NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Cinta yang TerlambatCinta yang Terlambat
Oleh: NovelRead

Bab 9

Begitu Zavier selesai bicara, suasana mendadak menjadi sunyi. Thalia bertemu pandang dengan Zavier dan telapak tangannya yang terkulai perlahan menegang. Zavier mengatakan yang sebenarnya, sedangkan Thalia tidak mengatakan apa pun. Saat orang-orang di sekitarnya menatap dengan tatapan bertanya, Thalia tetap menundukkan pandangannya sambil menghibur dirinya dalam hati dan berusaha membuat dirinya terlihat tenang. Tiara menatap Thalia dengan curiga seolah ingin menanyakan sesuatu, tetapi lift tiba. Wisnu segera meminta semua orang untuk turun dan memecah keheningan. Thalia mengikuti mereka dengan tenang. Saat melangkah masuk ke dalam lift, sesosok tubuh yang tinggi mengikutinya masuk. Thalia bahkan tidak perlu mendongak. Dia cukup mencium aroma yang terkesan bersih dan dingin, lalu langsung tahu siapa orang itu. Karena begitu banyaknya orang, Zavier pun menjadi sangat dekat. Thalia hampir terjepit dalam pelukan Zavier. Napas Thalia menjadi gugup, detak jantungnya menjadi cepat. Zavier mengidap misofobia kronis. Saat di rumah, Thalia dilarang menyentuh apa pun yang menjadi milik Zavier. Namun, Zavier tidak akan seketat itu saat berada di rumah sakit. Dia justru menjelma menjadi seorang dokter yang sangat baik dan selalu mengutamakan tugasnya sebagai dokter. Itu sebabnya interaksi Thalia dengan Zavier paling banyak terjadi di rumah sakit. Karena hanya di rumah sakit-lah Thalia dianggap sebagai Suster Thalia dan bukan Thalia Wenos. Zavier juga bukanlah Zavier Jenar, melainkan Dokter Zavier. Saat dalam perjalanan ke lantai bawah, Wisnu melihat ponselnya dan tiba-tiba menepuk kepalanya. "Sialan, aku menulis alamat pesanannya di gerbang timur rumah sakit." Dia pun mendesis. "Tapi, sekarang aku harus ke gerbang utama buat menerima dokumen." Setelah itu, Wisnu menatap ke arah kerumunan dan bertanya, "Bagaimana kalau salah satu dari kalian pergi ke gerbang timur untuk mengambilkan makanan yang dipesan?" Tangan Tiara masih memegang Thalia. Tiara terus menatap Thalia seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu-ragu. Pikiran Thalia saat ini terasa agak kacau. Dia tidak ingin tinggal di sini, jadi dia berkata, "Biar aku yang ambil." Tepat saat Tiara hendak menimbrung, Zavier mendahuluinya dan berkata dengan suaranya yang berat, "Biar aku yang pergi." Thalia menatap Zavier yang tampak tenang. Namun, Thalia mengatupkan bibir dan menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan isi hatinya. Wisnu melirik ke arah Zavier dan Thalia, lalu mengangkat alisnya dan tersenyum dengan penuh arti. "Kalau begitu, kamu pergilah dengan Suster Thalia. Nggak etis juga kalau membiarkan seorang gadis sepertinya membawa begitu banyak makanan." Jarak dari gerbang timur ke kantin cukup jauh. Zavier bertubuh tinggi dengan kaki yang panjang, jadi langkahnya pun lebar-lebar. Thalia mempercepat langkahnya, tetapi nyaris tidak bisa mengimbangi pria itu. Zavier sepertinya menyadari sesuatu, lalu berhenti sejenak. Dia menatap Thalia dan berkata, "Kamu kembali saja. Biar aku yang ambil." Thalia mengerjapkan matanya dan berujar dengan suara pelan, "Nggak apa-apa, biar kubantu bawa. Bukannya Dokter Wisnu bilang makanannya ada banyak?" Zavier sedikit mengernyit dan berkata, "Kamu terlalu lambat, buang-buang waktu." Thalia terdiam sejenak, lalu Zavier berbicara lagi, "Akan merepotkan kalau kamu ikut denganku." "Aku ...." Thalia membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya berjalan sedikit lebih lambat, bagaimana bisa itu menjadi masalah? Zavier tidak berkata apa-apa lagi dan langsung berjalan menuju gerbang timur. Thalia dibiarkan tertinggal di sana, tidak tahu harus ikut pergi atau kembali. Zavier selalu seperti ini. Dia tidak pernah mempertimbangkan perasaan Thalia dan selalu melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kemauannya sendiri. Zavier tidak bertele-tele, tetapi juga tidak peka ataupun perhatian. Dia selalu bersikap dengan dingin dan datar sehingga menciptakan jurang pemisah yang begitu jauh antara dirinya dan Thalia. Pada akhirnya, Thalia kembali ke kantin. Semua orang sudah ada di sana dan suasana mulai ramai. Saat melihat Thalia kembali sendirian, Wisnu pun bertanya dengan santai, "Suster Thalia, di mana Dokter Zavier?" Thalia terdiam sejenak sebelum menjelaskan dengan suara pelan, "Dia pergi ke gerbang timur untuk mengambil makanannya. Aku kembali untuk bertanya apa di sini butuh bantuan atau nggak." Tepat saat Thalia selesai berbicara, Zavier dan Hanisha masuk dari pintu kantin. Selain makanan yang dipesan, Zavier juga membawa sebuah kue. Ketika Thalia melihat kue itu, dia sontak tercengang. Dia menundukkan matanya untuk melihat ponselnya dan sedikit terkejut ketika melihat tanggalnya. Thalia sudah lama tidak merayakan ulang tahunnya. Waktu dia masih kecil di panti asuhan, direktur panti asuhan akan memilih satu hari dan semua orang akan merayakannya bersama. Setelah diadopsi oleh Keluarga Wenos, Liana tidak peduli dan Andre sangat sibuk. Setiap tahun, hanya Irish yang akan menyeret Zavier untuk merayakan ulang tahun Thalia. Namun, setelah Irish meninggal, tidak seorang pun yang mengingat hari ini lagi. Sampai-sampai Thalia sendiri juga tidak ingat ulang tahunnya. Melihat kue di tangan Zavier, hati Thalia pun tergerak. Dia merasa gembira. Namun, sesaat kemudian Wisnu pun bertanya, "Kok ada kue? Kamu yang pesan?" Zavier menjawab, "Hari ini adalah ulang tahun Hanisha."

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.