Bab 3
Hati Rani hancur mendengarnya. Dia sudah lama dekat dengan Jodi, tapi tidak pernah melihat pria itu memohon sampai seperti ini.
Sekarang Jodi malah memohon demi Wina.
Rani seperti menelan pecahan kaca. Tenggorokannya seperti teriris tiap kali menarik napas.
Rasanya begitu pedih.
Rani berusaha menahan sakit hatinya dan melepaskan tangan Jodi dengan kasar.
"Aku nggak akan pernah mau donor darah buat dia!"
Setelah itu, Jodi pergi. Rani tidak pernah melihatnya lagi di klub selama dua minggu. Tapi karena berada dalam satu lingkaran pertemanan yang sama, dia masih bisa mendengar kabar Jodi.
Demi Wina, pria itu menggunakan kekuasaan Keluarga Sardi untuk mengumpulkan stok darah di seluruh kota. Bahkan sampai rela menawarkan imbalan besar bagi yang mau mendonorkan darah.
Hari itu, Rani baru datang di klub dan langsung mendengar rekan-rekannya bergosip.
"Kita sudah salah sangka. Ternyata Jodi memang nggak suka sama Kak Rani. Padahal mereka serasi."
"Jodi bilang, ada orang yang dia sukai dan mau menyatakan cinta. Kudengar, Wina juga cinta pertama Jodi. Jadi, mending nggak usah mengungkit soal Jodi cocok sama Rani lagi nanti."
Rani tahu rekan-rekannya tidak bermaksud jahat. Tapi setiap kata mereka terdengar bagai pisau yang menancap di hatinya.
Hatinya sampai berdarah-darah. Rani menarik napas dalam lalu membuka pintu.
Rani memasang senyum palsu di wajahnya, membuatnya terlihat cantik dan bersinar seperti biasa.
"Sudah kubilang kalau aku dan Jodi nggak ada hubungan apa-apa. Kami cuma mau membatalkan perjodohan saja. Jadi jangan menjodoh-jodohkan kami lagi setelah ini."
Semua orang tersenyum canggung. Tapi kemudian seseorang berseru kaget.
"Cepat lihat! Mobil nomor 06 ada di sirkuit. Bukannya itu mobil Kak Rani? Tapi Kak Rani kan ada di sini, lalu siapa yang mengendarainya?"
Rani langsung menoleh ke arah monitor. Dia terlihat menyipitkan mata.
Dia sudah menganggap mobil balapnya sebagai harta karunnya. Mobil itu adalah hasil kerja kerasnya. Waktu gurunya masih hidup, mereka butuh waktu tiga bulan untuk memodifikasinya.
Mereka butuh waktu lama untuk menguji performa mobil tersebut.
Sejak gurunya meninggal, Rani tidak mengizinkan satu orang pun menyentuh mobilnya. Anggota klub tahu itu, makanya tidak ada yang berani menyentuhnya.
Rani menatap tajam ke arah monitor. Dia mau melihat siapa yang sudah berani menyetir mobilnya. Dia memicingkan mata, dan tiba-tiba terlihat panik.
Firasatnya selalu akurat. Pasti akan terjadi sesuatu setelah ini.
Rani berlari panik. Dia menahan amarahnya dan coba meminta orang itu berhenti.
Tapi baru saja berlari di pinggir lintasan, sebuah suara tabrakan keras terdengar.
Dia melihat jelas kejadian di depan matanya itu. Mobil kesayangannya menabrak dinding pembatas, bagian depan mobil langsung remuk.
Hati Rani seolah langsung tenggelam. Sekujur tubuhnya terasa menggigil.
Hancur sudah mobil balap yang sudah dia modifikasi bersama gurunya!
Padahal itu satu-satunya peninggalan gurunya yang tersisa di dunia ini.
Rani pun dilanda kepanikan luar biasa.
Petugas berlari dan mencoba menyelamatkan sopir, meninggalkan Rani yang terdiam di tempat.
Sejak kecil dia sudah dididik keras. Kedua orang tuanya menikah demi bisnis. Bagi mereka, keluarga hanyalah formalitas. Mereka tidak pernah peduli padanya. Bisa dibilang, Rani tumbuh dibesarkan gurunya.
Rani sudah menganggap gurunya sebagai keluarga. Gurunya juga meninggal demi menyelamatkannya. Dia tidak akan pernah melupakan kebaikan itu.
Mobil balapnya adalah satu-satunya peninggalan gurunya yang dia punya. Tapi kini mobil itu juga sudah hancur.
Kedua mata Rani memerah, tapi detik berikutnya dia seperti tersambar petir.
Dia melihat orang yang turun dari kursi pengemudi adalah Wina.
Amarah dalam dada Rani sontak meledak membakar tubuhnya. "Berani sekali Wina!" Rani membatin.
Rani lari menghampiri wanita itu. Tapi dia seketika membeku begitu melihat pria yang turun dari kursi penumpang.
Dia pernah memberi tahu Jodi seberapa berarti mobil ini baginya.
Rani melihat pria itu turun dari mobil dan langsung mencemaskan Wina.
Rani mendekati mobilnya dan melihat mobil balapnya sudah hancur. Setengah bodi mobilnya sudah rusak parah. Kalaupun diperbaiki, performanya tidak akan sebaik dulu.
Mobilnya hancur, tapi dua orang tadi tidak apa-apa.
Rani menarik napas dalam dan menampar Wina.
Suara tamparan keras terdengar, Wina terlihat memegangi pipinya dengan wajah tidak percaya.
"Kamu berani menamparku!"
Sorot mata Rani dipenuhi amarah. Dia sangat ingin mencincang Wina saat itu juga.
"Itu mobilku! Beraninya kamu menyentuhnya? Apa kamu nggak pernah diajari kalau nggak boleh menyentuh barang orang? Apa kamu serendah itu, Wina!"
Jodi langsung maju dan berdiri di depan Wina. Dia tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Bahkan berani membela Wina.
"Wina baru sembuh, dia cuma mau coba mengemudi lagi dan kebetulan ada mobilmu. Kami juga nggak menyangka akan jadi begini. Aku akan bayar ganti rugi mobilmu."