Bab 23 Mempermalukan Felisha
Felisha langsung tertawa terbahak-bahak, "Ardelia, kamu lucu sekali! Aku sudah menyuruhmu berlutut dan bicara baik-baik sama aku, untuk apa mempermalukan diri sendiri! Gelang giok ini aku yang beli!"
Vienna ikut menyeringai.
Pelayan membungkus gelang giok itu dan saat Felisha hendak mengambilnya, pelayan justru menyerahkannya pada Ardelia, "Nona, gelang giok ini sudah ada yang bayar untuk Anda. Silakan diterima."
Ardelia sedikit terkejut, tapi segera mengerti setelah berpikir sejenak.
Felisha jelas tidak bisa menerimanya, "Apa? Siapa yang bayar untuknya? Kalian nggak salah, 'kan?"
"Nggak salah." Pelayan menjawab dengan tegas.
Mata Vienna berkilat, lalu dia berbisik di telinga Felisha, sehingga membuatnya kaget, "Benarkah?"
"Tentu saja," jawab Vienna pelan.
Felisha memandang Ardelia dengan tatapan makin merendahkan, "Ardelia, nggak disangka kamu bisa jatuh serendah ini, sungguh menjijikkan!"
"Mulut kalian berdua memang busuk, nggak bisa mengucapkan kalimat yang baik." Ardelia melirik mereka dengan datar dan malas buang waktu lagi, jadi berbalik dan pergi.
"Kamu!" Felisha marah besar, matanya penuh kebencian.
Vienna tidak tahan untuk bertanya, "Kak Felisha, kamu kenal dengan Ardelia?"
"Dia dulu lumayan hebat!"
"Oh ya? Sehebat apa?"
Felisha menyeringai, "Kamu tahu Keluarga Myles, 'kan?"
Jantung Vienna langsung berdebar.
Jangan-jangan Ardelia dan Keluarga Myles itu ....
"Dulu dia memakai segala cara untuk mendekati Keluarga Myles, tapi akhirnya malah diusir dari Keluarga Myles!" ujar Felisha dengan nada jijik.
Vienna langsung lega. Tadi dia sempat mengira Ardelia punya hubungan dengan Keluarga Myles. Ternyata pikirannya terlalu jauh. Keluarga Myles adalah keluarga top di Kota Belmora, bahkan Keluarga Limantara pun tidak sebanding.
"Benar juga, dia memang tipe orang seperti itu. Kak Felisha, jangan biarkan orang seperti dia merusak suasana hatimu. Kita lanjut belanja saja." Vienna tersenyum tipis, lalu tiba-tiba berkata, "Oh ya, Kak Felisha, aku punya beberapa peneliti produk perawatan wajah yang baru dipecat Ardelia. Mereka orang-orang hebat, bukankah kamu sedang mencari orang? Aku mau rekomendasikan untukmu."
"Boleh, nanti kita atur waktu ketemu."
Ardelia lalu pergi ke toko pakaian untuk membeli baju ayahnya. Saat melihat rak dasi, dia mendadak teringat Kenzo.
Kenzo sudah mengeluarkan banyak uang untuknya. Kalau dia mengembalikan uang itu, pasti Kenzo tidak akan mau menerimanya. Jadi, lebih baik dia membelikan sesuatu untuk Kenzo.
Dengan pikiran itu, Ardelia mulai memilih dasi dengan teliti.
Dia tertarik pada dasi biru tua dengan sulaman gaya retro yang dipajang di tengah. Baru saja dia mau mengambilnya, tiba-tiba dasi itu diambil oleh seseorang.
Ardelia menoleh dan melihat seorang pria sebaya dengannya sedang melihat dasi itu.
Pria itu berpakaian mewah dan lumayan tampan. Saat menyadari tatapan Ardelia, dia menoleh, "Kamu juga mau dasi ini?"
Ardelia berpikir sebentar, "Kamu yang ambil dulu, aku nggak jadi."
"Nggak masalah, buat kamu saja. Kamu sepertinya mau belikan hadiah untuk ayahmu?" Pria itu melihat pakaian pria paruh baya yang dipegang Ardelia, lalu menyodorkan dasinya.
Ardelia tahu pria itu salah paham, tapi tidak berniat menjelaskannya. Dia mengucapkan terima kasih dan membawa dasi itu ke kasir.
Dia lalu mengirimkan hadiah itu untuk orang tuanya. Hari sudah malam saat dia pulang ke rumah. Ketika sampai di depan pintu rumah Kenzo, dia menaruh kado itu di depan pintu, lalu menunggu lift.
Tak lama kemudian, pintu lift terbuka dan sosok pria tinggi tegap dengan aura elegan keluar dengan langkah tegas.
Tatapan mereka beradu dan keduanya sama-sama terkejut.
"Ardelia?" Suara Kenzo terdengar rendah dan berat.
"Nggak disangka kamu pulang secepat ini. Terima kasih sudah belikan aku gelang giok." Ardelia mengambil kado itu. "Waktu belanja tadi, aku merasa dasi ini cocok denganmu. Jadi aku belikan untukmu."