NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

Mobil Hanna melaju menuju Rumah Sakit Algora. Di internet, berita tentang hitung mundur kematian Hanna sudah sangat heboh. Setiap kolom komentar dipenuhi pembicaraan. "Jujur saja, aku rasa Hanna lumayan bagus. Dia berani mencintai dan membenci, nggak ada yang salah mengakuinya." "Setuju! Banyak orang yang menyukai Evander, asal nggak menjadi orang ketiga, siapa pun yang dia suka, itu urusannya sendiri." "Aku baru tahu dunia orang kaya dari video yang dia unggah dan siaran langsung di vila pegunungan itu. Sayang sekali kalau dia pergi nanti." "Siapa istri Evander? Nggak bisa kasih posisinya saja? Hanna hanya punya waktu setengah tahun lagi." "Aku tahu! Namanya Sherly, seorang musisi. Setelah menikah dengan keluarga kaya, dia berhenti kerja, jadi istri yang dimanja!" ... Rumah Sakit Algora, Ponsel Sherly terus bergetar. Ada panggilan dan pesan masuk dari kenalannya, entah itu sekedar menanyakan kabar, mengujinya, atau mengejek. Semuanya soal Hanna dan Evander. Dia sempat melihat berita online tentang hitung mundur kematian Hanna. Setelah itu, tidak melihatnya lagi. Itu sudah tidak penting. Setelah masa mediasi perceraian lewat, dia dan Evander tidak akan ada hubungannya lagi. Waktu berlalu cepat. Sherly menengok jam dan baru saja mengangkat kepala, dia melihat Casie sambil menenteng tas. "Apa yang kamu rasakan? Ada bagian yang sakit?" Casie melihat rona wajah Sherly yang tidak bagus dan memapahnya berdiri dengan khawatir. Sherly tersenyum tipis dan menggeleng. Karena sudah membuat keputusan, maka semua konsekuensinya harus dia tanggung sendiri. Casie tentu tahu apa yang Sherly pikirkan, tapi hanya bisa menghela napas pelan. Lalu menuntun Sherly naik lift untuk turun ke lantai bawah. "Ding." Lift terbuka, mereka tiba di lantai satu. Orang berlalu-lalang di rumah sakit, tapi hari ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Sherly bahkan melihat wartawan berkeliaran. "Ramai sekali, ada wartawan juga, pasti ada artis yang datang berobat lagi. Mereka selalu begitu ...." Casie mengoceh, tapi tiba-tiba melihat sesuatu sehingga wajahnya berubah tegang. Dia pun buru-buru menarik Sherly ke arah lain. Namun, terlambat, Sherly sudah melihat mereka. Dua sosok yang sangat familier. Pria itu tinggi, tampan, dan auranya luar biasa. Di tengah keramaian pun, rambut yang tertata rapi dan jas buatan Italia tetap terlihat sempurna. Wanita di sebelahnya kecil dan kurus serta terlihat sangat pucat. Dia sepertinya sakit tapi justru membuatnya terlihat kasihan. Entah tersandung apa, wanita itu hampir jatuh dan sanga pria dengan sigap menahan tubuhnya ke dalam pelukan, menjauhkannya dari kerumunan. Itu adalah Evander dan Hanna. "Jangan dilihat! Jangan dilihat!" Casie sangat marah. Dia memarahi pasangan bejat itu sambil mencoba menutupi pandangan Sherly. "Casie, mari kita pergi." Sherly sudah memutuskan untuk meninggalkan Evander. Dia tidak mau pria itu tahu alasannya datang ke rumah sakit. Dia juga tidak ingin ada pertemuan kebetulan dengan mereka sekarang. "Kenapa harus pergi? Kalian masih dalam masa mediasi, belum resmi cerai! Evander masih suamimu! Sekarang dia malah bermesraan di depan umum dengan wanita lain. Ini sudah sangat kelewatan!" Casie sangat marah. Suami .... Sherly mengalihkan pandangan. Dulu, panggilan itu selalu membuatnya bahagia. Tapi sekarang .... "Casie, aku merasa kurang enak badan. Kita pulang saja." Sherly mengganti topik. Casie langsung kembali fokus pada kesehatannya, tidak lagi memikirkan kedua orang itu. Sherly meninggalkan tempat itu, sementara di sisi lain, di tengah kerumunan orang, Hanna sempat melirik ke arahnya. Kilatan rasa puas melintas di matanya. "Kak Evander, maaf ya, aku membuatmu terjebak di sini bersamaku." Wajah Hanna penuh rasa bersalah. "Aku tahu kamu nggak suka berhadapan dengan media, tapi aku ...." "Nggak apa-apa. Ayo temui dokter dulu." Wajah Evander tetap tenang. Hanya saja, seolah ada sesuatu yang melintas di hatinya. Namun dia tidak berhasil menangkapnya. Keduanya sampai di ruang konsultasi. Hanna menyerahkan rekam medisnya pada dokter. Semakin lama dokter melihatnya, alisnya semakin berkerut. "Kondisimu cukup serius," kata dokter. Hanna memaksakan