Bab 7 Kenapa Dia Ada di Sini?
Orang-orang di sekitar menjadi heboh mendengar tawaran tinggi itu.
"Nona Karen, sepertinya dia agak ragu. Bagaimana kalau kesempatannya diberikan padaku saja? Aku sangat bersedia!"
...
Gisella mengepalkan tangannya dan menarik napas dalam, lalu akhirnya berkata pelan, "Karen, terima kasih atas kesempatannya. Aku mau!"
Sutradara mendesak, "Kalau begitu, tunggu apa lagi? Cepat siap-siap!"
Jaraknya sebenarnya sangat dekat, tetapi Gisella tahu, dirinya tidak punya jalan mundur lagi setelah mengambil langkah ini.
Gisella tampil dengan hanya mengenakan kemban dan celana dalam pengaman, benar-benar berdiri di depan banyak orang. Telapak tangannya basah oleh keringat.
Gisella terus membujuk diri sendiri, jangan pedulikan pandangan orang lain.
Bak mandi penuh busa yang terlihat indah, tetapi saat benar-benar berbaring di dalam, Gisella merasakan dingin yang menusuk tulang.
Gisella tak tahan menggigil. Hal itu membuat sutradara kesal.
"Ekspresi macam apa ini? Seperti mau mati saja, dan tubuhmu kaku!"
Gisella mendongakkan pandangan dengan canggung, hanya untuk melihat tatapan ejekan orang-orang di sekitar.
Sambil menggigit bibir, Gisella memaksa dirinya rileks.
Setelah akhirnya menenangkan diri, sapaan antusias dari Karen menghancurkan semuanya.
Tak terpikir oleh Gisella bahwa Juvent akan muncul di sana.
Kedatangan Juvent menimbulkan keriuhan. Karen segera berdiri dan menyambutnya dengan sikap manja.
"Kak Juvent, kamu memang menepati janji untuk datang menyemangatiku!"
Gisella terbaring di bak mandi yang dingin seperti patung, menyaksikan bahkan sutradara pun menyambut dengan sikap hormat.
Tak bisa menghindar, Gisella hanya bisa berusaha menyembunyikan tubuhnya sebanyak mungkin.
Gisella berdoa agar Juvent tidak mendekat, tetapi Karen justru menggandeng pergelangan tangannya dan berjalan mendekat.
Seketika itu, Gisella merasa jantungnya berdebar kencang hampir membuatnya pingsan.
Juvent duduk di samping. Pandangannya secara acak tertuju pada bak mandi yang hanya menampakkan sebagian bahu. Entah mengapa, dia merasa itu sangat familier.
Karen, yang menyadari tatapan itu, berkata dengan suara manis, "Aku pakai pemeran pengganti. Yang di bak mandi itu teman SMA-ku."
Di dalam bak mandi, Gisella menggigil kedinginan sampai menggertakkan gigi. Saking tak tahan, dia bersin.
Karen berujar dengan penuh pengertian, "Aduh, Gisella, jangan sampai flu. Sutradara, tolong cepat selesaikan!"
Gisella yang sedang bersembunyi, hatinya mencelus ketika mendengar Karen tiba-tiba memanggil namanya.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara dingin yang seperti datang dari neraka, "Apa katamu? Itu Gisella?"
Gisella yang gelisah bagai semut di atas wajan panas, ketakutan sampai menutup mata rapat-rapat.
Dia mengira Juvent akan langsung mendekat dan menariknya keluar, tetapi Juvent hanya maju beberapa langkah, lalu berdiri diam di tempat.
Setelah beberapa saat, Gisella mendengar tawa dingin Juvent, diikuti kata-kata kejam yang dengan mudah menghancurkan harga dirinya.
"Karen, kalau mau cari pengganti, carilah yang layak. Wanita ini nggak ada apa-apanya, hanya akan mencoreng namamu!"
Karen merasa Juvent agak aneh, tetapi akhirnya mengikuti perkataannya. "Kak Juvent memang paling bijaksana. Aku ikuti saranmu!"
Gisella merasa dirinya sangat konyol. Apa yang dia harapkan? Tubuhnya yang dingin tak sebanding dengan hati Juvent yang keras bagai batu.
Saat diusir keluar dari bak oleh staf, seluruh tubuh Gisella mati rasa. Dia terpeleset karena kakinya lemas, sampai-sampai kepalanya terbentur keras pada dinding bak.
Staf itu segera membantunya berdiri dan bertanya apakah dia baik-baik saja. Akan tetapi, suaminya yang duduk di sana bahkan tak sudi meliriknya.