Bab 1680 Kau Memang Sampah
Saat ini Jehan tampak berdiri di tengah aula, wajahnya sangat tertekan. Ansel dan Benoit menangkan perubahan yang terjadi pada wajahnya dan akhirnya keduanya mulai berjalan mendekatinya. Tentunya mereka dapat menebak apa sebenarnya yang terjadi jika dilihat dari ekspresi wajah Jehan.
"Di mana Olympias?" tanya Ansel.
“Ayah, wanita itu tidak mau ikut denganku,” jawab Jehan dengan cepat.
“Saya berusaha keras untuk mengundangnya. Tapi wanita tidak hanya bersembunyi di balik pintu yang tertutup dan menolak untuk menemuiku, bukan hanya itu dia juga meminta orang-orang dari Istana Kerajaan untuk memukulku. Orang-orang itu sungguh barbar, Ayah. Mereka bahkan telah berani menyakitiku. Kau harus segera mengumpulkan sekelompok orang untukku. Aku berniat untuk segera menghancurkan organisasi itu.”
Jehan selalu bersikap angkuh sejak dia masih kecil. Dia belum pernah mengalami kekalahan sebesar itu? Untuk itu dia langsung rajuk kepada sang ayah setelah dia bertemu dengannya. Menggertakkan giginya dengan keras ketika dia berbicara tentang Istana Kerajaan, yang dia benci hingga sampai ke intinya.
"Jadi, kau tidak mengundangnya untuk kembali bersamamu?" Ansel bertanya, sambil mengerutkan keningnya.
"Ayah, aku sudah memberitahumu bahwa wanita itu tidak tahu apa yang baik untuknya, dia..."
"Kau memang sampah!" Sebelum Jehan bisa menyelesaikan ucapannya, Ansel menendangnya ke atas tanah dengan ganas.
Jehan tampak bereaksi seolah-olah dia baru saja menerima pukulan yang mencambuk dirinya, jelas dia merasa tercengang. “Ayah, aku...”
“Dasar bajingan! Kau tidak mampu menyelesaikan tugas yang begitu sederhana! Apakah kau sadar betapa fantastisnya kesempatan yang kau dapatkan?” jawab Ansel, dengan perasaan jengkel.
“Sejak kau masih kecil, kau memang sombong dan sangat mendominasi. Kau sangat menyadari bahwa Kakekmu telah memiliki kesan yang buruk tentangmu selama ini. Harapan terakhirnya adalah untuk melihat Olympias sebelum akhirnya dia meninggal, saat ini dia sedang sakit parah.
“Aku hanya ingin kau memanfaatkan kesempatan terakhir untuk membuat kesan yang baik kepada kakekmu. Jadi, aku memberimu satu kesempatan lagi dan percaya padamu jika kau akan menemukannya untukku. Sebaliknya, ku harap kau tidak akan mengacaukan segalanya untukku?”
"Katakan padaku, apakah kau melakukan hal yang sama seperti sebelumnya?" Ansel bertanya sambil menariknya napas dalam-dalam. "Alih-alih mengundangnya, kau malah pergi ke sana untuk menangkapnya?"
Jehan menjawab, “Ayah, itu benar-benar bukan salahku. Gadis itu memang tidak tahu apa sebenarnya yang terbaik untuknya.”
"Sampah! Sampah!”
Ansel mulai mengeluarkan cambuk dan mendaratkan beberapa pukulan ke tubuh Jehan tanpa henti. Ketika Jehan dipukuli, dia terus berguling-guling di tanah dan menjerit kesakitan.
Benoit, yang ada di sebelahnya, sudah merasa tidak tahan lagi. Dia bergegas untuk merebut cambuk dari genggaman Ansel.
"Pergi ke kamarmu sekarang juga!" seru Ansel. “Kau akan dihukum selama dua minggu ke depan! Kau ini memang bajingan! Kau benar-benar membuatku kesal!”
Ansel adalah seorang pria yang memiliki sikap yang kasar. Kepribadian putranya yang mendominasi dan arogan sebagian besar memang diwariskan langsung darinya. Tapi sekarang setelah usianya menginjak dewasa, Ansel mulai belajar mengendalikan diri. Namun, sampai dengan saat ini dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya, dan dia adalah tipe pria yang sangat terbuka saat dia mengutarakan apa pun yang ada di dalam pikirannya.
Saat ini Jehan merasa takut pada ayahnya. Dia tidak berani melanggar perintah yang diberikan oleh Ansel, jadi dia segera memutuskan untuk pergi ke kamarnya dengan patuh.
Wajah Ansel tampak hancur lebam setelah Jehan pergi meninggalkannya. Dia terus bergerak kesana kemari dengan perasaan gelisah. Butuh waktu lama baginya untuk dapat kembali tenang.
“Ayah telah memandang Jehan dengan cara yang negatif. Sebelumnya dia juga telah memukulnya di depan seluruh klan keluarga pada beberapa kesempatan. Sudah tiba saatnya. Langkah selanjutnya yang harus dia lakukan adalah memilih pemimpin yang baru bagiku.”
"Saudaraku, posisi patriarki ini adalah milikmu," Benoit buru-buru meyakinkan Ansel di tengah ucapannya. "Kau adalah putra tertua dan pria yang paling berkuasa di dalam keluarga White. Kau juga telah mendapat dukungan dari para tetua. Tidak mungkin rasanya jika Ayah tidak akan mewarisi gelar pemimpin itu padamu.”