senyum dan berkata pelan, "Aku tahu." Dia menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan, "Dokter, aku ingin minta obat pereda nyeri yang kuat." "Dengan kondisimu sekarang, aku sarankan rawat inap," kata dokter sambil melihat rekam medis. "Lakukan perawatan intensif, lihat apakah masih bisa memperpanjang umur." "Nggak perlu." Hanna tersenyum sedih. Dia mengusap air mata di sudut mata dan berkata, "Aku nggak mau diobati lagi." Evander yang ada di sampingnya menggenggam tangannya erat-erat. Namun Hanna hanya menggeleng pelan. "Dokter, aku hanya ingin menjalani sisa hidupku dengan sedikit lebih bermartabat. Jadi, tolong kasih aku obat pereda nyeri yang kuat," kata Hanna. Dokter itu menghela napas panjang dan akhirnya mengangguk paham. Di luar ruangan, para wartawan memotret dan menyiarkan semuanya secara langsung. Dalam sekejap, suasana pun menjadi heboh. "Ya Tuhan, itu nyawa seseorang, tapi akan berakhir begitu saja." "Terbentur saja sudah membuatku meneteskan air mata karena sakit, apalagi kanker stadium akhir. Tapi dia masih bisa tersenyum, tegar sekali." "Ketika dia bilang nggak mau berobat lagi, aku langsung menangis. Hanya orang yang pernah mengalami sakit parah sendiri atau keluarganya yang bisa mengerti perasaan ini." Banyak orang meneteskan air mata iba, rasa kasihan terhadap Hanna mencapai puncak. ... Hanna segera mendapatkan obatnya. Saat mereka keluar dari rumah sakit, Sherly sedang duduk di bangku luar menunggu Casie yang pergi ke garasi untuk mengambil mobil. Sebelum Sherly sempat menyadari apa yang sedang terjadi, tiba-tiba ada paparazzi yang melihatnya dan langsung mengepung mereka bertiga. Kilat lampu kamera terus menyala. Evander menyadari keberadaan Sherly. Dia sedikit berkerut dan berkata pelan, "Kenapa kamu ada di sini?" Sherly berdiri, menatap Evander, lalu menatap tangan Hanna yang sedang bertumpu di lengan Evander. Belum sempat Sherly bicara, sudah ada wartawan yang mulai memprovokasi. "Nona Sherly, apakah kamu datang ke sini karena melihat postingan online dan ingin menangkap basah suamimu?" "Nona Sherly, bagaimana pendapatmu tentang suamimu yang keluar masuk tempat umum bersama wanita lain?" "Nona Sherly, apa yang akan kamu lakukan terhadap Hanna?" Semua orang mengira kehadiran Sherly di sini karena untuk menghadang Hanna dan bersaing dengannya. Bahkan Evander pun berpikir demikian. Begitu memikirkannya, rasa jengkel di hati Evander kembali muncul. Dia berkata, "Hanna sedang sakit, kamu nggak tahu?" Nada suaranya mengandung peringatan. Sherly merasa ini sangat konyol. Maksud ucapannya jelas dan dia pikir Sherly datang untuk menyakiti Hanna. Padahal, Sherly tidak perlu repot melakukan itu. "Sherly!" Ketika melihatnya tidak menjawab cukup lama dan para wartawan mulai beralih menanyai Hanna tentang orang ketiga, Evander memanggil namanya. Evander ingin Sherly bicara untuk Hanna. Seperti yang selalu dia lakukan dulu. Dia selalu patuh pada setiap perintahnya. Tapi sekarang Sherly tidak mau melakukannya lagi. Sherly bahkan tidak menginginkan Evander lagi, kenapa dia harus tunduk padanya? Tangan kanannya refleks menutupi perut, rasa nyeri di perut bawah masih belum sepenuhnya hilang. "Aku datang menemui teman." Akhirnya, Sherly hanya berkata seperti itu. Sekarang sedang dalam masa mediasi, dia tidak ingin kehamilannya terungkap dan tidak mau banyak orang berspekulasi kenapa dia ada di rumah sakit. Kalimat itu sudah cukup menjawab pertanyaan Evander. Setelah bicara, dia berbalik dan bersiap pergi. Tapi para wartawan tidak membiarkannya pergi. Mereka terus berdesakan di depannya, bahkan mendorongnya. "Nona Sherly, apakah kamu tahu kalau banyak netizen yang menyuruhmu menyerahkan posisi agar Pak Evander bersama Hanna?" "Nona Sherly, jelas tahu Hanna sudah nggak bisa hidup lama lagi, tapi kamu masih tega membuatnya sedih?" "Nona Sherly ...." Sherly tidak ingin menjawab itu semua. Dia hanya ingin cepat-cepat pergi. Namun para wartawan yang sudah berhasil ketiganya, jelas tidak mau melepaskannya. Evander tampak acuh dan seseorang di kerumunan tiba-tiba mendorong Sherly dengan keras. Sherly kehilangan keseimbangan dan dia segera menahan perutnya dengan kuat.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.