NovelRead
Open the NovelRead App to read more wonderful content

Bab 8 Lebih Baik Kamu Mencekikku Sampai Mati

Gisella tidak tahu bagaimana dirinya bisa sampai ke belakang panggung. Dia hanya duduk kaku di sana dalam keadaan basah kuyup, bahkan lupa mengeringkan diri. Tiba-tiba, pintu terbanting dengan keras. Juvent masuk dengan wajah penuh amarah. Gisella melihat pria itu menendang beberapa rak baju hingga roboh, seperti orang gila. Tampak seperti binatang buas yang hendak mencabik mangsa, dan tentu saja, dirinya adalah domba yang akan disembelih. Hanya sebentar, Juvent sudah sampai di depan Gisella. Tangan besarnya mencekik leher Gisella tanpa ampun. Matanya yang dalam telah dipenuhi api kemarahan. "Gisella, dasar wanita murahan! Kamu suka sekali jual diri di luar, ya?" Gisella merasa udara di dadanya makin menipis. Rasa sesak akibat dicekik tak sebanding dengan fitnah yang dilontarkan oleh Juvent. Gisella berusaha membuat ekspresinya tidak terlalu terdistorsi. Butuh usaha keras baginya untuk bersuara. "Juvent ... lebih baik kamu mencekikku sampai mati. Aku nggak punya penjelasan apa-apa!" Pembelaan tak berdaya itu justru seperti tantangan di mata Juvent, dan makin membuatnya marah. Genggamannya menjadi lebih kuat. Juvent berteriak dengan geram, "Jangan kira aku nggak berani. Wanita sepertimu sebaiknya cepat mati, biar nggak mempermalukan diri lagi." Hati Gisella bagai mati. Dia memejamkan mata, menyambut takdir apa pun yang akan datang. Hingga terdengar teriakan panik Karen, "Ah! Ada apa ini? Kak Juvent, tenang dulu!" Aksi Juvent terganggu. Melihat leher ramping di tangannya, wajah Gisella yang pucat, dan sikapnya yang pasrah menerima kematian, Juvent akhirnya melepaskan genggaman. Gisella batuk-batuk hebat. Dirinya bisa menghirup udara segar lagi pun berkat permohonan orang ketiga. Merasakan bahaya, Karen bertanya menuntut, "Gisella, apa yang sudah kamu lakukan? Belum pernah Kak Juvent semarah ini!" Gisella melihat pandangan Karen yang penuh tanya dan tak sabar, dan Juvent yang sudah membalikkan badan dengan acuh tak acuh. Mereka jelas-jelas memiliki hubungan yang paling sah, tetapi saat ini justru tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Saat Gisella memikirkan bagaimana caranya mengelak, Juvent sudah menjauhkan hubungan lebih dulu. "Karen, temanmu ini memang payah. Menurutmu, wanita pencari uang seperti dia, bisa melakukan hal baik apa denganku ...." Mendengar itu, Karen menutupi mulutnya dengan kaget. Lalu, dia menunjuk Gisella dan membentak marah, "Gisella, kamu masih sama seperti dulu, jadi gatal begitu melihat pria. Aku ingatkan, jangan berkhayal! Kak Juvent nggak akan tertipu oleh semua trik kotormu!" Gisella yang sudah dianggap wanita murahan di hati Juvent, sekarang ditambah kesaksian teman lama, benar-benar terjebak tanpa bisa membela diri. Bibir tipis Juvent terkunci erat. Dia langsung merengkuh Karen ke pelukannya. Karen senang bukan main. Sikap arogannya berubah menjadi manja saat meringkuk dalam pelukan Juvent. Gisella terduduk dengan kondisi memilukan, menyaksikan pria yang jijik padanya itu menjadi perayu yang handal. "Karen, wanita terpandang sepertimu sebaiknya segera jaga jarak dengan wanita seperti dia. Jangan sampai namamu ternoda." Karen mengangguk mengiakan. "Kak Juvent selalu memikirkanku. Aku hampir tertipu lagi oleh sikapnya yang kasihan itu." Gisella duduk bergeming seraya menyaksikan mereka berdua bersandiwara, lalu berjalan keluar bersama dengan mesra. Sementara dirinya tidak hanya belum mendapatkan satu miliar yang dibutuhkan, malah terjerumus ke situasi yang lebih memalukan. Adakah yang bisa memberitahunya apa yang harus dia lakukan sekarang?

© NovelRead, All rights reserved

Booksource Technology Limited.