Bab 2031
"Hei, Nak ..."
"Sekarang kamu pasti takut, 'kan?"
Fadil melihat Teguh diam saja. Dia pun mengira Teguh terkesima oleh kekuatannya. Dengan perasaan bangga, Fadil berkata dengan arogan, "Cepat berlutut dan beri hormat berkali-kali!"
"Aku bisa saja membuat kematianmu sedikit lebih menyenangkan."
"Kalau nggak ..."
"Dasar banyak omong!"
Teguh yang tidak ingin membuang waktu untuk bicara dengannya, hanya mendengus dingin, kemudian langsung mengeluarkan tombak besinya dan menusuk ke depan.
"Masih mau coba-coba menyerang, ya?"
Fadil tersenyum dingin dengan meremehkan, lalu segera menggunakan Teknik Surgawi keluarganya untuk melawan.
Sayangnya ...
"Bum ..."
Teguh menggabungkan kekuatan tombak dari Rumah Abadi Surga dalam serangannya. Dalam sekejap, dia berhasil menghancurkan serangan Fadil. Dengan satu tusukan, dia menghempaskan Fadil hingga terlempar. Fadil bahkan memuntahkan darah segar dengan surara "Pfft".
"Sepertinya ..."
"Sebagai seorang Batara, kamu bahkan nggak ada apa-apanya."
Mata Teguh berkilat dingin, lalu dia bergegas melangkah menuju Fadil.
"K ... kamu ..."
Fadil tidak menyangka jika kekuatan Teguh ternyata melebihi dirinya.
Sampai pada titik ini, Teguh tidak lagi menyembunyikan apa pun. Dia kemudian langsung mengeluarkan sebuah peluit dan meniupnya.
"Priiit ..."
Suara nyaring peluit yang begitu memekakkan, terasa diiringi sedikit gelombang di dalamnya.
"Wus ..."
"Wus ..."
"Syut ..."
Tak lama setelah suara peluit itu berhenti, sebuah bayang-bayang melesat mendekat dengan cepat.
Orang-orang yang datang di awal, semuanya adalah seorang Batara tingkat menengah.
Sedangkan yang paling terakhir tiba, ternyata seorang Batara tingkat akhir.
Sosok itu adalah sesepuh Keluarga Zhafiro, ayah dari Fadil sekaligus kepala Keluarga Zhafiro, Ferdi.
"Ayah ... Ayah harus mengadilinya!"
Fadil segera maju dan menangis sambil mengadukan "kejahatan" Teguh, "Dia berbuat sok dengan sedikit kekuatannya dan nggak menghargai Keluarga Zhafiro. Dia bahkan memukuliku hingga terluka ..."
"Plak!"
Ferdi menampar Fadil dengan keras, kemudian berkata dengan dingin, "Kendalikan emosimu! Apa kamu pikir ayahmu ini nggak tahu?"
"Kamu yang mengganggu gadis ini duluan, itu sebabnya dia kasar padamu."
"Cepat minta maaf kepada mereka!"
Minta maaf?
Semua orang tercengang menatap Fadil.
"Ayah ..."
Dengan raut tak percaya, Fadil mengeluh dengan kesal, "Nggak masalah kalau Ayah nggak mau membelaku, tapi Ayah bahkan juga membuatku ..."
"Kenapa? Apa tamparan tadi masih kurang kuat?"
Dengan tatapan tajam, Ferdi berhasil membuat Fadil menelan kata-kata yang hendak diucapkannya.
"Aku ..."
"Oke, aku akan minta maaf ..."
Dia kemudian berkata dengan muram sambil tentunduk, "Maaf."
Namun, dengan Fadil yang terus menundukkan kepala, tidak ada siapa pun yang bisa melihat kebencian yang tersembunyi dalam matanya.
"Hmph, sudah cukup yang kamu lakukan ini."
Seusai menegurnya, Ferdi berbalik dan menghadap Teguh seraya tersenyum ramah, "Tuan, maafkan aku. Ini memang sedikit nggak sopan."
"Anakku yang kurang terdidik ini pasti sudah merepotkan kalian, mohon kalian memakluminya."
Dengan kata lain, Ferdi ingin mengajak berdamai.
Orang tua lawannya itu sangat baik. Jadi, Teguh tak ingin bersikeras, "Tuan tenang saja."
Setelah memberi salam dengan mengangkat tangan, Teguh bersiap-siap untuk pergi bersama Yuni.
"Tuan, tolong tunggu sebentar."
Ferdi kembali berbicara kepada Teguh, "Kamu kelihatan sangat lelah. Kamu pasti habis melakukan perjalanan jauh."
"Begini saja ..."
"Bagaimana kalau kamu istirahat di rumahku selama beberapa hari? Anggap saja ini bentuk permintaan maaf dari Keluarga Zhafiro."
Hal ini ...
Membuat Ferdi tampak bertindak ceroboh.
Teguh merasakan sesuatu yang tidak beres.
Namun, jika menolak sekarang, kemungkinan besar mereka akan kesulitan menghadapi pertempuran yang hebat.
Mengandalkan diri sendiri mungkin belum tentu mampu menyainginya.
Alhasll.
Teguh pun menyetujuinya, "Kalau begitu, maaf karena harus merepotkan Keluarga Zhafiro begini."
Langsung saja, sekelompok orang itu memasuki rumah Keluarga Zhafiro.