Bab 6
Rani tidak menyangka dia bisa membuka mata lagi.
Pengaruh anestesi sudah habis. Tubuhnya kini dibalut perban yang membuat setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan. Kamar rawatnya terasa sepi tanpa kehadiran satu orang pun.
Setelah nyaris mati, Rani akhirnya bisa berpikir lebih jernih dalam mengambil keputusan. Dia dengan yakin menghubungi nomor pelatihnya.
"Pelatih, aku sudah memikirkannya. Aku akan ikut ke ajang FIA kali ini."
Suara pelatih di seberang telepon terdengar bersemangat.
[Nah, itu baru benar! Kami semua menjagokanmu. Jodi memang berbakat, tapi dia tetap pemula dan nggak sebanding sama kamu. Untung kamu paham.]
Kompetisi balap mobil FIA tingkat internasional merupakan ajang paling prestisius di dunia balap.
Para pembalap yang tampil di ajang tersebut akan dapat perhatian besar.
Dulu Rani berniat memberikan kesempatan itu untuk Jodi. Pria itu memang berbakat, tapi tidak punya rekam jejak sama sekali. Dia bisa langsung terkenal dalam semalam jika ikut ajang tersebut.
Rani benar-benar peduli padanya. Bahkan rela memberikan kesempatan emas itu untuk Jodi.
Tapi Jodi malah memperlakukannya begini.
Rani jadi mati rasa padanya.
Sekarang dia akan maju demi bisa membuat diri sendiri berdiri di puncak karier.
Pintu ruangan rawatnya terbuka dari luar. Rani menatap ke arah pintu dan melihat ada yang datang.
Hatinya sontak dipenuhi rasa jengkel tidak jelas.
Jodi sama sekali tidak malu untuk muncul lagi di depannya.
Napas Jodi sempat tercekat saat melihat cara Rani menatapnya. Wanita ini biasanya menatapnya penuh cinta, dan tidak pernah menatapnya penuh kebencian begini.
Tanpa sadar, kedua tangan Jodi mengepal. Hatinya dipenuhi rasa gelisah.
Dia merasa seolah ada sesuatu yang pergi menghilang darinya.
Namun, dia memaksakan diri untuk tetap tenang. Dia mengabaikan tatapan benci Rani dan duduk di samping ranjang wanita itu sambil menyodorkan selembar cek.
"Ini ganti rugi untuk mobil balapmu. Aku minta maaf soal kejadian kemarin. Aku nggak bermaksud menyakitimu. Aku cuma sedang nggak bisa berpikir jernih waktu itu."
Rani menatap cek berisi seratus miliar.
Dia menyeringai penuh penghinaan.
"Tuan Jodi memang kaya. Wina sudah merusak mobil balapku, tapi kamu bisa menyelesaikan masalahnya dengan mudah."
Jodi mengerutkan kening mendengar nada bicara Rani. Dia merasa tidak nyaman mendengarnya.
Bahkan saat mereka dulu sering bertengkar, Rani tidak pernah bicara dengan nada seperti barusan padanya.
Jodi ingin menjelaskan, tapi ponselnya tiba-tiba bunyi. Setelah membaca pesan dari Wina, dia yang tadinya mau memberi Rani penjelasan pun batal.
Dengan suara berat dia berkata.
"Sebagian uang ini untuk ganti rugi, sebagiannya lagi untuk membeli mobil balapmu. Wina mau gabung ke klub tapi belum punya mobil yang cocok. Makanya dia mau beli mobilmu."
Kedua tangan Rani terkepal erat saat mendengarnya. Dia menatap tajam Jodi sambil melontarkan kemarahannya.
"Aku nggak akan menjual mobil balapku. Pergi kamu dari sini!"
Selama hidupnya, Jodi selalu disanjung dan diperlakukan dengan baik. Tidak pernah ada orang yang berani memperlakukannya begini. Makanya dia sempat kesal.
Dia bangkit berdiri dari kursi, lalu menatap Rani dari atas ke bawah dengan tatapan mengintimidasi.
"Keluarga Sardi sudah membeli klub balap itu. Suka nggak suka, kamu tetap harus menjual mobilmu. Dengan kondisimu sekarang, kamu juga belum tentu bisa balik ke sirkuit lagi. Jadi kenapa nggak jual saja mobilmu itu."
Amarah Rani kembali tersulut. Bagi para pembalap, mobil balap mereka sudah seperti nyawa mereka juga.
Jodi juga seorang pembalap, kenapa pria ini bisa tega bicara begitu padanya.
Rani tidak tahan lagi melihat Jodi di depannya. Dia mengambil vas bunga di meja sampingnya, lalu melemparnya ke pria itu.
Kedua matanya sudah memerah, sekujur tubuhnya sudah gemetar.
"Jangan sampai aku mengulangi ucapanku lagi. Cepat pergi dari sini!"
Raut wajah Jodi tampak suram, tapi dia juga tetap pergi.
Rani kembali jatuh di atas ranjang dengan keras. Setelah kemarahannya mereda, hatinya berganti dipenuhi kesedihan.
Jodi adalah pria yang sudah bertahun-tahun ini dia sukai secara diam-diam.
Rani menggigit bibir bawahnya keras-keras. Air matanya sudah tidak terbendung lagi.
Dia menyesal pernah menyukai Jodi.