NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 11

Satu kalimat dari Selena itu membuat Niko terdiam selama setengah menit. Saat Selena hendak menutup telepon, suara lelah Niko terdengar, [Haruskah kamu sedingin ini?] [Selena, sekarang bukan waktunya kamu bersikap kekanak-kanakan. Simon masih di rumah sakit. Sebagai ibunya, kamu nggak seharusnya pergi menjaganya?] [Cepat kembali ke rumah sakit. Sekalipun kamu sedang marah padanya, dia sedang terluka dan dirawat di rumah sakit. Kamu tega ngambek sama anakmu sendiri?] Nada bicara Niko dipenuhi keluhan. Dia tidak habis pikir, hanya karena Simon mengatakan dia tidak suka Selena dan lebih suka Susan ... Selena sebagai seorang ibu malah marah dan menjauhi Simon? "Aku sudah mempekerjakan Bi Rita, 'kan? Kalau Simon ingin minum sup, minta Bi Rita buat dan antarkan ke rumah sakit." Mendengar Niko terus menyuruhnya begini dan begitu, Selena merasa sakit hati. Jadi seorang ibu harus selalu berkorban? Jadi seorang ibu harus menahan semua sakit hati, dan tetap tersenyum? Niko mencoba mengikatnya lewat moralitas ibu-anak. Namun, bukankah dia juga ayah dari Simon? [Simon ingin sup buatan tanganmu!] "Hanya karena dia ingin, jadi aku harus langsung meninggalkan semua urusan dan masak untuknya?" Selena balik bertanya dengan nada sinis. Niko tidak menyangka Selena akan menjawab seperti itu. Seketika, dia terdiam. "Kalau memang butuh, ada Susan, 'kan? Dia pasti bisa merawat Simon dengan baik." [Selena, kamu itu ibu kandung Simon. Masa kamu mau menyerahkan tanggung jawabmu ke orang luar?] Selena tertawa dingin setelah mendengar itu. "Sekarang kamu baru ingat aku ibunya Simon?" Nada bicaranya tajam, penuh sindiran. Suara Niko terdengar dalam dan berat, [Selena, aku nggak mau bertengkar. Aku nggak peduli kamu di mana sekarang, segera pulang!] [Semalaman nggak pulang, bersama pria liar itu, aku belum mempermasalahkan ini. Sekarang anakmu cuma ingin sup buatanmu ... ] Begitu mendengar kata "pria liar", sorot mata Selena memancarkan dingin yang tajam. Tanpa ragu, dia menutup telepon. Di mata Niko, dirinya begitu rendah? Keluar rumah pasti untuk menemui pria? "Selena?" Vivi melihat ekspresi Selena berubah, langsung memeluknya dengan lembut. "Vivi, aku lapar. Mau makan mi instan, pakai telur dan sosis." Nada Selena yang semula murung berubah manja, memeluk lengan Vivi. Tiba-tiba, dia sangat ingin makan mi instan. Selama bertahun-tahun, demi menjaga kesehatan putranya, dia jarang menyentuh makanan instan. Bahkan di depan putranya, dia tersenyum sambil makan sayur yang sebenarnya tidak dia suka. Mulai sekarang, dia tidak perlu lagi membesarkan anak. Dia bisa makan apa pun yang dia mau. "Huh, berani-beraninya kamu lebih pilih cowok daripada sahabat. Nggak kontak aku bertahun-tahun, sekarang malah suruh aku masak!" "Tunggulah!" Vivi pura-pura cemberut, lalu pergi ke dapur untuk memasak mi instan. "Bzzz." Ponsel bergetar, layar menyala. Hitung mundur: 11 hari. Satu hari lagi berlalu. Tinggal 11 hari, dan dia akan benar-benar lepas dari Niko. Selena menghitung waktu dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan kehamilan setelah makan. ... Rumah sakit, ruang rawat. Di atas ranjang, Simon memukul-mukul selimut dengan kesal, wajahnya penuh rasa kecewa. "Aku mau minum sup jagung!" "Tuan Muda Simon, ini memang sup jagung, coba lagi ya?" Bi Rita menyodorkan sendok ke arah mulut Simon. Simon cemberut, ekspresinya tampak sedang menahan menangis. Dia membuka mulut, mencicipi sedikit, lalu langsung memuntahkannya. "Bukan! Sup jagung buatan Mama rasanya nggak kayak begini!" Air mata mengalir, dia menangis sambil berteriak ke arah Niko, "Aku mau sup jagung!" Kening Niko berkerut, rasa jengkel mulai muncul. Dia teringat sikap dingin Selena di telepon. Bahkan setelah dia menggunakan anak yang paling