Bab 1
Aku ingin minta tolong padamu ... bantu aku memalsukan sebuah kecelakaan pesawat pribadi, agar aku bisa meninggalkan Juna tanpa hambatan.
Mendengar permintaan Melisa itu, sahabatnya, Yunita, sangat terkejut. Dia bahkan sempat ragu, apakah pendengarannya masih normal.
Perasaannya persis seperti saat pertama kali mendengar kabar bahwa mereka berdua akan menikah.
Seorang gadis miskin dari daerah pegunungan, dan putra mahkota keluarga paling terpandang di Kota Zurit, dua orang dari dunia yang sangat berbeda. Tak ada yang menyangka keduanya akan benar-benar bersama.
Orang-orang ramai membicarakannya. Ada yang menduga Juna hanya tergoda sesaat, ada pula yang mengira dia memiliki cinta sejatinya yang tak bisa dimiliki, dan Melisa hanyalah pengganti. Bahkan ada yang berspekulasi bahwa pernikahan itu hanya hasil dari taruhan.
Namun selama tiga tahun setelah menikah, Juna membuktikan lewat tindakannya bahwa alasannya menikahi Melisa tidak lain karena satu hal. Dia mencintai Melisa.
Dan cintanya itu sudah sampai pada titik kegilaan
Saat itu, Juna jatuh cinta pada pandangan pertama. Sejak saat itu, dia melancarkan pendekatan yang sangat agresif terhadap Melisa.
Tak hanya membanjirinya dengan hadiah, dia juga menyumbangkan ratusan miliar atas nama Melisa ke berbagai lembaga amal. Lebih dari itu, dia bahkan membangun sekolah harapan di berbagai belahan dunia, dan menamai semuanya dengan satu nama yang sama. Sekolah Melisa.
Dia berharap seluruh dunia mengenal nama Melisa dan berterima kasih padanya. Jika suatu hari nanti Melisa mengalami kesulitan, akan selalu ada orang di mana pun yang bersedia membantunya.
Demi bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Melisa, dia rela menemani gadis itu menjalani berbagai pekerjaan paruh waktu. Mulai dari bekerja di restoran, membagikan selebaran, hingga menyortir paket. Putra keluarga kaya yang bahkan tak pernah mencuci bajunya sendiri di rumah, kini bertahan menjalani pekerjaan kasar selama dua tahun penuh, hanya demi bisa bersama Melisa.
Kedua tangan yang dulunya halus dan indah karena bermain biola, kini dipenuhi kapalan.
Ketulusan itu akhirnya berhasil meluluhkan hati Melisa. Namun perbedaan latar belakang keluarga mereka begitu besar, hingga keluarga mereka sama sekali tidak merestui hubungan mereka.
Demi mendapatkan restu dari orang tuanya, dia rela menerima hukuman keluarga hingga enam belas kali. Tubuhnya babak belur, penuh luka dan darah, bahkan hingga sekarang, bekas cambukan masih membekas di punggungnya.
Namun ketika dia menyadari bahwa semua itu tetap tidak membuahkan hasil, dia pun mengambil keputusan drastis yaitu melepaskan seluruh hak warisnya, dan memulai segalanya dari nol. Dengan begitu, tak ada lagi yang bisa mencampuri kebebasannya dalam mencintai dan memilih pasangan.
Teman-temannya dalam lingkaran elite menganggapnya sudah gila. Seorang pria yang selama ini terkenal cerdas dan rasional, kini meninggalkan kekayaan yang tak akan habis dihabiskan hingga sepuluh generasi, hanya demi satu perempuan.
Keluarganya akhirnya tak punya pilihan selain menyetujui pernikahannya dengan Melisa.
Setelah menikah, dia bahkan mengganti semua staf di sekelilingnya menjadi laki-laki.
Meskipun Melisa sama sekali tidak pernah menuntut apa pun darinya, dia tetap melaporkan semua kegiatannya secara rinci, bahkan memasang sistem pelacakan agar Melisa bisa memantau keberadaannya kapan pun dia mau.
