Bab 5
Johan merentangkan kedua lengannya. Dasi kupu-kupu hitam yang semula rapi kini terlepas, memancarkan aura penguasa yang penuh keyakinan, keanggunan, dan godaan yang liar.
Gadis ini telah mengikutinya sejak usia delapan belas tahun. Hanya dengan sekali isyarat darinya, gadis ini tidak akan pernah meninggalkannya seumur hidupnya
Bagi Saskia, semua itu terasa begitu konyol.
Tiba-tiba, dia menatap ke arah belakang pria itu, sepasang mata indahnya tampak penuh kelicikan.
"Kamu yakin mau aku menciummu?"
Sejak tadi malam, pria itu belum menemukan pelampiasan.
Sebelumnya, di ruang jamuan, Johan sudah mulai terangsang. Kini, melihat Saskia yang tampak begitu menggoda, hasratnya tak terbendung. Dia melangkah cepat dan berniat ciuman Saskia secara paksa.
Namun kali ini, Saskia tidak menghindar.
Dia membiarkan pria itu memeluknya dan menekannya dengan paksa. Tepat ketika bibir mereka hendak bertemu, Saskia berbisik pelan, "Nona Gisel."
Tubuh pria itu mendadak menegang.
"Johan, ka ... kalian sedang apa?"
Seiring wajah Gisel yang seketika memucat, Johan langsung mendorong Saskia menjauh, lalu dengan tenang merapikan kerah bajunya, seolah Saskia-lah yang memaksanya.
"Kamu masih mau menggunakan trik kotor seperti ini padaku?"
"Gisel, dengarkan penjelasanku. Sebenarnya ... "
Saskia paham pria itu berniat melempar kesalahan padanya, tapi dia tidak akan membiarkannya berhasil.
"Pak Johan sepertinya terlalu banyak minum. Nona Gisel, sebaiknya kamu menjaganya dengan baik, supaya nggak menimbulkan salah paham."
Saat berbicara, mata Saskia menangkap sosok di lorong luar pintu. Meski hanya terlihat sebagian lengannya, jam tangan mewah yang dikenakan orang itu jelas terlihat.
Saskia tersenyum samar, lalu melangkah anggun melewati Gisel.
"Kalau pacarku sampai tahu, aku butuh waktu lama untuk menenangkannya."
Saat tiba di pintu, Saskia berpura-pura baru menyadari keberadaan seseorang. Dengan senyum menggoda, dia menyelipkan lengannya ke lengan Mason.
"Sayang, kamu nunggu aku ya? Ini semua salahmu. Kamu membuatku kehausan sampai harus minum begitu banyak jus."
Ucapan penuh arti itu terdengar jelas di telinga Johan, hingga membuatnya mengepalkan tangannya dengan kuat karena marah.
Namun, melihat Gisel yang menatapnya dengan curiga, dia terpaksa menahan emosi, lalu merangkul Gisel sambil berpura-pura mabuk dan ingin menciumnya. Meski begitu, di setiap tarikan napasnya, dia hanya mencium aroma samar Saskia yang memabukkan, membuat hatinya semakin gelisah.
Begitu keluar ke lorong, Saskia segera menarik kembali lengannya, menoleh pada Mason sambil melambaikan tangan dengan santai.
"Terima kasih atas kerja samanya hari ini, Pak Mason. Nanti aku traktir makan, sampai jumpa."
Setelah puas membuat orang kesal, dia tak berniat kembali ke dalam.
Mungkin saja sebentar lagi Johan akan keluar dan memamerkan kemesraan dengan Gisel. Pemandangan itu jelas membuatnya muak.
Tanpa menunggu jawaban, Saskia berbalik dan melangkah pergi.
Saat melewati pintu samping menuju area parkir, dia masih merasakan aroma maskulin yang samar dan halus dari tubuh Mason, seolah enggan pergi dari indranya.
Saskia menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Mason yang berdiri beberapa langkah di belakang.
"Pak Mason, maksudmu apa? Pesta belum selesai, kenapa malah mengikutiku?"
Pria itu menatapnya dengan sorot mata yang gelap dan dalam, seakan menancap pada wajah mungil Saskia dengan panas membakar.
"Katamu mau lanjut. Apa sekarang kamu mau mempermainkan aku?"
Saskia terdiam, tak bisa berkata-kata.
Mata indahnya menatap Mason dengan sedikit rasa tak percaya.
"Pak Mason, kita ini sama-sama orang dewasa. Aku memanfaatkanmu untuk mempermalukan Johan, apa kamu nggak menyadarinya?"
Dia mengira Mason sudah tahu.
Paling-paling, pria itu hanya akan marah atau menolak untuk bekerja sama.
Tak disangka, Mason justru mengangguk pelan.
"Aku tahu. Lalu, menurutmu ... apa aku nggak cukup baik bekerja sama?"
Saskia menarik napas panjang.
"Makanya aku sudah bilang terima kasih. Semua omongan barusan cuma bercanda."
"Tapi aku menganggapnya serius."
"Apa kamu nggak berpikir kalau semua ini dilakukan sungguhan, balas dendam itu akan lebih memuaskan?"
Pria itu menjawab dengan nada serius, sorot matanya gelap seperti lautan tanpa sedikit pun senyuman.
Jantung Saskia mendadak berdegup kencang, lalu dia tertawa kesal.
Dia perlahan mendekat, dan jarinya melilit dasi pria itu dengan gerakan menggoda.
Dengan bantuan sepatu hak tinggi, Saskia tak perlu terlalu menengadah. Meski bibir merahnya hanya sampai di bawah dagu pria itu, pesonanya sama sekali tak berkurang.
"Kamu sahabat baik Johan, 'kan? Pak Mason, apa tidur dengan wanita sahabat sendiri sudah jadi kebiasaan ... "
Tiba-tiba, tangan besar pria itu mencengkeram kendali, menarik Saskia masuk ke pelukannya. Mason sedikit menunduk, ujung hidungnya menyapu bibir merah Saskia, mata mereka saling bertaut.
"Bukankah ini terasa sangat menyenangkan?"