NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5 Ada Masalah di Rumah

Suara benturan nampan makan dengan pintu mengganggu aktivitas pria-wanita itu di atas ranjang. Dengan mata yang memerah karena emosi, Gisella menatap tajam pemandangan di depannya. Juvent benar-benar membiarkan wanita dari luar naik ke ranjang mereka. Bagaimanapun ditutupi, Gisella tak bisa mengendalikan emosinya yang sudah di ujung tanduk. Dia meraung histeris, "Juvent, aku nggak peduli bagaimana kamu menghinaku, tapi kamar ini dan ranjang ini milikku. Silakan kalian pergi!" Juvent dengan marah menyibak selimut dan turun dari ranjang, menatapi Gisella dengan cuek. Kata-katanya penuh dengan ejekan dan kekejaman seperti biasa, "Aku hanya ingat menikahi seorang istri yang suci dan murni, bukan wanita bekas. Apa hakmu bilang ini milikmu?" Dada Gisella berkedut sakit. Rasa pedih yang tak terucapkan menyapu seluruh tubuhnya. Dalam kabut air mata, Gisella memandangi pria di depannya yang bersikap sombong dan cuek. Bibirnya gemetar tak terkendali. Gisella bergumam pelan, wanita bekas .... Keputusasaan dan kebengongan Gisella sama sekali tidak mengubah sikap pria itu. Juvent kembali merengkuh wanita itu ke pelukannya. Wanita itu dengan mesra menggesek-gesekkan diri pada dada Juvent. Juvent bertanya dengan suara dalam yang bernada menggoda, "Kenapa kamu masih berdiri di situ?" Gisella mengangkat mata merahnya dengan tak percaya. Rasa hina dan sakit membakar hatinya. Organ dalamnya serasa akan meledak. Gisella berkata dengan suara gemetar, "Nggak tahu malu! Oke, aku mengalah untuk kalian!" Senyum meledek di bibir Juvent menghilang seketika. Dia berteriak kencang, "Dasar mengganggu, cepat pergi!" Gisella tidak tahu bagaimana dirinya keluar dari kamar itu. Hanya ada satu pikiran dalam kepalanya, yaitu pergi dari tempat itu. Entah berapa lama, Gisella berlari seperti orang gila, hingga kakinya terpeleset dan jatuh keras di lantai. Pandangannya kabur, dan hatinya diterjang badai. Dia menjadi orang yang terbuang. Setelah pergi dari rumah itu, ke mana lagi dia bisa pulang? Juvent sudah tidak mencintainya dan tidak menginginkannya lagi! Gisella berjongkok di lantai dan menangis tersedu-sedu. Samar-samar, terdengar nada dering yang familier. Gisella langsung berhenti menangis. Harapan bodoh di hatinya makin bergolak. Apakah mungkin Juvent mencarinya? Gisella buru-buru merogoh ponselnya dari saku. Nama penelepon di layar bukan Juvent, melainkan ayahnya sendiri. Sesudah menenangkan perasaannya, Gisella menjawab panggilan telepon seakan-akan tak terjadi apa-apa. Tak disangka, ayah memberitahukan dengan cemas di telepon, "Gisella, ada masalah! Ibumu kambuh lagi, dan menjatuhkan seorang nenek. Keluarga nenek itu minta satu miliar untuk berdamai. Kalau nggak, mereka akan laporkan ibumu ke polisi!" Hati Gisella tersentak kaget. Dia berusaha menenangkan ayahnya, "Ayah, bagaimana kondisi Ibu sekarang?" Ayah berujar tak berdaya, "Gisella, Ayah sedang menjaganya. Kalau nggak, biar ibumu tinggal sementara di rumah sakit. Tapi uang ganti ruginya ...." Gisella menarik napas dalam-dalam, lalu memberi janji pasti, "Ayah, kamu urus Ibu saja. Aku akan cari cara mendapatkan uang itu!" Sesudah mengakhiri panggilan telepon, Gisella mendongak ke langit. Langit masih biru, hanya hidupnya yang diselimuti total oleh kekelaman. Satu miliar bukan jumlah kecil bagi keluarga biasa. Keluarganya pasti masih mengira hubungan suami-istri mereka harmonis. Memang, satu miliar bukanlah apa-apa bagi seorang nyonya kaya. Hanya saja, hubungannya dengan Juvent sudah seperti ini, bagaimana mungkin dia meminta uang untuk keadaan darurat padanya? Ibu bisa menjadi seperti sekarang juga karena dirinya. Dia sudah terlalu merepotkan orang tuanya. Kali ini, dia harus bangkit. Gisella mondar-mandir di tempat, tetap tidak menemukan solusi. Pada akhirnya, Gisella menoleh ke arah vila, lalu berbalik dan menelepon seseorang. "Tania, apa ada lowongan atau pekerjaan yang bayarannya tinggi dan cepat? Aku bisa terima apa saja." Tania Damanik kebingungan, mengira Gisella bercanda. "Nyonya Bonardi, jangan main-main denganku. Kamu masih perlu cari uang susah payah seperti itu?" "Tania, aku nggak bercanda. Kamu di mana? Aku ke sana sekarang!" Usai mengakhiri panggilan telepon, Gisella mengepal tangan erat-erat. Saat ini, dia hanya bisa mengambil tindakan selangkah demi selangkah.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.