Bab 471
"Ke luar negeri?"
Aku menatapnya dengan kaget.
Carman menatapku dengan sorot mata yang tiba-tiba menjadi penuh kasih.
Dia menggenggam tanganku dan berkata lembut, "Setelah sampai di luar negeri, kita akan punya kehidupan baru, awal yang baru, semuanya bisa dimulai lagi."
"Meisya, ikutlah denganku. Dia, Carson, cuma sosok gila yang nggak bisa diprediksi. Dia selalu sakiti kamu dan siksa kamu."
"Tapi, dengan aku, kamu nggak akan dapat perlakuan seperti itu. Kamu adalah gadis pertama yang buat hatiku berdebar. Kali ini, aku berjanji nggak akan pernah biarkan kamu pergi lagi. Aku nggak akan biarkan siapa pun sakiti kamu."
Mata pria itu hitam pekat, terfokus, dan penuh cinta.
Ada sesaat di mana aku benar-benar tergerak oleh ucapannya. Aku sungguh ingin pergi bersamanya ke luar negeri dan memulai kehidupan baru.
Namun, begitu memikirkan Carson, hatiku kembali terasa perih.
Selama ini, aku selalu ingin melarikan diri darinya, dari penghinaan dan kendalinya.
Akan tetapi, saat benar-benar harus meninggalkannya, aku baru menyadari bahwa sebenarnya ada perasaan enggan dalam diriku.
Seolah-olah menyadari keraguanku, Carman tiba-tiba tersenyum sinis.
Dia berkata kepadaku, "Kamu tahu kenapa aku bisa selamatkan kamu dengan begitu mudah kali ini?"
Aku memandangnya bingung, menunggu dia melanjutkan.
Dia menyunggingkan senyuman tipis dan berkata, "Karena para pengawal di sini semua telah dipindahkan Carson. Tapi, tahukah kamu, ke mana dia pindahkan mereka?"
"Ke mana?"
"Ke tempat Riris."
Saat dia mengatakan ini, senyum di sudut bibir Carman makin penuh dengan ejekan. "Karena dia gagalkan investasiku, dia takut aku akan balas dendam dengan menyakiti Riris, jadi dia pindahkan semua pengawal di sini untuk melindungi Riris."
"Kamu belum tahu, 'kan? Sekarang dia habiskan siang dan malam di sisi wanita itu."
"Sedangkan kamu, baginya, sama sekali nggak ada artinya."
"Jadi, untuk pria yang bahkan nggak pikirkan kamu, apa kamu masih sulit untuk tinggalkan dia?"
Aku menundukkan wajah dengan perlahan, sudut bibirku membentuk senyuman kaku. Di dalam hati, aku tidak bisa menahan rasa pahit dan ironi.
Ternyata benar, selama beberapa hari ini dia memang selalu berada di sisi Riris.
Dia benar-benar mengkhawatirkan Riris, takut wanita itu terluka walau sedikit saja.
Meskipun aku tahu dia sangat mencintai Riris, mendengar kabar ini tetap membuat hatiku terasa berat dan perih.
"Meisya!"
Carman menggenggam bahuku dengan erat, menatapku dengan penuh tekad. "Percayalah padaku, ikutlah denganku. Aku pasti akan perlakukan kamu dengan baik."
"Menetap di sisinya cuma akan buat kamu terluka. Jelas dia nggak cinta kamu. Satu-satunya yang dia cintai cuma Riris."
"Dia kurung kamu di sini cuma karena anggap kamu sebagai mainan. Apa kamu masih belum sadar juga?"
Apa yang dikatakan Carman memang kenyataan, dan aku menyadari itu.
Namun, entah mengapa kata-katanya itu masih terasa seperti sebuah duri yang menusuk hati, begitu menyakitkan.
Aku menggigit bibir, perlahan menengadah, dan berkata kepadanya, "Baiklah, aku akan pergi denganmu."
Mata Carman seketika bersinar, terlihat ada secercah kegembiraan di sana.
Dia menggenggam erat tanganku dan berjanji dengan penuh kasih, "Meisya, aku bersumpah, aku pasti akan perlakukan kamu dengan baik."
Melihat ekspresi penuh kasihnya, hatiku terasa kacau.
Aku menarik tanganku dengan paksa dan berkata pelan, "Carman, ada beberapa hal yang menurutku harus aku sampaikan dengan jelas."
"Apa itu?"
Carman menatapku dengan serius, matanya penuh perhatian dan kelembutan.
Itu adalah tatapan yang tidak pernah diberikan Carson.
Memikirkan ketidakpedulian dan penghinaan Carson terhadapku, hatiku terasa begitu pahit.
Meskipun begitu, selain dia, aku tetap tidak bisa bersama pria lain.
Sekarang aku sadar, kelihatannya aku dan Carson saling membenci selama tiga tahun terakhir ini
Walau begitu, sebenarnya hatiku sudah lama kalah darinya.
Aku menarik napas perlahan, mengangkat kepala, dan dengan tenang berkata kepada pria di hadapanku, "Meskipun aku dan Carson nggak bisa bersama lagi, aku juga nggak mungkin bersamamu."