NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Cinta yang TerlupakanCinta yang Terlupakan
Oleh: NovelRead

Bab 3

Saat siuman, hari sudah berganti. Alika membuka matanya perlahan. Aroma disinfektan langsung menyeruak memenuhi hidungnya. "Nyonya! Akhirnya Nyonya siuman juga!" Bu Linda bergegas menghampiri ranjang, kedua matanya sudah memerah. Tangan kasarnya menggenggam erat jari-jari Alika yang masih dingin. "Nyonya membuatku takut setengah mati!" "Aku ... " Suara Alika terdengar serak saat berkata, "Kok ... aku bisa selamat?" Bu Linda kembali menangis. "Ada dokter baik yang nggak tega melihat kondisi Nyonya. Dia diam-diam mengobatimu. Katanya, kalau dia telat sepuluh menit saja, Nyonya bisa nggak selamat." Bu Linda terisak saat bercerita, "Nyonya, aku sudah bilang ke Tuan Vino kalau Nyonya memang digigit ular, tapi dia bilang kalau Nyonya cuma pura-pura sakit. Tuan Fian bahkan nggak mau menemuiku. Kalau Tuan Arya, dia bilang ... kamu pantas mengalaminya." Bu Linda mengusap air mata, suaranya makin gemetar saat berkata, "Tuan Randi yang paling keterlaluan. Aku sudah berlutut memohon padanya supaya menjenguk Nyonya. Tapi dia malah bilang ... makin lama Nyonya makin nggak masuk akal. Bahkan menuduhku ikut bersekongkol dengan Nyonya untuk menipunya." "Nyonya ... " Bu Linda tiba-tiba menggenggam erat tangan Alika. Telapak tangannya memang kasar, tapi terasa hangat. "Selama ini Nyonya terlalu baik pada mereka. Tahun lalu, saat Tuan Vino pulang dari makan malam jam tiga dini hari, Nyonya yang pakai baju tipis rela membuatkan sup pengar di dapur. Pada akhirnya, Nyonya malah kedinginan sampai jatuh sakit." "Waktu perusahaan Tuan Fian kekurangan dana, Nyonya juga diam-diam menjual gelang peninggalan Nenek untuk membantunya." "Saat Tuan Arya demam tinggi nggak kunjung reda, Nyonya juga rela tiga hari nggak tidur demi menjaganya. Lalu ujung-ujungnya Nyonya juga ikut sakit." Suara Bu Linda makin lama makin gemetar penuh emosi saat berkata, "Belum lagi Tuan Randi! Ibunya sendiri saja nggak tahu apa merek dasi dan kopi kesukaannya, tapi Nyonya ... Nyonya tahu dan selalu ingat." "Tapi sekarang, mereka malah sibuk mengurusi Nona Fania yang pernah kabur meninggalkan Tuan Randi saat acara pernikahan. Nona Fania sudah merundung Nyonya sejak kecil, tapi malah disayang semua orang. Kenapa dunia nggak adil ... " Alika mendengarkan dalam diam. Hatinya seperti diremas tangan tak kasatmata. Air mata perlahan menetes dari sudut matanya, jatuh membasahi bantal putih. Rasa sakit ini ribuan kali lebih menyakitkan daripada digigit ular berbisa. Namun, tidak apa-apa. Setelah ini, semuanya akan berakhir. Sebentar lagi dia akan pergi ke pulau tidak berpenghuni. Di sana dia tidak perlu jadi pengganti siapa pun, tidak ada kepura-puraan, dan tidak ada lagi ... Mereka. Alika berada di rumah sakit selama dua hari sebelum akhirnya boleh pulang. Begitu membuka pintu rumah, lagu ulang tahun serta tawa riang langsung menyambutnya. Ruang tamu terlihat ramai dan dipenuhi aroma parfum. Suara gelas saling berdenting juga ikut terdengar. Di bawah lampu kristal, ada banyak tamu dari kalangan atas sedang mengangkat gelas dan bersulang. Randi bersama tiga orang Kakak Alika, berdiri di samping Fania untuk merayakan ulang tahun wanita itu. Fania memakai gaun, dia tersenyum manis dan sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit. Saat melihat Alika pulang, senyum mereka membeku seketika. "Katanya kamu nyaris mati?" Vino mengatakannya sambil menatap dingin Alika. Sorot mata di balik kacamata berbingkai emas itu terlihat setajam pisau. "Buktinya sekarang kamu baik-baik saja?" Fian mengerutkan kening, dia memegang gelas anggurnya sambil memasang ekspresi dingin. "Umur Fania nggak lama lagi, apa kamu nggak bisa pengertian sedikit?" Arya memainkan jam tangannya, nada