Bab 7 Kamu Sudah Pikirkan Baik-Baik?
Sebenarnya ada yang dia inginkan.
Dia menginginkan Hardy.
Namun, dalam hati pria ini tidak pernah ada Susan. Sekalipun didapatkan dengan cara yang tidak jujur, hanya akan berakhir dengan luka.
"Nggak ada lagi." Susan hanya berharap Hardy segera menandatangani surat cerai agar mereka tidak perlu bertemu lagi.
Hardy mengambil pena itu dan memutarnya di antara jari-jarinya, tetapi tidak menandatanganinya. "Kamu sudah pikirkan baik-baik?"
"Sudah, tanda tangan saja." Susan agak lelah. Dia bersandar pada dinding di sampingnya agar tidak terjatuh.
Hardy teringat tamparan yang diterima Milana demi melindunginya. Tanpa ragu lagi, pria itu langsung menandatangani namanya dengan cepat. "Rumah ini kuberikan untukmu. Selain itu, aku akan transfer 20 miliar sebagai kompensasi. Mengenai pembagian harta, aku akan minta Andri mendiskusikannya denganmu."
Andri Jinata adalah asistennya.
"Oke." Susan tidak menolak. Sekalipun bukan untuk dirinya sendiri, dia juga harus memikirkan bayi di dalam kandungannya.
Hardy tidak tinggal lebih lama lagi. Dia mengambil jasnya dan berjalan melewati Susan. Aroma parfum pria itu menyusup ke dalam napasnya. Susan berbalik dan memanggilnya. "Tunggu sebentar!"
"Masih ada hal lain?" Mungkin karena perceraian, Hardy tidak menunjukkan tanda-tanda tidak sabar padanya.
Susan melihat barang-barang milik Hardy di dalam kamar. "Kalau begitu, barang-barangmu ini ... "
"Buang saja semuanya."
Jawaban yang sangat dingin.
Susan menatap punggung pria itu yang pergi dengan kejam sambil menggigit bibirnya erat.
Seolah-olah yang dibuang pria itu bukan hanya barang-barang miliknya, tetapi juga Susan.
Tidak peduli seberapa keras dia berusaha, atau seberapa tulus pun cintanya, jika pria itu tidak mencintainya, dia tidak akan pernah mendapat balasan apa pun.
Meski sudah terluka berkali-kali, Susan tetap tidak bisa menahan kesedihannya.
Dia mengangkat kepalanya dan tidak membiarkan air matanya jatuh.
Dering ponsel menghentikan kesedihannya. Ternyata Andri yang meneleponnya. [Bu Susan, ada perjanjian pengalihan harta yang perlu kamu tanda tangani. Selain itu, 20 miliar sudah ditransfer ke rekeningmu."
"Baik." Susan menatap rumah yang kosong itu. Kini benar-benar tinggal dia sendirian. "Tolong bantu ingatkan Hardy, kita bisa mengatur waktu untuk mendapatkan surat cerai."
[Akan kusampaikan pada Pak Hardy. Sampai jumpa, Bu Susan.] Andri menutup telepon.
Andri sama dinginnya dengan Hardy.
Kapan pun atau di mana pun berada, mereka selalu menjaga sikap profesional.
Susan masuk ke kamar Hardy. Aroma tubuh pria itu belum sepenuhnya hilang.
Hanya saja, begitu mencium aroma itu, hatinya langsung terasa sesak.
Pada akhirnya, air matanya tidak terbendung lagi dan jatuh ke tempat tidur Hardy.
Hardy duduk di dalam mobil. Jari-jarinya yang panjang memegang sebatang rokok. Dia melirik ke arah jendela yang terang benderang. Dia mengisap rokoknya. Selesai memberikan instruksi, Hardy menyetir dengan satu tangan dan meninggalkan tempat itu.
Dia sudah lama menebak bahwa hubungannya dengan Susan akan sampai pada titik ini.
Ponsel yang diletakkan di samping berbunyi.
Telepon dari Milana.
Hardy hanya melirik, tetapi tidak mengangkat.