Bab 23
Dulu, waktu Andre mengadopsi Thalia, dia juga menggelar konferensi pers. Setiap ada hal besar yang berkaitan dengan Thalia, pasti ada acara khusus.
Bahkan akun resmi Yayasan Harmoni punya topik khusus bernama #KisahThalia.
Jadi, kalau Thalia ingin resmi memisahkan diri dari Keluarga Wenos, dia juga harus menggelar konferensi pers dan menyatakannya sendiri.
Dengan begitu, perhatian publik akan beralih dari Yayasan Harmoni ke Thalia.
Liana memang tidak pernah suka pada Thalia. Dia bahkan berharap Thalia segera memutuskan hubungan dengan Keluarga Wenos.
Namun, Andre menyelanya, "Acara pengakuan Hani sudah dekat. Urusan ini bisa dibahas nanti, nggak perlu buru-buru. Thalia juga sudah janji, dia pasti nggak akan mengingkari janjinya. Ya, 'kan?"
Thalia tahu, ini adalah cara Andre meminta jaminan lagi. Andre takut Thalia akan berubah pikiran dan enggan meninggalkan Keluarga Wenos.
Thalia menunduk dan berkata dengan pelan, "Baiklah, aku akan menyiapkan naskah pidato untuk konferensi pers, nanti akan aku tunjukkan ke Ayah."
Andre mengangguk puas. "Anak baik, usaha Ayah buatmu nggak sia-sia."
Jelas sekali, keputusan Thalia untuk memperlihatkan naskahnya padanya membuat Andre sangat lega.
Ini membuktikan bahwa Thalia masih putri penurut yang bisa dia kendalikan.
Thalia pura-pura tidak melihat rasa bangga di mata ayahnya, lalu menekan bibirnya dan berkata, "Masalah Bu Trista, aku akan cari bukti buat membuktikan kalau itu nggak ada hubungannya denganku."
Andre tidak terlalu peduli dengan perkataannya. Meskipun ekspresinya tetap tampak seperti ayah yang penuh kasih, topik pembicaraan sudah berganti. "Soal rumah sakit lupakan dulu. Dua hari ini belilah baju yang bagus. Akhir pekan nanti akan ada banyak tamu di rumah."
Thalia ingin bicara lagi, tetapi melihat raut lelah di wajah Andre, akhirnya dia pun melangkah pergi.
Yang penting bagi Andre hanyalah menjaga citra dirinya, bukan apa yang dipikirkan Thalia.
Banyak orang di Jinara tahu, bahwa Andre, pemimpin dari Yayasan Harmoni adalah sosok ayah yang penyayang.
Pada anak angkatnya yang punya masalah pendengaran, Andre memperlakukannya seperti anak kandung.
Rumah sakit beberapa hari ini sangat kacau. Sesekali ada satu dua wartawan muncul di departemen. Keluarganya Trista bahkan datang setiap hari.
Saat Thalia sampai di kantor, sudah ada beberapa orang berkumpul di sana.
"Itu orangnya! Pasti dia yang menyebarkan berita soal penyakitnya Trista!"
Begitu masuk, seorang wanita yang wajahnya mirip Trista langsung menunjuk ke arahnya sambil berteriak.
Sebelum Thalia sempat bereaksi, beberapa wartawan sudah langsung berlari ke arahnya!
"Kamu perawat di Rumah Sakit Jinara, 'kan? Kenapa kamu membocorkan berita soal penyakit Bu Trista?"
"Apa kamu dibayar seseorang? Sengaja jual informasi tentang Bu Trista?"
"Kamu tahu nggak, gara-gara bocornya kabar ini, perusahaan Bu Trista sekarang sedang dalam krisis besar?"
Mikrofon dan kamera hampir menempel di wajahnya, seperti rentetan senjata tempur.
Tatapan para wartawan tajam dan penuh curiga. Telinga Thalia, entah tersenggol apa, tiba-tiba terasa nyeri yang menusuk.
Dia panik.
Detik berikutnya, sebuah tangan muncul di depan wajahnya, jari-jari yang panjang dan ramping itu dengan mudah menyingkirkan kamera yang hampir menyentuh wajahnya.
Thalia terlindung dari balik punggung seseorang yang tinggi dan lebar.
Zavier menggenggam pergelangan tangan Thalia, lalu membentak dengan suara berat, "Siapa yang izinkan kalian membuat keributan di rumah sakit?"
"Tenaga medis dan pasien bukan bahan tontonan kalian!"
