Bab 1604 Joaquin
Sekelompok pria bertelanjang dada berjalan menuju Sol dan rekan-rekannya dengan membawa senapan AK 47 di tangan mereka.
Usia yang tertua dari pemimpin kelompok militan ini hampir tiga puluh tahun, sedangkan yang termuda berusia empat belas atau lima belas tahun. Ketika mereka datang, beberapa dari mereka mulai mengarahkan senjata mereka kearah Sol dan bawahannya. Sikap mereka tampak bermusuhan dan sangat berhati-hati.
"Siapa kau?" Seorang pria yang sedang memimpin pasukannya itu bertanya.
Dulu Sol adalah seorang jenderal yang ada di Segitiga Emas. Kemudian, ia menjadi salah satu dari Delapan Belas Jenderal Istana Kerajaan. Seperti yang telah diketahui, dia tidak bisa terintimidasi oleh senjata ini. Dia terus menghisap cerutu yang di tangannya saat dia berkata, "Pergi beri tahu bos mu bahwa Sol dari Segitiga Emas ada di sini untuk membicarakan dengannya."
“Sol dari Segitiga Emas?”
Pria itu tampak sedikit bingung. Jelas, dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya.
Faktanya, Sol merupakan sosok yang sangat kuat di Organisasi Segitiga Emas. Dia juga menikmati ketenarannya di kalangan internasional. Jadi setiap raja obat bius yang beroperasi di lapangan pasti telah mengenal sosok Sol. Meskipun dia telah bergabung dengan pihak Istana Kerajaan dan sekarang dia tidak lagi terlibat dalam hal semacam itu untuk waktu cukup yang lama, legendanya masih terus beredar di dalam komunitas seni bela diri.
Jika sekelompok orang ini tidak mengenalnya, itu tandanya tingkatan mereka terlalu rendah.
Melihat kondisi yang terjadi dimana sepertinya mereka tidak mengenalnya, Sol kembali melanjutkan, "Kau juga dapat memberi tahu dia bahwa Sol dari Istana Kerajaan telah datang berkunjung."
“Istana Agung!!!”
Ternyata, nama ini jauh lebih populer daripada Sol of Golden Triangle. Namun, ketika Sol mengatakan hal itu, dia bisa merasakan suasana seketika berubah menjadi drastis.
“Oke, kalian! Tunggu sebentar.”
Pria yang sangat terkemuka itu langsung setuju. Kemudian, dia berbalik dan berlari ke dalam gang.
Pada saat ini, sebuah bangunan yang terdiri dari tiga lantai yang berada di lereng bukit kebetulan merupakan bangunan tertinggi dan termewah di seluruh pemukiman kumuh, segala macam jenis pria tengah berjaga di depan rumah dengan membawa senjata.
Di lantai dua dari sebuah rumah, seorang pria berjanggut dengan kemeja bermotif bunga serta sebuah cincin berlian besar yang melingkar di jarinya sedang duduk di sebuah meja kopi. Tampaknya dia tengah mendengus serpihan bubuk putih.
Suara keras terdengar dari lantai bawah. Kemudian diikuti oleh suara langkah kaki yang mulai menaiki anak tangga. Pria berjanggut itu baru saja terbangun dari tidurnya. Dia bersandar di sofa dan nafasnya terengah-engah saat dia menikmati stimulasi secara mental dan kepuasan yang diberikan obat itu padanya.
“Jenderal Santacruz, ada seorang pria bernama Sol sedang menunggu di luar. Dia bilang dia berasal dari Istana Kerajaan, dan dia ingin berbicara denganmu tentang sesuatu.” Pria itu mulai memasuki ruangan dan melapor pada kesempatan pertama.
“Sol!”
Joaquin, yang sedang bersandar di atas sofa, tiba-tiba muncul dihadapannya. Keningnya tampak berkerut dengan keras.
Pria ini langsung meraih senjata yang ada di sebelahnya dan bergegas turun dengan sangat tergesa-gesa.
"Jenderal Santacruz, apa yang sedang kau lakukan?" Pria itu tidak mengerti.
Joaquin mulai menarik napasnya dalam-dalam dan memberikan penjelasan, “Kalian harus keluar dan membunuhnya sekarang juga. Tapi, apa pun yang kau lakukan, kau tidak akan pernah bisa membiarkan dia memasuki rumah ini.”
Pria itu bertanya, terkejut dan sekaligus menjadi bingung, “Jenderal Santacruz, pria itu adalah seseorang yang berasal dari Istana Kerajaan. Apakah kau yakin ingin melawan pihak Istana Regal?”
“B * sek!!! Dari mana kau mendapatkan semua omong kosong itu? Cepat... Habisi mereka sekarang juga.”
Joaquin memberikan tamparan yang keras di belakang kepalanya dan langsung berteriak, “Lakukan saja apa perintahku. Jika kau berani berbicara kembali kepadaku lagi, percaya atau tidak, aku akan menghabisi nyawamu sekarang juga.”
"Ya, Jenderal Santacruz."
