Bab 301
Setelah mengatakan itu, Serina menyadari wajah Aldi menjadi sedikit muram.
"Ada apa?"
Aldi mengerucutkan bibirnya dan berkata dengan tegas, "Kalau kamu memang suka Sangria, aku bisa beli vila untuk kamu. Aku nggak mau kamu tinggal di vila orang lain."
Serina mengernyit, setelah berpikir selama beberapa detik, dia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Sebenarnya vila di Sangria adalah milikku."
Aldi mengernyit dan berkata, "Aku sudah minta Andrian selidik, vilanya atas nama Tommy."
"Pasti ada kesalahan dalam beberapa aspek penyelidikan, saat itu aku mau menceraikan kamu, jadi aku nggak menjelaskan."
"Lalu kenapa kamu tiba-tiba mau menjelaskan hari ini?"
Serina sedikit tidak berdaya, "Kalau aku nggak jelaskan, kamu pasti akan bertengkar denganku karena masalah ini."
Aldi, "...."
Pada akhirnya, dia mengantar Serina pulang ke vila di Sangria, tapi dia juga mengikuti Serina keluar dari mobil.
"Aku akan tinggal di sini bersamamu."
Serina meliriknya dengan marah. "Pak Aldi, aku masih marah dengan kejadian sebelumnya."
Aldi mengangguk, "Hmm, aku tahu, makanya aku mau berdekatan denganmu dan berusaha membuatmu memaafkanku secepatnya."
"Kamu bisa beli vila!"
"Meski beli, aku juga akan tinggal bersamamu, jadi percuma saja."
Kalau tidak beli, mungkin Aldi bisa tidur di sofa kalau bertengkar. Kalau beli, dia pasti akan diusir oleh Serina.
Melihat tekad Aldi yang tidak akan menyerah sebelum mencapai tujuannya, Serina tidak memedulikan dia lagi. Serina berjalan cepat menuju pintu dan memasukkan kata sandi untuk membuka pintu.
Setelah mengetahui vila ini milik Serina, Aldi mulai menilai dan menemukan bahwa desain di dalamnya mirip dengan rumah di Sejoli.
Setelah menikah, karena jarak rumah mereka terlalu jauh dari Grup Barata, dia meminta Andrian untuk membeli vila di Sejoli dekat Grup Barata, dia tinggal bersama Serina di sana.
Dia tidak terlalu peduli dengan dekorasi. Serina yang mengurus semuanya, gaya dekorasi juga sesuai favorit Serina.
Melihat sofa malas model beruang di ruang tamu, dia tanpa sadar tersenyum.
"Sepertinya preferensimu nggak pernah berubah."
"Hmm, sangat nyaman berbaring sambil membaca buku di sofa beruang ini. Mau coba?"
Aldi mengangkat alisnya dan berkata, "Aku mau coba dengan kamu."
Mendengar maksud lain dari Aldi, wajah Serina tiba-tiba memerah dan memelototinya, "Yang serius!"
"Aku hanya mengungkapkan pikiranku."
Serina merasa topik ini tidak boleh dilanjutkan, jadi dia berbalik dan naik sambil berkata, "Kuantar ke kamar."
Setelah mengatur kamar untuk Aldi, Serina kembali ke kamarnya, lalu mandi dan tidur.
Keesokan paginya, Serina bangun, mandi dan turun ke bawah. Dia melihat Aldi sudah menyiapkan sarapan, dia sangat terkejut.
"Jam berapa kamu bangun?"
Aldi menjawab sambil menuangkan susu, "Jam enam."
Serina mengatupkan bibirnya dan berkata, "Kamu nggak usah bangun pagi-pagi. Aku biasanya nggak sarapan."
"Oke."
Setelah sarapan, mereka berdua berangkat kerja.
Begitu sampai di lantai bawah Madelinne, dia menerima panggilan telepon dari Sandara.
"Serina, harga pakaian Jinne tiba-tiba turun hari ini. Dia mungkin sedang mempersiapkan perang harga!"
"Aku sudah ada di bawah perusahaan. Ayo kita bicara setelah aku naik."
Tak lama kemudian, Serina mengadakan rapat pemegang saham untuk membahas penurunan harga Jinne.
"Apa pendapat para pemegang saham tentang penurunan harga Jinne yang tiba-tiba?"
Sandara tampak serius dan berkata perlahan, "Jinne juga melakukan ini setahun yang lalu, mereka juga perlahan menurunkan harga saat itu."
"Setelah tahu harga laba bersih perusahan kita, harga mereka langsung turun 30%. Akibatnya, kita pun terpaksa memangkas harga dan mengalami banyak kerugian."
Saat mengungkit kejadian setahun yang lalu, para pemegang saham agak marah. Gara-gara kejadian itulah Madelinne mengalami kerugian, Jinne menggunakan taktik itu beberapa kali, sehingga kondisi Madelinne mulai memburuk.
"Bu Serina, bagaimanapun juga kita akan rugi. Kenapa kita nggak turunkan harga duluan saja tahun ini, kita tingkatkan pengurangan harga untuk mengejutkan Jinne?!"