Wartawan pria yang mikrofonnya tadi mengenai telinga Thalia berteriak, "Kami cuma ingin kebenaran! Info soal Bu Trista yang sakit dan dirawat itu datangnya dari rumah sakit kalian. Sekarang perusahaan dia hampir bangkrut. Kalian harusnya minta maaf!"
Zavier, yang bertubuh tinggi besar, hampir sepenuhnya menutupi Thalia di belakangnya. Nada bicaranya tenang, tetapi dingin saat berkata, "Entah kalian mencari kebenaran atau cuma ingin menuduh, kalian tahu sendiri jawabannya."
"Pihak rumah sakit masih menyelidiki masalah ini, tapi kalian malah langsung menuduhnya dan terus-menerus mengganggu pasien yang lain."
Zavier menatap tajam tanpa ekspresi. "Apa perlu aku panggil polisi?"
Dia selalu punya aura berwibawa dan dingin.
Tatapan matanya membuat orang merasa terintimidasi.
Kebetulan satpam rumah sakit datang dan langsung mengusir para wartawan itu.
Zavier melihat keadaan di dalam kantor, lalu menarik tangan Thalia dan langsung membawanya keluar.
Telinga Thalia masih terasa sakit.
Dia membiarkan Zavier membawanya ke tempat yang tenang.
Saat menatap Zavier, rasa panik di hatinya perlahan mereda. "Terima kasih buat yang tadi."
Zavier melepaskan tangannya, dahinya mengernyit. "Aku sudah bicara dengan direktur, kamu sementara nggak usah masuk kerja."
Thalia menatapnya dengan bingung. Dia mendengar Zavier kembali berkata, "Selama kamu ada di sini, para wartawan akan terus datang dan akan membuat masalah di rumah sakit."
"Tapi, aku nggak salah apa-apa," jelas Thalia dengan lirih.
Kalimat itu sudah dia ucapkan berkali-kali dalam beberapa hari ini.
Di dinding rumah sakit tergantung botol pembersih tangan di mana-mana, Zavier mencuci tangannya, baru menoleh ke arah Thalia. "Masalah ini nggak bisa selesai cuma karena kamu bilang begitu."
"Pasien-pasien sudah mulai terganggu. Tugasmu diserahkan ke orang lain saja, terus pulang."
Nada suaranya tidak memberi ruang untuk dibantah. Setelah berkata begitu, dia langsung pergi.
Thalia menunduk dan memegang pergelangan tangannya, seolah hangat tangan Zavier masih tertinggal.
Penampilan Thalia saat meninggalkan rumah sakit terlihat kacau, bahkan tak ada kepastian kapan dia bisa kembali.
Hanya kepala perawat yang memperingatkannya, "Jangan sekali-kali datang ke rumah sakit lagi."
Tiara merasa kasihan, jadi dia mengantar Thalia keluar. Saat melewati ruang dokter, dia melihat anggota Keluarga Lianto ada di dalam, lalu berdecak pelan.
"Apa-apaan mereka itu!"
Baru saja Tiara menggerutu, ponsel Thalia berdering. Telepon dari Andre.
"Thalia, soal baju buat akhir pekan, aku khawatir kamu terlalu sibuk buat menyiapkannya. Jadi, aku suruh orang antar satu set ke tempatmu."
Thalia menjawab, "Terima kasih, Ayah."
Tiara merasa iri. "Wah, Thalia, ayahmu baik banget, ya?"
Thalia tidak menjawab, hanya menekan bibirnya.
Dulu, Andre pernah menyuruhnya untuk membeli baju-baju bagus, tetapi Thalia tidak membelinya.
Karena Thalia tahu, meski dia beli pun, Andre tidak akan mengizinkannya memakainya.
Andre selalu memoles citra Thalia dengan sangat baik. Pakaian, tas, sepatu bermerek, semuanya yang terbaik.
Namun, semua itu bukan milik Thalia.
Begitu acara selesai, barang-barang itu akan diambil para pelayan dengan alasan mau dicuci.
Tidak pernah dikembalikan.
Andre selalu takut orang-orang akan bilang dia memperlakukan anak angkatnya dengan buruk.
...
Seperti yang diduga, di hari pesta, Thalia sudah dijemput ke rumah Keluarga Wenos pagi-pagi sekali.
Melihat gaun mewah yang dikenakan olehnya, Andre mengangguk puas. "Thalia memang nggak akan mempermalukan Keluarga Wenos."