Warganet ramai menyebut kisah mereka sebagai cinta sejati dan kemenangan mutlak bagi para pencinta kisah cinta murni.
Dalam waktu singkat, pasangan Juna dan Melisa menjadi sorotan, bahkan kepopulerannya melampaui para selebritas papan atas.
Namun hanya Melisa yang tahu, di balik citra pria sempurna itu, Juna ternyata diam-diam memiliki sepasang anak kembar dari wanita lain, dan bahkan telah membangun keluarga kedua di luar sana.
Saat kebenaran itu terungkap, hati Melisa remuk seketika. Dia begitu terpukul hingga muntah darah dan jatuh pingsan.
Begitu mendengar kabar itu, Juna langsung membatalkan sebuah proyek bisnis bernilai ratusan miliar, dan segera terbang pulang ke tanah air. Selama dua hari dua malam tanpa henti, dia menjaga Melisa di sisi tempat tidurnya.
Saat Melisa membuka mata, yang pertama kali dia lihat adalah Juna yang duduk di sisi ranjang, wajahnya penuh kekhawatiran.
Tangannya menggenggam erat selang infus, berusaha menghangatkan cairan di dalamnya hanya dengan suhu tubuhnya sendiri.
"Kamu sudah sadar? Kamu benar-benar membuatku takut setengah mati," bisiknya lirih sambil menyentuhkan keningnya ke tangannya. Suara dan gerakannya nyaris bergetar, seolah air mata bisa jatuh kapan saja.
Dulu, ketika sedang berbisnis dan ujung pistol pernah diarahkan ke kepalanya, dia tak berkedip sedikit pun. Tapi saat mendengar kabar bahwa Melisa muntah darah, lututnya langsung lemas tak bisa berdiri.
Menatap matanya yang dipenuhi ketakutan dan cemas, hati Melisa terasa seperti disayat. Sakitnya nyaris tak tertahankan.
Namun kini, Melisa tidak bisa menahan pertanyaan yang terus bergema dalam benaknya. Apakah pria yang kini menatapnya dengan begitu tulus dan penuh cinta ini, pernah menatap Fanny dengan pandangan yang sama? Apakah dia juga pernah mengucapkan kata-kata cinta yang lembut dan memabukkan pada perempuan itu?
Fanny adalah selingkuhannya, dan juga sahabat masa kecilnya.
Dulu, saat kabar Juna mengejar Melisa tersebar, Fanny tidak tinggal diam. Di sekolah, dia memimpin kelompok untuk menindas Melisa. Dia mendatangi tempat Melisa bekerja sambilan hanya untuk mempermalukannya di depan umum. Dia bahkan menghancurkan beberapa pekerjaan Melisa, membuat hidupnya tidak tenang. Puncaknya, dia menyewa preman untuk menyerang Melisa secara fisik dan mental. Tapi malam itu, saat para preman itu hendak melakukan hal keji, Juna datang, berniat menyatakan cinta. Dan dia melihat semuanya.
Tanpa ragu, dia langsung membalas dendam. Dia tidak peduli pada hubungan dekat antar keluarga. Dia menghancurkan keluarganya Fanny hingga bangkrut. Jika bukan karena ibunya sendiri yang menahan, dia sudah hampir membunuh Fanny lebih dari sekali.
Kalau bukan karena melihat sendiri video-video tak pantas itu dan hasil tes DNA yang tak terbantahkan, Melisa tidak akan pernah percaya bahwa Juna telah berselingkuh. Bahkan anak dari perempuan itu sudah berusia satu tahun.
Melisa memejamkan mata dan memalingkan wajah. Air matanya terus mengalir, membasahi bantal tanpa henti.
Juna tidak melihat air mata itu. Dia mengira Melisa hanya lelah. "Melisa, barusan dokter memeriksa kamu. Kamu sudah hamil dua bulan. Kita akan punya anak sendiri."
Pria yang biasanya dingin dan menjaga wibawa kini justru tampak seperti anak kecil yang mendapat hadiah besar. "Lima hari lagi adalah ulang tahun pernikahan kita. Dan sekarang kamu hamil. Ini benar-benar kebahagiaan yang datang bersamaan."