Pria itu mulai meninggalkan lokasi dengan sangat tergesa-gesa. Dia bersiap untuk pergi dan bertarung mati-matian dengan Sol.
Sementara Joaquin mulai mengambil senjatanya dan segera mengambil beberapa barang miliknya yang berharga. Kemudian, dia menyapa beberapa anteknya dan melarikan diri ke arah lain.
Pada saat ini, di luar gang, Sol dan anak buahnya masih menunggu. Karena merasa bosan, dia memutuskan untuk berbicara dengan singkat kepada orang-orang yang ada di hadapannya.
Saat itu, pemimpin mereka telah kembali. Dia berkata, “Tuan. Sol, jenderal kami telah memintamu untuk masuk kedalam.” Pria itu berkata dengan hormat, "Tolong ikuti aku." Usai berkata, kemudian dia segera berbalik dan memimpin di depan sementara Sol dan rekan-rekannya mulai mengikutinya dari belakang.
Pada saat sama, secara diam-diam pria itu mulai membuat gerakan rahasia kepada teman-teman yang ada di sekitarnya. Itu adalah sebuah isyarat yang dimaksudkan untuk dapat melancarkan serangan. Meskipun orang-orang yang ada di sekitarnya nampak sangat terkejut, mereka tidak merasa ragu dan langsung mengarahkan senjata mereka kearah Sol dan juga rekan-rekannya.
Rat-a-tat-a-tat-a-tat!!!
Suara tembakan yang tajam terdengar dari arah perkampungan kumuh. Dalam sekejap, suasana pertumpahan darah segera di mulai.
Banyak senjata yang ditembakkan ke arah Sol. Jika dia bukan seorang jendral, mungkin saat ini tubuhnya sudah dipenuhi dengan lumuran darah. Namun, Sol dan juga para pengikutnya yang dia bawa hari ini adalah seorang pejuang Transenden.
Bagi mereka, senjata bukan lagi ancaman yang berarti.
Setelah berhasil menghindari tembakan dari orang-orang ini, Sol dan yang lainnya mulai melancarkan serangan balik dengan memberikan perlawanan yang sengit. Di hadapan kekuatan besar dari pejuang Transenden seperti mereka, bagaimana mungkin pengedar narkoba kecil ini akan menjadi lawan mereka? Dalam waktu kurang dari satu menit, lebih dari selusin mayat telah bersimbah darah dan tergeletak di sekitar mereka
Setelah mendengar keributan, semakin banyak lagi orang-orang yang mulai bergegas ke arah mereka dengan membawa senjata, satu demi satu.
"Sial!"
Salah satu anak buah Sol mulai mengumpat dan bertanya, “Kakak Sol, aku yakin jika saat ini sedang merasa bersalah. Dia tahu bahwa kedatangan kami ke sini untuk mencari Dewa Kedua, jadi dia memutuskan untuk menyerang lebih dulu. Orang itu benar-benar berani melawan Istana Kerajaan kita. Dia pasti sudah bosan hidup!”
Sol menjawab, “Tenang! Sepertinya ini adalah sikap yang normal jika seseorang lebih memilih Dunia Kedua daripada Istana Kerajaan ketika pilihan seperti itu muncul dengan sendirinya.”
“Banyak orang yang mulai bergegas menghampiri kita. Apakah kita perlu masuk kedalam rumah dan menangkap Joaquin sekarang juga?”
Sol menggelengkan kepalanya dan memberikan penjelasan, “Dia tidak bisa duduk diam dan menunggu ajal untuk menjemputnya. Seluruh kota ini merupakan wilayah kekuasaannya. Dia tidak mampu untuk tinggal di sini dan membahayakan hidupnya sendiri. Jadi jika tebakanku benar, maka orang itu pasti sudah melarikan diri melalui jalan lain.”
"Lalu, kakak Sol, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Sol menatap ke atas langit. Tampak sebuah helikopter tengah melayang diatas udara. Dia menjawab sambil tersenyum, “Tetaplah di sini dan bersenang-senanglah dengan mereka. Adapun Joaquin, dia tidak akan pernah bisa lepas dari pengawasan kita.”
Jalan lain yang digunakan untuk dapat menuju ke kaki gunung hanya berada di lereng bukit. Joaquin dan anak buahnya juga memutuskan untuk dapat berjalan dengan cepat menuju ke arah kaki bukit.
Ketika dia mendengar suara tembakan yang datang dari belakang, dia tahu bahwa beberapa anak buahnya tengah terlibat dalam sebuah pertempuran yang sengit dengan Sol dan juga anak buahnya. Kemudian, dia mulai sadar bahwa anak buahnya tengah berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan dalam pertemuan ini.
Joaquin telah memerintahkan anak buahnya untuk bertarung dengan Sol. Keputusannya terlihat sangat egois seolah-olah dia tidak terlalu memikirkan tentang Istana Kerajaan. Namun faktanya adalah bahwa dia sedang merasa panik. Dia melakukan semua itu untuk mengirim anak buahnya untuk menjemput kematian mereka sendiri dengan mengambil kesempatan untuk dapat melarikan diri dari gangguan ini.