Selena cintai sebagai alasan, Selena tetap tidak tergoyahkan. "Tuan Muda Simon, ini rasanya sama seperti buatan mamamu." Bi Rita panik, lalu meyakinkan Niko, "Saya masaknya pakai resep dari Nona Selena, takarannya sama persis. Bahkan Nona Selena bilang rasa masakan saya mirip sekali dengan masakan dia." Bi Rita baru dua hari bekerja di rumah Keluarga Horman. Kapan Selena sempat mengajarinya? Niko merasa bingung, dan langsung menanyakannya. Rita pun menjawab, "Hari pertama saya datang, Nona Selena langsung kasih saya setumpuk menu dan resep. Ada juga catatan kebiasaan dan kesukaan Tuan dan Tuan Muda." Dia sudah bekerja di banyak keluarga kaya, dan dari pengalamannya, hari pertama masuk rumah ini, dia sudah merasa Selena akan pergi. Seolah tidak ingin lagi menjadi bagian dari rumah ini. Wajah Niko semakin gelap. Selena diam-diam sudah mengatur semua kebutuhan hidup mereka berdua? Dia sudah bersiap untuk pergi? Dia benaran tega meninggalkan mereka? Niko memijat pelipisnya. Semalaman tidak tidur, pagi-pagi Simon sudah ribut ingin minum sup jagung buatan ibunya. Niko bahkan tidak sempat ke kantor, langsung meluncur ke rumah sakit. "Huuu ... aku mau sup jagung buatan Mama! Ini rasanya salah! Huuu ... " Simon terus menangis dan merengek. Niko berpikir sejenak, lalu menelepon Susan agar datang ke rumah sakit. Tidak lama kemudian, Susan yang sedang dalam perjalanan ke kantor langsung mengubah arah ke rumah sakit. "Simon jangan nangis, Tante Susan yang masak sup jagung untukmu, gimana?" Nada Susan penuh kasih sayang. Dia memang bisa membuat sup jagung. Dulu, dia mati-matian meniru Selena, bahkan kebiasaan dan kesukaan Niko dan Simon pun dia pelajari dengan detail. Simon tetap hanya menangis, seolah tidak mengenal Susan. "Simon, Tante Susan ajak kamu nonton pahlawan bertopeng, gimana? Nanti Tante juga kasih kamu mainannya." Susan berusaha sabar, menyebutkan semua mainan dan kartun favorit Simon. Sayangnya, rayuan yang biasanya ampuh terhadap Simon, kali ini tidak mempan. Simon malah makin kesal, menepis tangan Susan dan menangis berteriak ke arah Niko. "Papa! Aku mau sup jagung buatan Mama! Kalau nggak, aku lebih baik kelaparan! Huuu ... " Anak kecil mungkin mudah lupa. Kemarin dia bilang tidak suka Selena, tetapi setelah semalam tidak bertemu, dia panik dan ingin ibunya. Simon terus menangis sambil terus mengatakan ingin bertemu Selena. Sementara Susan, sorot matanya memancarkan kilatan dingin. "Memang! Anak dari wanita murahan itu, sebaik apa pun diperlakukan, tetap nggak ada gunanya!" umpat Susan dalam hatinya. Dia berharap, kalau saja Simon menunjukkan ketergantungan padanya, posisinya di hati Niko pasti akan berbeda! Susan mulai menyimpan dendam. "Simon, anak berengsek ini, biasanya sangat menyukaiku, bahkan ingin aku jadi ibunya. Di situasi penting seperti ini, sikapnya malah berubah!" umpatnya lagi dalam hati. Melihat Susan gagal menenangkan Simon, Niko tidak punya pilihan selain kembali menelepon Selena. Sayangnya, panggilannya tidak diangkat. Simon tampaknya menyadari dari reaksi ayahnya bahwa telepon ke ibunya tidak tersambung. Dia langsung turun dari ranjang, terisak-isak sambil berjalan keluar. "Aku mau makan sup jagung buatan Mama ... " Dia berpikir, kalau Mama tidak datang ke rumah sakit, dia akan pulang ke rumah untuk mencarinya. Simon berlari begitu cepat, saat Niko dan Susan mengejarnya, dia sudah sampai di depan lift. "Ding!" Pintu lift terbuka, dan Simon langsung menabrak kaki Selena. Dia mendongak, matanya berbinar. Dia tahu, Mama tidak mungkin meninggalkannya. "Mama, kamu datang bawa sup buat aku, ya?" Selena menunduk, menatap Simon dari atas ke bawah. Hanya ada sedikit luka lecet di lutut. "Cuma luka luar sekecil ini, kamu masih belum keluar rumah sakit?"

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.