatap lurus ke arahnya. "Ya, saya harus pergi."
"Baik!"
Pak Tua Walawi dengan cepat menyetujui. "Selama kamu bisa bertahan dari tiga seranganku tanpa cedera, aku akan mengizinkan kamu pergi."
"Dengan begini ... "
"Sarah juga nggak akan menyalahkanku karena nggak memenuhi kewajiban."
"Bagaimana menurutmu?"
Pak Tua Walawi memiliki keangkuhan yang khas.
Kenapa juga harus tiga serangan ...
Teguh berkata dengan serius. "Kalau begitu, Pak Walawi, Anda harus berhati-hati ... "
Setelah itu, Teguh langsung melesat ke arah Pak Tua Walawi.
Bagaimanapun dia adalah guru dari Sarah Wijayanto, Teguh khawatir tidak sengaja melukainya, jadi Teguh dengan sengaja mengurangi kecepatan dan kekuatan jurus-jurusnya agar terlihat lebih normal.
Pak Tua Walawi bergeming dan tidak gentar, menunggu Teguh mendekat.
...
Detik berikutnya, Teguh tiba-tiba muncul di depan Pak Tua Walawi dan menampar dengan kuat.
Pak Tua Walawi tidak menghiraukan serangan tersebut dan juga menampar dengan telapak tangannya.
Kedua tinju mereka bertabrakan!
"Buk bak buk!"
Pak Tua Walawi awalnya cuek.
Tetapi ketika dia merasakan kekuatan besar yang datang dari atas, kekuatan yang tak terkalahkan dan tak tertandingi, dia terkejut dan langsung terhempas, menabrak pohon di kejauhan dan memuntahkan seteguk darah.
Sedangkan dirinya sendiri ...
Bahkan saking terkejutnya sampai tercengang.
Setelah bangkit berdiri dan mengelap darah segar di sudut bibirnya, dia menatap Teguh dengan ngeri. "Kamu, kamu ... kamu ahli bela diri?"
...
Meskipun dia hanya menggunakan tiga persepuluh kekuatannya dalam satu tamparan tadi.
...
Ketika dia menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dia juga mengumpulkan seluruh kekuatan tubuhnya dalam sekejap untuk melindungi dirinya sendiri, tetapi dia masih terhempas dan memuntahkan darah ...
Dengan kemampuan sehebat ini, apa lagi namanya kalau bukan ahli bela diri?
Tapi, Teguh ... masih begitu muda!
Sulit dipercaya.
Tidak masuk di akal.
Jika tidak terjadi pada dirinya sendiri, Pak Tua Walawi juga tidak akan percaya ini nyata!
"Sekarang saya sudah boleh pergi?" Teguh tidak menjawab pertanyaannya, tapi malah bertanya balik.
"Boleh." Pak Tua Walawi tergagap sebentar dan menjawab dengan getir.
"Hmm."
Teguh menjawab dengan cepat dan segera meninggalkan tempat tersebut.
Melihat bayang-bayang Teguh yang perlahan menghilang, Pak Tua Walawi tetap berdiri di tempatnya dengan perasaan campur aduk.
Dasar si Sarah ...
Ternyata dirinya diminta untuk melindungi seorang ahli bela diri!
Ini, ini, ini ...
Apa bedanya dengan menginjak-nginjak harga dirinya?
"Aduh ... "
"Sudah tua, sudah tua!"
"Ombak yang baru akan mendorong ombak yang sebelumnya, ombak yang datang kemudian akan lebih kuat dari ombak sebelumnya ..."
Pak Tua Walawi masuk ke dalam rumah dengan lesu, lalu menuangkan segelas anggur dan langsung meminumnya habis, sambil terus bergumam sendiri.
Di kediaman Keluarga Winoto.
Teguh tiba tidak lama kemudian.
Ketika dia masuk ke dalam, bau darah yang menusuk membuat kening Teguh berkerut.
"Sepertinya ... banyak korban jiwa."
Dia berjalan cepat ke dalam, sepanjang jalan penuh dengan mayat.
Ada yang kekurangan tangan dan kaki.
Ada yang sudah menjadi seonggok daging dan darah.
Ada yang kering seperti mayat kering ribuan tahun.
