NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Cinta yang TerlambatCinta yang Terlambat
Oleh: NovelRead

Bab 6

Makan malam pun diakhiri dengan pertanyaan Hanisha. Liana sibuk membujuk Hanisha, sementara Andre menatap Thalia. "Jangan terlalu memikirkan perkataan ibumu. Kamu dan Zavier sudah bertunangan selama beberapa tahun. Meskipun Zavier belum bisa merelakan Irish, kalian tetap tumbuh besar bersama dan bisa dibilang memiliki perasaan terhadap satu sama lain." Ini hampir seperti memberi tahu Thalia bahwa Zavier tidak menyukainya dan hanya bersedia bersamanya karena Irish. Semua orang tahu bahwa ketika masih hidup, Irish sangat menyayangi Thalia yang merupakan adik perempuannya. Saat keluar dari rumah Keluarga Wenos, hujan di luar belum berhenti. Thalia mengikuti Zavier dengan langkah kecil. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan, tetapi dia tidak sempat bicara. Tiba-tiba, Zavier berhenti melangkah. Thalia yang sedang memikirkan sesuatu pun secara tidak sengaja menabrak lengan Zavier. Biasanya, Thalia akan menjaga jarak di belakang Zavier. Thalia pun mengangkat pandangannya dan bertanya dengan suara kecil, "Ada apa?" Zavier terdiam sejenak, lalu menjawab, "Hanisha itu adik kandung Irish." "Aku tahu," sahut Thalia. Selagi makan tadi, Liana telah menekankan berkali-kali bahwa Hanisha adalah putri kandung Keluarga Wenos. Thalia sebenarnya tidak mengerti mengapa Zavier mengangkat topik ini, tetapi mengingat apa yang baru saja didengarnya di meja makan, Thalia akhirnya bertanya dengan suara pelan, "Bagaimana kamu dan dia bertemu?" Jarak mereka sekarang cukup dekat, jadi Thalia samar-samar bisa mencium bau disinfektan di tubuh Zavier. Bau ini terkesan begitu dingin, tajam dan terasing yang membuat orang-orang refleks menjaga jarak. Mirip sekali dengan pembawaan Zavier. Zavier terdiam sejenak, lalu menoleh ke samping dan menatap Thalia sambil sedikit memicingkan matanya. "Kamu nggak paham maksudku?" Thalia sontak tertegun. "Semua yang kamu miliki sekarang diberikan oleh Keluarga Wenos," kata Zavier. Bulu mata Thalia sedikit bergetar. Dia sepertinya mengerti maksud Zavier, jadi dia balas berujar dengan suara pelan, "Jadi?" Tatapan Zavier masih tertuju pada Thalia. Namun, emosi yang berkecamuk dalam pandangan Zavier membuat Thalia kesulitan membaca isi hati pria itu. Beberapa saat kemudian, Zavier berkata dengan suara berat, "Semua ini awalnya milik Hanisha. Kamu telah menguasai semua yang seharusnya menjadi miliknya sehingga dia harus menghabiskan lebih banyak energi untuk kembali ke posisi yang benar. Jadi, lebih baik kamu nggak berselisih atau berkonflik dengannya. Kamu harus mengalah padanya." Itu memang benar. Thalia pun menunduk dan mengangguk pelan. Detik berikutnya, Thalia tidak dapat menahan emosinya. Dia mendongak menatap Zavier lagi dan bertanya dengan ragu-ragu, "Jadi, apa kamu akan menikah dengan Hanisha?" Tetapi setelah mengatakan ini, Thalia merasa sedikit menyesal. Pertanyaan ini sebenarnya sedikit melewati batas. Sesuai dugaannya, Zavier tidak menjawab. Thalia refleks ingin menjelaskan lagi, tetapi dia malah makin bingung dan frustrasi. Pikirannya pun menjadi kosong. Pertunangannya dengan Zavier diawali dengan sebuah ketidaksengajaan. Jika Irish tidak meninggal mendadak dan Keluarga Wenos tidak ingin bersekutu dengan Keluarga Jenar, dia tidak mungkin terlibat dengan Zavier. Dalam pertukaran kepentingan yang terkenal ini, semua orang berasumsi bahwa dia dan Zavier tidak mempunyai perasaan terhadap satu sama lain. Jadi ... Thalia selalu menyembunyikan perasaannya dengan hati-hati dan sama sekali tidak berani mengungkapkannya. Tatapan mata Zavier pun berangsur-angsur berubah dingin. Thalia benar-benar tidak berani bergerak di bawah tatapan Zavier. "Masalah ini nggak ada hubungannya denganmu," kata Zavier. "Hanisha punya cita-cita menjadi dokter yang hebat. Aku akan menghormati keinginannya." Hati Thalia terasa sesak, tetapi saat melihat tatapan Zavier yang dalam, Thalia tiba-tiba menyadari bahwa dia tidak seharusnya bersikap seperti ini. Selama ini, Thalia selalu menjadi adik yang pengertian dan penurut di depan Zavier. Bagaimana mungkin seorang adik yang berperilaku baik bisa memiliki perasaan seperti itu terhadap pacar kakaknya? Thalia menelan ludahnya dan menatap hujan yang turun makin deras di luar, lalu berkata dengan santai, "Ini memang bukan urusanku. Tapi, aku hanya berpikir kalau hari itu benar-benar tiba, kamu harus memberitahuku sebelumnya agar aku bisa memindahkan semua barangku dari rumahmu supaya Hanisha nggak kesal." Thalia pun tersenyum dengan terpaksa. "Yang namanya perempuan itu memang sukanya berpikir kejauhan." Zavier menatap Hanisha sambil mengernyit. Entah kenapa, kata-kata yang terucap dari mulut Thalia itu membuat Zavier merasa tidak nyaman. Namun, rasa ketidaknyamanan itu langsung hilang. Zavier menganggap dia merasa seperti itu mungkin karena akhir-akhir ini kurang istirahat. Zavier pun mengernyit dan menyahut dengan nada datar, "Ternyata kamu sudah mempertimbangkannya dengan sangat matang. Aku akan meminta pendapat Hanisha nanti. Aku juga nggak mau memaksanya."

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.