Bab 8
Senyum di mataku perlahan memudar, nada suaraku menjadi dingin. "Benar, kamu merasa semua ini sudah sepantasnya. Garry, kamu yakin aku akan terus berada di sisimu dan takkan pernah pergi, jadi kamu berani menyakitiku berkali-kali demi orang lain, benar bukan?"
Senyum di wajahnya seketika membeku.
Aku menatap dingin ke arah jendela. "Kamu juga coba saja berbaring di tengah salju."
Garry menatapku dalam diam cukup lama, lalu tersenyum pahit. "Baik, Wendy. Semua ini adalah hutangku padamu."
Dia melepaskan mantelnya, hanya mengenakan kemeja tipis, lalu melangkah ke halaman dan rebah begitu saja di atas tumpukan salju.
Malam itu salju turun semakin lebat. Pakaian Garry basah kuyup dan demam tinggi.
Katanya saat pembantu memapahnya kembali, mulutnya masih terbata-bata memanggil namaku.
Namun aku sama sekali tidak menjenguknya. Baru tiga hari kemudian, aku meminta Bu Tina memasakkan sup jahe dan mengantarkannya padanya.
Aku memarahinya bodoh, jelas tahu aku akan merasa kasihan, tapi tetap saj

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi NovelRead untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda