Bab 9
Di ruang perawatan, Niko dan Simon tampak seperti dua salinan dari cetakan yang sama, bahkan dinginnya sorot mata mereka pun serupa.
Hati Selena terasa sakit.
Sampai detik ini, hanya memikirkan kata "cerai" saja sudah membuat hatinya sakit seperti ditusuk jarum halus.
Diamnya Selena membuat Niko semakin yakin bahwa Selena dan pria dalam foto itu memang punya hubungan gelap.
"Jawab! Siapa dia? Apa hubunganmu dengannya? Sampai kamu nggak menjawab telepon, meninggalkan anakmu, hanya demi minum kopi dengannya?!"
Niko mengepalkan tangan, urat-urat di punggung tangannya menonjol karena emosi yang meledak.
Saat dia panik menelepon Selena dan tidak bisa tersambung, lalu menerima setumpuk foto yang entah dikirim siapa, foto Selena "bermesraan" dengan pria lain, dia benar-benar marah.
Bagaimana bisa Selena melakukan itu?
Berani-beraninya dia?
Dalam foto, Selena dan pria asing itu hampir bersandar kepala. Pria itu bahkan menyentuh keningnya dengan jari.
Sorot mata Selena tampak seperti tak berdaya menghadapi pria itu.
Kedekatan mereka terlalu nyata. Niko tidak percaya hubungan mereka hanya sebatas teman.
"Selena, kamu biasanya pandai bicara. Jelaskan padaku sekarang! Siapa dia? Sejak kapan kamu bersamanya?!"
Niko melangkah maju, mendekat dengan sorot mata gelap dan suara penuh ancaman.
Di atas ranjang, Simon yang sudah merasa tertekan sejak tadi, langsung mengerucutkan bibirnya dan mulai menangis pelan.
Dia belum pernah melihat ayahnya semarah ini.
Biasanya, kemarahan Niko hanya berupa ekspresi masam.
Dada Selena seperti dipenuhi kapas basah, sangat sesak. Dia menarik napas dalam-dalam, menahan air mata yang hampir tumpah.
Jadi, di mata Niko, dia bertemu dengan pria lain sudah dianggap berselingkuh?
Lalu bagaimana dengan Niko sendiri yang membiarkan Susan tinggal di rumah, bahkan terang-terangan dekat dengannya?
Selena ingin bertanya, tetapi tenggorokannya terasa kering dan sakit hingga tidak bisa berbicara.
Dengan ekspresi dingin, Niko berjalan mendekat ke arah Selena.
Mereka berdua seperti dua musuh bebuyutan yang saling menatap tanpa berkedip.
"Simon, gimana kondisimu? Bagian mana yang terluka?"
Susan masuk tepat saat ketegangan memuncak.
Selena menahan diri agar tidak mundur, tetap berdiri tegak menghadapi Niko.
Tidak satu pun dari mereka mau mengalah.
Simon yang tadinya hanya menangis pelan, langsung menangis keras saat melihat Susan. "Tante Susan, aku takut ... "
Susan melirik Selena sekilas, sudut bibirnya terangkat sedikit, lalu berpura-pura khawatir dan memeluk Simon.
Di dalam benaknya, "Selena, kamu yang 'selingkuh' duluan. Aku ingin lihat apa Niko masih akan mempertahankanmu!"
Di balik kepuasan dalam hati itu, Susan segera membela Selena, "Pak Niko, apa pun yang Kak Selena lakukan, pasti ada alasannya. Kalian jangan ribut di depan Simon, dia jadi takut."
Ucapannya terdengar seperti apa pun yang terjadi, dia akan selalu mendukung Selena.
Sekalipun Selena telah melakukan kesalahan, tetap bisa dimaklumi.
Niat jahat dalam pembelaan itu, Selena tentu menyadarinya.
"Susan, hentikan aktingmu itu. Kamu tahu persis apa yang terjadi!"
Soal foto-foto itu, Selena tidak perlu berpikir panjang. Dia tahu pasti Susan yang menyuruh orang memotret.
Dia hanya tidak menyangka Susan begitu tidak sabar ingin menyingkirkannya.
"Kak Selena, kamu bicara apa sih?"
Susan menatap Niko dengan wajah polos.
Selena malas meladeni sandiwaranya lagi, langsung berkata dengan nada sinis, "Baiklah, kamu menang."
Dia menyerahkan Niko padanya.
Tidak hanya itu, Simon pun dia serahkan.
Selena menutup mata sejenak. Awalnya dia tidak ingin mengungkap semuanya secepat ini.
"Niko, kamu ingin tahu siapa dia, 'kan? Oke. Akan aku beri tahu. Dia adalah pengacara perceraian yang aku sewa."
Wajah dingin Niko menunjukkan keterkejutan, seolah dia meragukan pendengarannya sendiri.
Selena ingin bercerai?
Lelucon macam apa ini?
