NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8 Suasana Hati Pak Hardy Tidak Baik

Suasana hatinya sedang buruk. Secara logika, dia seharusnya senang bercerai dengan Susan, tetapi kebahagiaan yang diharapkan tidak kunjung datang. Sebaliknya, dia malah merasakan kegelisahan yang sulit dijelaskan. Telepon dari Milana terus berdering. Hardy mengangkatnya dengan enggan. Nada bicaranya sangat berbeda dengan sikap dinginnya terhadap Susan. Dia tersenyum tipis. "Ada apa?" [Aku punya pertanyaan yang nggak begitu kumengerti. Kamu bisa bantu aku lihat?] Milana berkata dengan manja, [Aku juga siapkan kejutan untukmu.] "Besok saja. Ada urusan hari ini, jadi aku harus pulang ke rumah." Suara Hardy terdengar lelah. Suara Milana terdengar sedih. Dia dengan berat hati berkata, [Baiklah. Besok kamu harus datang ya.] "Oke." Hardy menutup telepon. Milana meletakkan ponselnya. Pandangannya tertuju pada gaun tidur renda merah muda di sampingnya. Ini adalah jubah perang yang disiapkannya untuk menaklukkan Hardy. Sayangnya, Hardy tidak bisa datang hari ini. Milana mengambil dokumen yang terletak di atas meja dan membukanya. Susan tiba-tiba pingsan hari itu. Milana mulanya mengira Susan hanya berpura-pura. Namun, Milana selalu berhati-hati dan merasa sedikit khawatir, jadi dia meminta seseorang untuk mengikuti Susan ke rumah sakit. Dokumen ini adalah laporan tes kehamilan Susan. Milana menyesap anggur merah dan pandangannya tertuju pada masa kehamilan. Bulan kehamilannya belum terlalu lama. Hardy seharusnya tidak tahu. Namun, tidak ada jaminan Susan tidak akan memberitahunya begitu Hardy kembali kali ini. Milana menghabiskan anggur merah di gelasnya. Senyum tipis mengembang di bibirnya. Dia mengambil ponsel dan mengirim pesan ke Susan, memintanya menyiapkan proposal dalam tiga hari. Kalau tidak, dia akan mengganti mitra kerja. Susan samar-samar merasakan ponselnya bergetar, lalu dia mengambilnya dan melirik layar. Pandangannya agak kabur, tetapi saat teks itu muncul dengan jelas di hadapannya, Susan tiba-tiba kehilangan rasa kantuknya. Bagaimana mungkin menyelesaikan proposal lengkap hanya dalam tiga hari! Niat Milana sudah sangat jelas. Susan terdiam beberapa detik, lalu membalas. [Baik.] Keesokan harinya, saat bekerja, Susan mulai sibuk mengerjakan proyek lain. Dia sudah menyerah dengan proyek Nusa Biru. Mengingat kebiasaan Milana yang suka mengulang dari awal, sekalipun Susan diberi waktu sebulan, dia juga tidak akan mampu menyelesaikannya Susan memijat pelipisnya yang berdenyut. Tekanan dari kedua pihak terus menerus datang. Lantaran tidak bisa menyelesaikannya, Susan memilih untuk menyerah. Dia tidak perlu membuat dirinya kelelahan hanya untuk proyek ini. Lantaran dia paham, keberhasilan proyek ini hanya tergantung pada keputusan Milana. Sekalipun proposalnya sudah bagus, Milana juga tidak akan puas pada akhirnya. Sejak penanggung jawab Nusa Biru diganti, Milana tidak punya rencana untuk bekerja sama dengan mereka. Lebih baik Susan fokus pada proyek-proyek lain yang sudah ada di tangannya. Mengenai pertanyaan harian Milana tentang kemajuan proposal, Susan hanya menjawabnya dengan acuh tak acuh. Sampai tiga hari kemudian, Milana datang. "Apa proposalnya sudah selesai? Susan mengeluarkan proposal yang setengah jadi dan berkata dengan jujur, "Waktunya terlalu mepet. Kami nggak bisa menyelesaikannya." Milana mengangkat alisnya dan berkata sambil tersenyum tipis, "Dilihat dari sikap Nona Susan, sepertinya kamu nggak ingin bekerja sama." Susan duduk di hadapannya, nadanya penuh sindiran halus. "Jadi, apa Nona Milana sungguh ingin bekerja sama dengan perusahaan kami, atau sengaja menggunakan alasan kerja sama untuk mempersulitku?" Milana dengan santai membolak-balik proposal itu, lalu melemparkannya ke meja. "Bukankah wajar pihak klien mengajukan permintaan? Atau mungkin Nona Susan bahkan nggak bisa memenuhi permintaan sederhana dari pihak klien?" "Hanya itu saja?" Susan juga ikut tersenyum. Menghadapi pekerjaan yang mustahil diselesaikan, dia tidak lagi memilih untuk diam. Milana tidak lagi mempersulit. Senyuman di wajahnya menghilang. "Kalau begitu, kerja sama antara Nusa Biru dengan Samara Tama berakhir di sini." Susan tidak bersuara untuk menghentikannya. Dia hanya menatap kepergian Milana dengan diam. Samara Tama mengadakan rapat dewan direksi. Kali ini, tidak ada yang menekan Susan lagi, karena mereka bisa melihat bahwa penanggung jawab baru sama sekali tidak berniat bekerja sama dengan mereka. Bos Samara Tama enggan menyerah dan menatap Susan. "Susan, bagaimana kalau kamu bernegosiasi lagi dengan Nona Milana? Bawalah beberapa hadiah dan kunjungi dia secara pribadi. Bersikaplah lebih baik." Proyek ini sudah menguras banyak tenaga seluruh staf perusahaan dan dana perusahaan. Bos tentu saja enggan melepaskan kesempatan emas ini. Jika bisa mengambil proyek ini, Samara Tama bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi. Jika tidak bisa, gaji karyawan Samara Tama bulan ini tidak akan bisa dibayarkan. Melihat wajah-wajah penuh harap itu, Susan merasakan tekanan yang makin besar. Dalam waktu singkat, dia tidak bisa menemukan perusahaan yang menandingi Nusa Biru. Kalaupun ada, orang yang akan dibantu Hardy pasti hanya Milana. Di bawah tekanan, Susan akhirnya menganggukkan kepala. "Aku akan coba." Setelah meninggalkan ruang rapat, dia menelepon Milana. "Nona Milana, mari kita bicara." [Oke.] Milana langsung setuju dan memberikan sebuah alamat. Begitu melihat alamatnya, napas Susan langsung terhenti sejenak. Dia pernah menyukai properti di alamat ini pada saat melihatnya untuk pertama kali. Awalnya, dia ingin menjadikannya sebagai rumah pernikahannya dengan Hardy. Namun, Hardy menolak. Ternyata, properti ini disiapkan oleh Hardy untuk Milana.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.