NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

"Kamu nggak takut dia dengar?" tanya sahabat Nadia itu dengan mata yang terbelalak kaget. "Terus kenapa kalau dia dengar?" sahut Nadia tidak peduli. "Pria itu cuma perlu dibaikin sedikit dan bakal langsung setia." Jane yang berdiri di sudut bayangan mendadak penasaran akan seperti apa ekspresi Jason apabila mendengar kata-kata ini. Bagaimana reaksi Tuan Muda Jason yang arogan itu seandainya dia tahu hanya dianggap sebagai cadangan? Jason, inilah sifat asli dari perempuan yang kamu cintai mati-matian itu. Jane tersenyum dengan sinis, lalu berbalik badan dan berjalan pergi tanpa mengusik Nadia dan temannya. Setelah meninggalkan klub, dia langsung pergi ke pemakaman. Jane berlutut di depan batu nisan ibunya dan menyeka debu dari foto ibunya dengan lembut. "Ibu, aku mau menikah. Calon suamiku adalah putra Keluarga Adijaya yang koma .... Dia pria yang baik, setidaknya dia nggak akan selingkuh." Angin berembus mengenai bunga krisan putih di depan batu nisan seolah-olah menjadi sebuah respons dalam diam. "Tenang saja, aku nggak akan berakhir seperti Ibu," kata Jane lagi sambil mengusap batu nisan yang dingin itu dengan ujung jarinya. "Mencintai seseorang begitu dalam sampai-sampai nggak menginginkan nyawa sendiri itu sesuatu yang bodoh. Aku akan menjalani kehidupan yang baik, sangat, sangat baik." Saat langit berangsur-angsur menjadi gelap, Jane pun bangkit berdiri. Dia memandang foto ibunya sebentar, lalu berbalik badan dan berjalan pergi. Setelah kembali ke rumah, Jane menghabiskan sepanjang malam mengemasi barang bawaannya. Pakaian, perhiasan, album foto .... Jane mengemasi satu per satu barangnya karena dia bersiap tidak akan pernah kembali lagi ke sini. Saat hari mulai terang, tiba-tiba ponselnya bergetar. "Dana sebesar 20 triliun masuk ke rekening." Setelah itu, Hadi menelepon Jane dan berkata, "Keluarga Adijaya mendesakmu untuk pergi hari ini. Ayah sudah mentransfer 20 triliun ke rekeningmu. Soal Jason ...." "Aku akan menyuruhnya pergi ke rumah Keluarga Ramana," sela Jane. "Mulai hari ini, dia adalah pengawal Nadia. Aku nggak menginginkannya lagi." Hadi yang berada di ujung telepon sana terdiam sejenak, lalu tiba-tiba berujar dengan suara yang terdengar lebih lembut, "Jane, Ayah selalu mencintaimu dan ibumu ...." "Dulu kukira Ayah orang yang nggak bermoral," sahut Jane sambil tersenyum. "Sekarang, aku sadar kalau Ayah benar-benar menjijikkan." Setelah itu, Jane menutup telepon dan langsung memblokir nomor ayahnya. Di luar pintu, mobil dari jasa pindahan sudah tiba. Ketika Jane sedang mengarahkan para pekerja untuk memindahkan barang-barangnya, Jason keluar dari kamar. "Apa ini, Nona?" tanya Jason sambil mengernyit menatap kotak-kotak di atas lantai. "Pindah," jawab Jane bahkan tanpa menengadah. "Aku akan tinggal di tempat lain." Jason langsung mengangguk kecil. Sepertinya dia tidak begitu memikirkan hal ini, apalagi terbersit bahwa kepindahan yang Jane katakan itu maksudnya dari Kota Nezan ke Kota Omana. "Biar kubantu." "Nggak usah." Jane akhirnya menatap Jason. "Kamu punya tugas lain." "Apa?" "Sekarang, pergilah membeli kastanye panggang, lalu antarkan ke rumah Keluarga Ramana buat Nadia." Jason sontak tertegun. "Kenapa?" "Nanti kamu juga bakal tahu pas sampai sana." Jane bisa melihat jakun pria itu bergerak, seberkas cahaya melintas dalam sorot tatapan Jason yang selalu dingin itu. Namun, pada akhirnya keinginan untuk melihat Nadia mengalahkan keraguannya. Jason pun terpikirkan sesuatu. "Nona, tolong kirimkan alamat baru Nona padaku. Nanti aku akan menyusul ke sana untuk membereskan barang-barangku." Jason bertugas sebagai pengawal pribadi yang akan selalu bersama Jane 24 jam demi memastikan keselamatan Jane. Itu adalah isi perjanjian dari kontrak yang mereka tandatangani saat itu. Namun, kali ini Jane tidak menjawab. Jason menunggu sebentar. Saat melihat Jane benar-benar tidak peduli, dia hanya mengira Jane mungkin akan mengirimkan alamatnya nanti. Jason pun berbalik badan dan berjalan pergi. Ketika sampai di gerbang, samar-samar Jason merasa mendengar Jane mengatakan sesuatu. "Apa?" Jason menoleh. Jane berdiri di bawah sinar mentari pagi dan berkata dengan lembut, "Bukan apa-apa, pergilah." Setelah Jason tidak terlihat lagi, Jane masuk ke dalam mobil dan berkata kepada si sopir, "Ke bandara." Pemandangan di luar jendela mobil segera berubah. Jane mengeluarkan ponselnya, lalu mengeluarkan kartu SIM dan .... "Krak!" Jane mematahkan kartu SIM-nya menjadi dua, lalu melemparkannya keluar jendela. Setelah ini, dia akan menghilang tidak berbekas!

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.