Ada lagi ...
Daging di tubuhnya terkoyak satu per satu, darah segar membasahi lantai.
Ini bukan lagi kediaman salah satu dari tiga keluarga besar Kota Senggigi. Ini jelas-jelas adalah neraka yang dibanjiri darah dan pembantaian.
Tidak lama kemudian, Teguh masuk ke dalam aula dan melihat Khoir dan Baskara Winoto.
"Pak, Pak, Pak Teguh, coba lihat dulu, lihat dulu Pak Baskara ... " kata Khoir ketika melihat Teguh. Darah segar keluar dari sudut mulutnya lagi, kemudian dia pingsan.
Tampak jelas, dia sudah mencapai batas maksimum untuk bisa bertahan sampai sekarang.
Sementara itu, Baskara sudah menutup matanya dari tadi.
Dia adalah seorang manusia biasa dan sudah berusia tujuh puluh delapan tahun. Jika dia tidak meninggal karena ditampar oleh Samang Yulianto, maka hal itu bisa dianggap sebagai keberuntungan di tengah-tengah kesialan.
Teguh memeriksa kondisi cedera Baskara.
Masih hidup.
Pihak lain mungkin hanya ingin menyiksa Baskara, dengan sengaja meninggalkan sedikit untaian energi di dalam tubuh Baskara.
Selama untaian energi ini tidak disingkirkan, bahkan jika luka-luka tubuh disembuhkan, energi ini masih akan menghancurkan organ-organ vital dalam tubuh, dan hidup akan terasa lebih buruk daripada mati.
Teguh terlebih dahulu memapah Baskara, membantunya menghancurkan energi dalam tubuh yang ditinggalkan oleh Samang, dan kemudian membaringkan Baskara di kursi untuk beristirahat.
Kemudian Teguh menusuk jarum ke Khoir, pertolongan pertama untuk membantu melindungi nadi jantungnya.
Sedangkan untuk luka di lengannya ...
Yang satu ini harus melalui proses yang panjang, tidak akan membaik untuk sementara waktu.
"Pak, Pak Teguh ... "
Tepat ketika Teguh baru saja selesai melakukan semuanya, Baskara yang berada di kursi terbangun. "Kalau bukan karena kamu kali ini, tubuhku yang sudah tua ini mungkin ... "
Teguh tidak mengatakan apa-apa dan langsung bertanya, "Apa sebenarnya yang terjadi?"
Baskara bercerita dengan perlahan-lahan, "Awalnya, saya mendengar bahwa Xeno dirawat di Rumah Sakit Pertama, jadi saya memerintahkan kepala pelayan untuk pergi menyampaikan simpati kami, dan ... "
"Sekalian lihat apakah ada kemungkinan untuk berdamai."
"Tidak ada yang menyangka ... "
Baskara memasang senyum getir, "Yogi begitu kejam. Dia tidak hanya membunuh Daus di tempat, tetapi juga mengejar sampai ke kediaman Keluarga Winoto ... "
...
Berbicara sampai di sini, Baskara terlihat sedikit takut dan serius. "Pak Teguh, ahli yang dikirim oleh Keluarga Yulianto ini memang sangat hebat."
"Orang ini ... tidak seperti manusia!"
"Tubuhnya dipenuhi rambut, seperti seekor monyet hidup yang seluruh kulitnya tertutup, tapi kekuatannya jauh melebihi dugaan."
"Hanya dengan satu gerakan, dia berhasil mengalahkan Khoir sampai seperti ini."
Baskara menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tampaknya, Samang telah menghancurkan keberaniannya.
"Tidak sopan, datang dan pergi begitu saja!"
Teguh mengerutkan keningnya dan suaranya juga terdengar agak dingin. "Keluarga Yulianto memberikan saya hadiah yang begitu besar ... "
"Kalau aku tidak membalas hadiah mereka, bukankah aku akan terkesan terlalu pelit?"
Baskara hanya bisa terdiam menatap.
Dia menatap Teguh dengan lekat-lekat dan bertanya dengan rasa ingin tahu. "Hadiah apa?"
Teguh menaikkan sudut bibirnya membentuk seulas senyum dingin dan mengucapkan beberapa kata. "Kepala manusia monyet itu!"