"Begitu selesai dicetak, surat cerai akan langsung dikirim. Niko, kamu tinggal tunggu dan tanda tangan saja."
Setelah berkata demikian, Selena melangkah tegas menuju pintu.
Sebelum pergi, dia sempat melirik Susan dengan tatapan dingin. Sepasang mata Susan kini memancarkan kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan.
Begitu Selena keluar, ekspresi Niko langsung berubah.
Selena serius ingin bercerai dengannya?
Ini sangat konyol!
Niko sudah memikirkan banyak kemungkinan, tetapi tidak pernah membayangkan Selena akan mengajukan perceraian.
Bahkan saat foto-foto Selena bersama pria lain dikirim ke hadapannya. Bahkan saat dia melihat Selena tampak begitu dekat dengan pria itu hingga hatinya terbakar cemburu. Dia tetap tidak pernah berpikir untuk bercerai.
"Pak Niko, kamu baik-baik saja?"
Susan berusaha menahan kegembiraannya.
Semua rencana yang dia susun selama ini akhirnya membuahkan hasil. Selena sendiri yang mengajukan perceraian.
Sebelumnya, dia mengira Selena akan terus bertahan, tidak mau melepaskan posisi Nyonya Horman.
Sekarang ...
Susan berpura-pura khawatir. "Kenapa Kak Selena tiba-tiba ingin bercerai? Padahal Pak Niko begitu luar biasa ... "
Saat bicara, dia seolah sadar telah berkata terlalu jauh. Wajahnya memerah malu, lalu melirik Niko dengan penuh harap. "Pak Niko, kalau Kak Selena ingin bercerai, apa yang akan kamu lakukan?"
"Cerai?"
"Itu nggak akan terjadi!"
Niko terdiam sejenak, lalu berkata, "Dia hanya sedang emosi."
Jelas, dia tidak menganggap serius ucapan Selena.
Rasa kecewa menyelinap di hati Susan. Ternyata bukan Selena yang enggan bercerai, tetapi Niko?
"Oh ya, kenapa kamu ada di sini saat jam kerja?"
"Ah, aku ... "
Wajah Susan berubah sedikit canggung, tapi Simon yang berada di pelukannya langsung bersuara, "Kalian semua nggak datang menemaniku, jadi aku panggil Tante Susan."
Tatapan Niko sedikit berubah, tetapi dia tidak berkata apa-apa lagi.
...
Malam pun tiba.
Di kamar tidur Selena, suara sahabatnya Vivi terdengar manja dan penuh rindu.
[Selena, kamu nggak bisa pesan tiket besok dan langsung terbang pulang? Harus nunggu dua belas hari lagi, rasanya lama banget. Aku sudah kangen kamu tahu, dasar kamu nggak punya hati.]
Mata Selena memerah. Dia tahu selama bertahun-tahun ini, dia telah mengabaikan teman-teman yang tulus padanya.
Dia langsung berjanji akan menebus semuanya saat kembali nanti, meminta maaf atas ketidakhadirannya selama ini.
Mereka berbincang dari hati ke hati, lalu obrolan beralih ke pekerjaan.
[Pokoknya, Selena, selamat datang kembali. Kembalinya kamu pasti bakal bikin dunia ilustrasi internasional bergelora!]
Nada suara Vivi penuh semangat. Dia tahu betul bakat Selena.
Di usia belasan, dia sudah terkenal lewat satu lukisan, langsung meraih juara ke-24 ilustrasi tingkat nasional dan internasional.
Setelah itu, setiap karyanya selalu mencetak angka yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Sayangnya, tujuh tahun lalu dia tiba-tiba "menghilang tanpa jejak".
Sudut bibir Selena berkedut. "Vivi, kali ini aku kembali, tapi mungkin untuk sementara hanya bisa bekerja di balik layar ... "
Tangannya menyentuh perutnya. Dia belum mengungkapkan soal kehamilannya.
Nanti saat bertemu langsung dengan Vivi, dia baru akan memberitahunya.
Anak dalam kandungannya ini hanya akan menjadi miliknya seorang.
[Jangan dong. Kerja di balik layar, sayang banget buat bakat kamu, Selena.]
Vivi tidak bisa memahami keputusan Selena itu. Dalam benaknya, Selena seharusnya bersinar seperti bintang yang terus berkilau di langit malam.
"Bam!"
Pintu kamar dibuka dengan kasar. Niko masuk dengan aura dingin menusuk, langsung menghampiri Selena.
Wajahnya kelam, dia melemparkan surat perjanjian cerai ke hadapan Selena dengan keras.
"Selena, maksud kamu apa dengan surat cerai ini? Kamu nggak mau bagi harta, mau keluar tanpa bawa apa-apa?"
Niko tertawa dingin, suaranya tajam menusuk saat lanjut berkata, "Bahkan Simon pun kamu nggak mau, ya?!"