bicaranya terdengar tidak sabar, "Lain kali nggak usah banyak drama kebohongan!" Randi melangkah mendekat, nada bicaranya terdengar lembut tapi begitu menekan, "Waktu Fania sudah nggak lama lagi, mulai sekarang jangan bertengkar lagi dengannya." Dia diam sejenak, lalu lanjut berkata, "Aku tahu kamu keberatan dengan masa laluku bersama Fania, tapi kamulah yang jadi istriku sekarang." Hati Alika langsung ngilu. Istri? Selama bertahun-tahun ini, Alika selalu menemainya, membantunya keluar dari masa-masa sulit. Dia juga membiarkan pria itu menjamahnya sesuka hati. Tapi begitu Fania kembali, malah wanita itu yang mengurus buku nikah bersamanya! Sekarang Randi bahkan masih berani membohonginya. Raut wajahnya bahkan terlihat amat meyakinkan saat mengatakan bahwa Alika-lah istrinya sekarang! Kedua mata Alika memerah, tapi dia malah tersenyum, sebuah senyum menyakitkan. Baru kali ini Randi melihatnya tersenyum seperti itu. Entah mengapa Randi jadi panik. Saat mau mengatakan sesuatu ... Tiba-tiba Fania yang ada di belakang berkata, "Randi, Kak Vino, Kak Fian, Kak Arya, ayo sini temani aku potong kue." Ruang tamu pun mendadak ramai lagi. Layar besar di ruangan juga menyala memutar video ucapan ulang tahun. Awalnya berisi ucapan selamat dari para tamu yang terasa hangat dan mengharukan. Tapi begitu sampai pertengahan video, malah muncul foto-foto tidak senonoh Fania bersama pria berandal di atas ranjang. Di bagian akhir video, muncul sederet tulisan berwarna merah darah. [Ini hadiah ulang tahun yang kusiapkan secara khusus. Semoga Kak Fania suka.] Seisi ruangan sontak heboh. "Matikan! Cepat matikan!" Vino berteriak marah sampai lampu kristal di ruangan goyang. Fian langsung mencabut kabel, sementara Arya bergegas memperingatkan para tamu, "Hadirin sekalian, ponsel kalian akan dicek satu-satu. Kalau sampai terbukti ada yang menyebarkan foto kejadian ini, kalian akan menanggung akibatnya!" Fania gemetar, sanggulnya juga sudah berantakan. Wajahnya memucat, air matanya sudah membasahi pipi. "Alika, kamu sudah merebut Randi bahkan kakak-kakak kita ... aku sudah mau mati, tapi kamu masih sejahat ini padaku?" Dia lalu terhuyung dua langkah ke belakang, sebelum akhirnya hilang kesadaran dan jatuh pingsan. "Fania!" Randi bergegas maju dan mengendongnya. Randi yang selama ini selalu terlihat dingin dan berwibawa, kini terlihat panik untuk pertama kalinya. "Cepat panggil dokter sekarang juga, cepat!" Sebelum pergi, dia sempat menoleh ke arah Alika dan menatapnya dingin. Tatapannya begitu menusuk, membuat Alika sakit hati. Ketiga kakaknya yang lain juga langsung menghampiri Alika. "Alika!" Vino menarik pergelangan tangan Alika dengan keras, seperti mau meremukkannya. "Lihat apa yang sudah kamu lakukan ke Fania! Kami sudah bilang kalau umurnya sudah nggak lama lagi, tapi kenapa kamu malah menyerangnya begini?" "Bukan aku yang melakukannya!" Alika menggelengkan kepala, suaranya terdengar gemetar, "Bukan aku yang membuat video dan menyebarkan foto-foto itu!" "Buktinya sudah ada, masih mau mengelak juga?" Fian menyeringai. "Di Keluarga Rusman, yang salah harus tetap dihukum." Harus dihukum karena berbuat salah? Kalimat barusan terasa begitu menusuk di hati Alika. Dia ingat, waktu masih berusia dua belas tahun, Fania pernah mendorongnya dari tangga, tapi ketiga kakaknya ini malah bilang, "Fania nggak sengaja." Alika juga ingat, waktu ulang tahunnya yang ke delapan belas, saat Fania membuang kue ulang tahunnya ke tempat sampah, kakak-kakaknya bilang, "Fania cuma bercanda." Fania bahkan pernah menguncinya di balkon saat musim hujan. Alika sampai kedinginan semalaman. Tapi mereka malah bilang, "Suasana hati Fania akhir-akhir ini memang sedang buruk." Dan sekarang, ketiga kakaknya ini malah mau menghukum Alika?

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.