“Sebelumnya aku pernah berpikir begitu, tapi kesan Ayah terhadap Jehan sangatlah buruk,” ucap Ansel dengan ekspresi wajahnya yang sedih.
“Aku sangat khawatir jika itu akan berdampak juga padaku. Ayah ingin melihat Olympias untuk terakhir kalinya sebelum dia meninggal. Aku segera mencari tahu keberadaan Olympias dan mengirim orang untuk melakukan tugas sehingga dia dapat berkontribusi sesuatu untuk keluarga ini, tetapi aku tidak pernah berharap jika anak ini gagal dalam menjalankan misi yang sepele seperti itu.”
“Kesalahan ini bukan sepenuhnya ada pada Jehan,” terang Benoit. “Insiden yang melibatkan ayah Olympias memang memiliki dampak yang sangat luas pada seluruh keluarga saat itu. Dia mungkin berharap untuk tidak kembali ke rumah jika mengingat apa yang pernah menimpa pada keluarganya sebelumnya. Masalah ini mungkin telah berlalu, tetapi rasanya sulit untuk menguraikan beberapa dari kejadian yang saling berkaitan.”
“Kabar mengenai keberadaan Olympias yang ada di Pulau Komodo kini sudah menyebar ke seluruh keluarga,” ucap Ansel. "Apakah kau sudah mendapatkan kabar dari Jules?"
“Kemaren, Jules masih bersikap sama seperti biasanya,” ucap Benoit. Dia pergi ke Menara Regis setiap hari, tetapi lelaki tua itu tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Jadi, dia melakukan semua itu tanpa alasan yang jelas."
"Orang itu munafik!" Ansel tidak bisa menahan mulutnya untuk mengutuk, “Jules adalah ular berbisa! Pria munafik.”
Benoit mengangguk tanda setuju, “Aku setuju. Rencana dari Saudara Keempat terlihat sangat dalam. Dia tidak terlalu peduli dengan lelaki tua itu, dia hanya bertindak seolah-olah dia telah melakukannya. Tapi Ansel, kau tidak usah terlalu khawatir. Jules tidak sebanding denganmu dalam hal posisi patriarki, terlepas dari identitas atau kekuatan yang dimilikinya.”
"Jangan meremehkan orang ini," ucap Ansel setelah menarik napasnya dalam-dalam. "Tampaknya dia telah mengabaikan semua yang terjadi di luar sana selama bertahun-tahun, tetapi apakah kau tahu bahwa secara diam-diam dia telah merangkul banyak orang?"
“Cukup sulit untuk berurusan dengan Ettore yang selalu berada di sisinya. Konon kabarnya, secara diam-diam Ettore telah melatih sekelompok orang, dan masing-masing dari mereka adalah prajurit kelas satu. Beberapa kerabat keluarga, serta beberapa anggota Dewan Tetua, juga ikut mendukung Jules sebagai penerus tampuk kepemimpinan.”
“Sekarang waktunya cukup kritis. Jika lelaki tua itu memiliki rencana yang salah dan memilih Jules, maka garis keturunan kita akan hancur.”
“Ini tidak mungkin,” seru Benoit. “Ayah tidak akan bisa melakukan hal itu kecuali dia dalam keadaan bingung. Jika dia memilih Jules sebagai pimpinan yang baru, maka Grand Elder akan menjadi orang pertama yang melompat keluar dan menentangnya.”
“Apa gunanya menjadi orang yang bertentangan dengannya? Kebiasaan yang dilakukan oleh seorang pemimpin keluarga White adalah mewarisi tahta yang tentunya telah ditentukan langsung oleh pemimpin sebelumnya,” ucap Ansel sambil meringis. "Meskipun dewan memiliki hak untuk dapat menyuarakan pendapat mereka, namun perlu diingat bahwa keluarga White selalu berada dalam lingkaran kediktatoran yang sangat kuat!"
Benoit terdiam sesaat.
"Tuan Ansel dan Tuan Benoit, sesuatu yang buruk telah terjadi!" Seorang pelayan keluarga White bergegas masuk ke dalam kamar dengan langkah yang sangat tergesa-gesa.
"Apa yang terjadi?" Keduanya saling menatap pelayan secara bersamaan.
“Aku baru saja menerima kabar bahwa Tuan Jules akan segera pergi,” pelayan itu kembali menjelaskan.
“Seharusnya dia sudah pergi ke Pulau Komodo.”
"Apa?" Hati Ansel dan Benoit langsung merasa ciut.
"Benar saja, akhirnya dia memutuskan untuk menyerang!"
“Saat itu, Jules merasa dekat dengan keluarga dari saudara laki-laki keduanya,” jelas Benoit. “Jehan tidak dapat mengundang Olympias kembali kedalam keluarga White. Aku khawatir situasinya akan sangat menguntungkan Jules jika dia berhasil dalam menjalankan misi ini.”
“Ketika dia mengundang Olympias untuk kembali, keinginan dari lelaki tua itu akan segera menjadi kenyataan. Segalanya akan berubah menjadi rumit.”
“Aku yang pertama mendengar kabar dari Olympias di Pulau Komodo,” gerutu Ansel. “Lalu, mengapa dia yang harus mendapatkan untung dari usahaku? Mari kita pergi. Kita harus segera menemukannya.”