Bab 306
Wajah Aldi terlihat dingin, "Sudah kubilang, ini urusan kami, kamu nggak usah ikut campur."
Wajah Maria pucat karena marah, tapi dia tidak tega memarahi Aldi, jadi dia hanya bisa menatap Serina dengan tajam lalu pergi.
Setelah ruang tamu kembali hening, Aldi menatap Serina dan berkata, "Jangan ambil hati kata-katanya."
Serina tersenyum, "Ya."
Setelah memastikan Serina tidak marah, Aldi berbalik dan masuk ke ruang kerja untuk mengurus pekerjaannya lagi.
Sekitar jam sembilan malam, Serina mematikan TV dan pergi ke ruang kerja untuk memberi tahu Aldi bahwa dia mau tidur.
"Kutemani."
"Nggak usah, aku tidur sendiri. Kamu juga harus istirahat lebih awal."
Saat berbalik, tiba-tiba ada rasa sakit di perut dan Serina terhuyung.
Detik berikutnya, Aldi langsung menggendongnya dan berjalan cepat menuju kamar tidur.
Dia dengan hati-hati membaringkannya di ranjang. Melihat wajahnya yang pucat dan dahinya dipenuhi keringat, Aldi segera berkata, "Aku ambil obat. Kamu tahan sebentar."
Serina kesakitan hingga tidak bisa berbicara, dia bersenandung untuk menunjukkan bahwa dia mendengar.
Aldi segera pergi dan kembali dengan membawa obat dan segelas air hangat.
Dia memapah Serina duduk dan bersandar padanya lalu berbisik, "Buka mulutmu."
Serina tanpa sadar meraih bajunya dan melakukan apa yang dikatakannya. Setelah meminum obat, Aldi dengan lembut membaringkan dia sambil mengulurkan tangan untuk mengusap perutnya.
"Kalau sakit sekali, katakan saja. Kuantar ke rumah sakit."
"Hmm."
Serina meringkuk kesakitan. Aldi mengernyit lalu menelepon dokter pribadi dan meminta dia untuk segera datang.
"Jangan ... jangan panggil dokter, sebentar lagi juga hilang sakitnya."
Melihat keringat dingin di wajahnya dan alisnya yang mengerut karena kesakitan, dia berkata dengan lembut, "Baiklah, aku nggak panggil dokter."
Setelah meletakkan ponsel, Aldi berbaring di ranjang, lalu terus mengusap perut Serina dengan lembut.
Perlahan, Serina merasakan sakit di perutnya berangsur-angsur mereda dan ekspresi wajahnya tidak sesakit sebelumnya.
Setelah merasa rileks, gelombang rasa kantuk melanda, Serina segera tertidur.
Saat terbangun keesokan paginya dan melihat wajah tampan di depan matanya, Serina tertegun sejenak, lalu ingatannya perlahan kembali.
Memikirkan bagaimana Aldi mengusap perutnya dalam waktu lama tadi malam, dia merasa terharu dan tanpa sadar mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Aldi.
Ada warna hitam samar di bawah matanya, sepertinya dia kurang tidur tadi malam.
Begitu Serina menyentuh wajahnya, Aldi membuka mata.
Saat mata mereka saling bertatapan, Serina merasa malu karena tertangkap basah, jadi dia menarik tangan dan berkata dengan cemberut.
"Aku hanya mau lihat apa kamu sudah bangun."
"Apa yang kamu rasakan hari ini? Apa perutmu masih sakit?"
Serina menggeleng, "Sekarang jauh lebih baik. Biasanya hanya terasa sakit di hari pertama."
Aldi mengangguk, lalu berdiri dan berbisik, "Ambil cuti lagi hari ini biar nggak merasa sakit lagi nanti."
"Nggak usah, masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini."
Begitu dia selesai berbicara, dia menyadari kekesalan Aldi.
Dia berinisiatif menggandeng tangan Aldi dan berbisik, "Sebenarnya aku nggak selemah itu. Aku pergi ke perusahaan dulu. Kalau memang merasa sakit, aku akan segera pulang untuk istirahat. Aku nggak akan memaksakan diri, oke?"
Aldi menunduk dan menatap tangan yang dipegang dia, mata Aldi perlahan beralih ke wajahnya.
Jelas ada sedikit sanjungan di mata dia, dia jelas tahu bahwa kalau Aldi tidak setuju, dia tidak akan bisa pergi bekerja hari ini.
Mata Aldi semakin kelam, Aldi meraih pinggangnya dan menunduk untuk menciumnya.
Setelah ciuman berakhir, dia melepaskan Serina yang terengah-engah dan berbisik pada Serina, "Ini hadiah karena setuju kamu pergi bekerja hari ini."
Serina, "...."
Setelah sarapan, Aldi mengantar dia ke Madelinne. Saat dia hendak turun dari mobil, Aldi menariknya dan menciumnya lagi.