Melisa tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.
Saat kecil, dia pernah ditendang ayahnya ke sungai dan tenggelam cukup lama. Insiden itu melukai tubuhnya, dan banyak dokter mengatakan bahwa dia kemungkinan besar akan sulit hamil seumur hidup.
Karena masalah ini, orang tua Juna yang sejak awal memang tak begitu menyukainya, bahkan pernah beberapa kali menunjukkan wajah tidak senang padanya.
Melisa selalu bersabar karena mereka adalah orang tua dari Juna. Tapi yang membuat hatinya paling sakit adalah, ketika Juna sendiri melihat dia disudutkan, pria itu tidak melakukan apa pun.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Dengan wajah dingin, Juna berkata, "Melisa adalah wanita yang paling aku cintai. Dia mau bersamaku saja, itu sudah seperti berkah dari kehidupan masa laluku. Jika kalian memperlakukannya buruk hanya karena masalah anak, maka lebih baik kita putus hubungan sebagai orang tua dan anak. Mulai sekarang kita nggak perlu saling berhubungan lagi."
Melisa perlahan menyentuh perutnya dan akhirnya tak mampu lagi menahan diri. Dia tersedu lalu menangis keras.
Anak ini datang di waktu yang paling tidak tepat.
Juna memeluknya erat, berusaha menenangkannya dengan suara lembut. "Kenapa tiba-tiba menangis? Siapa yang membuat kamu kesal? Biar aku yang balas untukmu, ya."
Namun saat itu juga, Melisa mencium aroma parfum asing yang samar dari tubuh Juna, disertai dengan bau susu bayi yang juga samar.
Dia langsung mendorong Juna menjauh lalu menunduk di tepi ranjang dan mulai muntah hebat.
Juna mengira itu hanyalah gejala mual akibat kehamilan. Secara refleks dia mengangkat tangannya dan menangkupkannya di bawah bibir Melisa. Dia sama sekali tidak khawatir jika Melisa akan muntah mengenai tubuhnya.
Dia memandang Melisa dengan penuh kekhawatiran. Tentu saja dia senang mendengar kabar kehamilan istrinya. Tapi di sudut hatinya dia tahu betul bahwa ketika Fanny dulu hamil dan melahirkan, dia ada di samping Fanny sepanjang waktu. Dia tahu betapa menyakitkannya masa kehamilan, persalinan, dan masa pemulihan bagi seorang wanita.
Melisa menatap Juna dalam diam. Dia tahu betul bahwa pria itu memiliki obsesi terhadap kebersihan yang berlebihan, tapi demi dia, Juna rela melakukan hal-hal yang tak pernah dia bayangkan.
Bahkan pakaian dan sepatu yang dia kenakan sehari-hari, semuanya dicuci dengan tangan Juna sendiri.
Selama tiga tahun, Juna mencintainya dengan sepenuh hati, dan Melisa pun begitu. Cinta mereka begitu dalam, hingga Melisa merasa dirinya tak bisa hidup tanpanya.
Di detik itu, sempat terlintas di benaknya untuk menyerah pada prinsipnya sendiri. Dia berpikir, selama Juna bersedia memutuskan hubungan dengan Fanny, mereka masih bisa kembali seperti dulu.
Namun beberapa saat kemudian, Juna menerima sebuah pesan dan buru-buru pergi dengan alasan urusan kantor.
Setengah jam setelahnya, Melisa menerima sebuah foto dari Fanny. Dalam foto itu, Juna tengah memeluk dua bayi kembar dan menunduk mencium dahi mereka dengan penuh kasih sayang.
Foto itu menghancurkan semua harapan dan ilusi yang masih tersisa di hati Melisa.
Setelah keluar dari rumah sakit, Melisa langsung menemui Yunita dan memintanya untuk memalsukan sebuah insiden kecelakaan pesawat pribadi.
Karena Melisa sangat mengenal Juna. Dia tahu pria itu tidak akan pernah mau menceraikannya, apalagi membiarkannya pergi begitu saja. Dia tahu, Juna akan benar-benar kehilangan kendali dan menjadi gila.