Bab 6 Terjebak di Antara Dua Pilihan
Selanjutnya, Gisella tinggal sementara di rumah Tania. Dia awalnya mengira Juvent akan berpura-pura, setidaknya meneleponnya.
Alhasil, setelah dua malam berturut-turut, tidak ada kabar sama sekali. Bahkan tidak ada satu pun panggilan telepon dari vila itu.
Memang benar, yang baru selalu disenangi, yang lama terlupakan!
Satu-satunya kabar baik adalah Tania berhasil mendapatkannya satu pekerjaan seperti yang diharapkan.
Hari itu, Gisella datang lebih awal ke lokasi. Suasana tempat kerja seperti itu memang ramai dan campur aduk.
Gisella datang untuk audisi iklan, tetapi diberitahu bahwa peran sudah ditetapkan.
Bagaimana? Dia tidak bisa pulang dengan tangan kosong.
Dalam kepanikan, Gisella menarik seorang staff dan memohon, "Apakah ada pekerjaan lain yang bisa aku lakukan di sini?"
Orang itu menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Ada sih ada, tapi nggak tahu kamu mau atau nggak."
Gisella merasa gelisah karena ditatap seperti itu. Dia sedang dilema.
Tiba-tiba, suara wanita yang jernih memecah suasana, "Mau cari pekerjaan? Aku bisa bantu, mengingat kita dulu sekelas."
Gisella menoleh dengan bingung ke arah sumber suara.
Seorang wanita berpenampilan glamor yang dikeliling banyak orang sedang menatapnya dengan sombong.
Wajah wanita itu sedikit familier. Gisella berusaha mengingat-ingat.
Akhirnya, Gisella bertanya dengan ragu, "Kamu Karen?"
"Rupanya kamu belum amnesia. Dulu keluargamu pindah mendadak dari Kota Ringgano, aku kira kita nggak akan bertemu lagi." Karen Yuda duduk membelakanginya, membiarkan penata rias mendandaninya.
Tertusuk hal masa lalu, Gisella tidak merasa dirinya datang untuk sekadar mengobrol.
Dulu pun mereka tidak dekat. Sekarang hanya bisa mencoba peruntungan.
Gisella menenangkan pikirannya, lalu berjalan mendekat. "Kamu bilang bisa merekomendasikan pekerjaan untukku, apa kamu serius?"
Karen menatap dirinya di cermin, melirik Gisella dari sudut mata.
Senyum sinis tersungging di bibir Karen. Baik dulu maupun sekarang, akulah yang paling bersinar. Sedangkan kamu, Gisella Surbakti, hanya bisa menjadi latar belakangku!
"Tentu saja, dulu kita sekelas!" Karen berbalik badan dan dengan akrab menggandeng tangan Gisella.
Kedekatan yang tiba-tiba ini tidak terlalu nyaman bagi Gisella, tetapi akhirnya dia tersenyum dan berucap, "Terima kasih!"
Beberapa orang di samping berbisik, "Lihat nggak? Dia pasti akan terkenal nanti!"
"Kenapa?"
"Cantik, dan punya penyokong, mana mungkin nggak terkenal?"
...
Gisella menatap Karen yang duduk di bawah cahaya lampu, memang cantik. Matanya terfokus pada bahunya yang terbuka sebagian.
Karen langsung menarik pakaiannya. Asisten yang di samping segera berkata, "Sutradara, Karen butuh pemeran pengganti untuk adegan bak mandi berikutnya."
Sutradara ragu sejenak, lalu bertanya, "Sudah ada kandidatnya?"
Saat itu, pandangan Karen langsung tertuju pada Gisella. "Kesempatan kerjamu datang!"
Gisella terperanjat. Pandangan-pandangan penuh arti yang diarahkan padanya mengepungnya.
Telapak tangannya sampai berkeringat karena semua pandangan itu. Karen bahkan menghampirinya dan berkata dengan suara lembut, "Gisella, hanya satu adegan saja. Aku bayar dua kali harga pasar. Bagaimanapun, dulu kita sekelas."
Gisella terjebak di antara dua pilihan. Itu hanya satu adegan saja, tetapi' terlalu vulgar.
Jika Juvent tahu dia syuting adegan tak senonoh seperti itu, konsekuensinya ....