Bab 468
Pada saat Luna akhirnya bangun, hari sudah malam.
Dia bisa mencium aroma khas Joshua dan mendengar bunyi klik-klak jari seseorang di atas keyboard.
Luna mengerutkan keningnya dan membuka matanya dengan susah payah.
Hal pertama yang dilihatnya adalah profil samping Joshua yang tajam dan tegas. Dia sedang melakukan beberapa pekerjaan di dalam mobil, laptopnya disandarkan di depannya.
Dia memiliki sepasang alis yang tegas, bulu mata yang panjang, dan bentuk bibir yang sempurna. Luna harus mengakui bahwa meskipun Joshua adalah seorang bajingan, tapi dia memang bajingan yang tampan.
Tidak heran Alice rela melepaskan identitas lamanya dan berpura-pura menjadi Luna Gibson hanya untuk mendapatkan cinta dan kasih sayangnya.
Luna menatap kosong ke arah Joshua, tenggelam dalam pikirannya, ketika Joshua tiba-tiba menyeringai. “Apa yang kau lihat?”
Suaranya yang rendah membuat Luna tersentak kaget. Ketika dia akhirnya sadar, Joshua sudah menoleh dan menatapnya. “Apakah kau cukup tidur?”
Luna terdiam sesaat, lalu mengangguk. “Ya.”
“Empat jam,” kata Joshua sambil menunduk untuk melihat arlojinya. Dia melengkungkan bibirnya menjadi seringai. “Dasar kebo.”
Setelah itu, dia menutup laptopnya dan berkata, “Bukankah kau mengatakan bahwa kau memiliki sesuatu untuk dibicarakan denganku di sini?”
Pikiran Luna menjadi kosong sesaat sebelum akhirnya dia ingat bahwa dia tertidur ketika mereka dalam perjalanan ke Apartemen Danau Angsa. Dia pun menghela napas dan duduk.
Jaket yang menutupi tubuhnya meluncur ke lantai mobil. Saat itulah dia menyadari bahwa Joshua telah mengenakan jaketnya saat dia tertidur.
Joshua menatap jaket di lantai mobil dan mengangkat alisnya. Namun, sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Luna dengan cepat mengambil jaketnya.
“Aku akan segera mengembalikannya padamu setelah aku mencucinya.”
Kemudian, dia buru-buru turun dari mobil.
Joshua terkekeh ketika dia melihat betapa paniknya dia dan keluar dari mobil sendiri. Kemudian, mereka masuk ke lift dan naik ke lantai Luna bersama.
Luna mencengkeram jaket Joshua erat-erat di tangannya sementara Joshua berdiri sedikit di belakangnya. Meskipun punggungnya menghadap ke arahnya, Luna masih bisa merasakan tatapan tajam pria itu padanya. Dia segera menegakkan tubuhnya ketika menyadarinya.
Suasana di dalam lift begitu sunyi hingga nyaris terasa seperti mencekik. Untungnya, keheningan itu tidak berlangsung lama. Lift segera tiba di lantai rumah Luna.
“Luna?” sebuah suara terkejut terdengar begitu pintu terbuka.
Luna segera mengangkat kepalanya. Theo berdiri di depan lift dan menatapnya dengan ekspresi tak percaya. “Bukankah kau seharusnya berada di Kota Laut? Apakah kau sudah pulang?”
Luna juga terlihat syok. “Kapan kau kembali?”
Theo-lah yang merawatnya pada malam dia diculik. Dia ingin Theo ikut dengan mereka ketika mereka kembali ke Kota Banyan, tetapi dia mengatakan kepadanya bahwa dia masih memiliki beberapa hal untuk diurus, jadi dia harus tetap tinggal lebih lama di Kota Laut untuk sementara waktu.
Itu baru dua hari yang lalu. Kapan dia sudah tiba di Kota Banyan?
“Aku kembali pagi ini.” Theo terbatuk. “Bagaimana denganmu? Kenapa kau pulang begitu cepat? Aku mendengar sesuatu terjadi pada Gwen, jadi aku berasumsi kau akan tinggal di Kota Laut selama beberapa hari lagi.”
Luna terdiam sejenak, lalu melirik ke arah lift. Joshua masih di sana, ekspresinya sedingin dan secuek biasanya.
Dia tersenyum pada Theo tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi. “Pekerjaan sangat sibuk akhir-akhir ini, jadi aku kembali lebih awal.”
Theo tiba-tiba menyadari bahwa Joshua berdiri di belakangnya. Dia berhenti dan berkata, “Kalau begitu, jika kau sibuk, kita bisa bicara lain kali.”
Setelah itu, dia mengitarinya dan memasuki lift.
Pintu pun bergerak menutup.
Alis Joshua berkerut ketika dia melihat lift itu turun lagi. “Kau dan Theo … tidak berkomunikasi lagi sejak kau meninggalkan Kota Laut?”
Luna menatapnya dengan bingung dan mencari-cari kuncinya. “Apakah kau tidak mendengar pembicaraan tadi?”
Joshua menyipitkan matanya. Itu berarti dia tidak terjaga sepanjang malam untuk berbicara dengan Theo.
Apakah dia ... salah paham padanya?