NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Legenda Raja SerigalaLegenda Raja Serigala
Oleh: NovelRead

Bab 2040

Teguh tertegun sejenak, dia seketika teringat kata-kata Yuni tentang "Kekayaan akan didapatkan dalam sebuah bahaya" saat mereka pertama kali bertemu. Tampaknya sampai sekarang, di saat segenting ini, Yuni masih saja ingat untuk merampas harta karun Keluarga Zhafiro. Benar-benar sosok kecil penggila harta. "Ayo mana." Teguh pun tak ingin berlama-lama. Dia mengeluarkan semua harta karun yang dirampasnya dari Keluarga Zhafiro, lalu memberi isyarat kepada Yuni, "Pilih saja separuhnya sendiri." "Aku mau yang ini, ini, dan yang ini juga ..." Pembagian hasil keduanya pun selesai dengan cepat. "Aku sudah memberi semua yang kamu mau, sebaiknya kamu cepat pergi." Teguh tidak bermaksud menghina Yuni, tetapi dia merasa terlalu berbahaya untuk terus bersama dengannya. Melihat situasi saat ini. Dewa Surgawi Adiluhung telah mengeluarkan perintah pengejaran. Begitu Teguh muncul di tempat banyaknya manusia, dirinya pasti akan segera dikepung dan ditangkap Dewa Surgawi Adiluhung. Dalam kondisi seperti ini, Teguh juga tak memiliki solusi yang lebih baik. Dia hanya bisa berdoa, semoga master yang dikirim oleh Dewa Surgawi Adiluhung tidak begitu hebat sampai membuatnya tak bisa berkutik. "Pergi?" Yuni tersenyum tipis, "Bersama denganmu seperti sekarang bisa membuatku bertahan hidup untuk sementara. Kalau aku pergi sendirian dan bertemu musuh, aku bisa aja mati lebih cepat." Teguh terdiam sejenak, tidak tahu harus menjawab apa. "Omong-omong ..." Yuni menatap Teguh sambil sedikit mengerucutkan bibirnya, "Ini semua salahmu." "Kalau saat itu aku nggak berusaha menyelamatkanmu dengan susah payah, kekacauan ini nggak akan terjadi." "Kamu harus tanggung jawab sampai semuanya selesai!" Teguh ikut mengerucutkan bibirnya, "Katakan, apa yang mau kamu minta dariku." "Sangat mudah!" "Antar saja aku ke Kota Pamarang." Kota Pamarang? Teguh bertanya dengan penasaran, "Tempat apa itu?" "Aku juga nggak tahu." Yuni menggelengkan kepala dengan raut wajah agak murung, "Aku hanya membaca beberapa catatan di sebuah buku kuno. Di sana tertulis kalau Kota Pamarang adalah satu-satunya jalan kembali dari Dunia Atas ke Dunia Kultivasi." Ternyata seperti itu. Setelah memahami semuanya, teguh menganggukkan kepala dan setuju, "Oke, aku akan mengantarmu ke Kota Pamarang." Setelah itu, keduanya melanjutkan kultivasi dan berlatih sejenak. Kemudian, Teguh dan Yuni keluar dari tempat terpencil itu. Mereka terus melaju melewati jalanan umum hingga sampai ke Gurun Utara. Kota Gamulang. Di pintu gerbang, keduanya melihat surat perintah pengejaran dari Dewa Surgawi Adiluhung sesuai dugaan mereka. Untung saja, mereka berhasil menutupi identitas dengan mengenakan cadar sehingga tak bisa dikenali. "Kita nggak bisa begini terus." Teguh mengirimkan telepati kepada Yuni, "Di dalam Gurun Utara ada banyak surat perintah pengejaran kita. Kalau nggak hati-hati, kita bisa saja terjebak ke dalam perangkap Dewa Surgawi Adiluhung dan mendapat masalah besar." "Yang paling penting sekarang adalah ..." "Kita harus mencari orang yang memahami situasi ini terlebih dahulu." "Oke!" Setelah mencapai kesepakatan, keduanya pun tampak acuh tak acuh, padahal aslinya mereka tengah mencari petunjuk di sekitarnya. Teguh membeli sesuatu dari seorang pedagang pinggir jalan dengan santai, kemudian bertanya, "Hei, kawan, apa kamu tahu sejauh mana wilayah kekuasaan para master besar di Alam Nirwana?" Karena khawatir ketahuan, Teguh tidak mengatakan bahwa yang dia maksud adalah Dewa Surgawi Adiluhung. "Aku cuma seorang penjual barang, buat apa aku mengetahuinya?" Pedagang itu menggelengkan kepala, kemudian melanjutkan, "Tapi, di Kota Gamulang ada seorang petapa yang dijuluki 'Bintang Kebijaksanaan'. Dia pasti tahu segalanya." "Apa pun yang mau kamu tanyakan, cari saja dia." Bintang Kebijaksanaan? Teguh dan Yuni saling pandang sejenak, lalu segera memutuskan untuk mengunjunginya. Setelah memastikan arah dengan jelas, Teguh dan Yuni langsung berangkat. Beberapa saat kemudian. Kedua orang itu menemukan gang di sebelah timur, sesuai dengan yang penjual itu katakan. Bintang Kebijaksanaan berada di dalam rumah paling ujung di gang tersebut. Di depan pintu rumah itu, duduk seorang pria yang terlihat berusia empat atau lima puluhan. Penampilannya tak terawat, satu matanya yang buta tampak menatap kosong dan menakutkan.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.