NovelRead
Open the NovelRead App to read more wonderful content

Bab 22

Keesokan harinya, saat Thalia tiba di rumah sakit, dia langsung merasa kalau tatapan orang-orang padanya berubah. Tiara menariknya ke samping, lalu berbisik, "Bu Trista bilang, selain dokter dan perawat yang merawatnya, kamu juga pernah melihat dia di rumah sakit." Ekspresinya tampak serius. "Thalia, dia mungkin mencurigaimu." Benar saja, pagi itu juga, Thalia dipanggil ke ruang direktur bersama dengan Zavier dan Trista. Karena penyakitnya, perusahaan Trista sedang mengalami banyak masalah, bahkan jadi bahan pemberitaan. Ekspresinya tampak sangat jelek. Begitu melihat Thalia, dia langsung tampak waspada. Adit, direktur departemen, menghela napas, lalu bertanya dengan hati-hati, "Suster Thalia, kamu pasti paham aturan rumah sakit, 'kan?" Thalia duduk tegak, tangannya mengepal sedikit, lalu menjelaskan dengan sungguh-sungguh, "Memang benar aku melihat Bu Trista di ruang Dokter Zavier, tapi saat itu aku sama sekali nggak mengenalinya dan nggak tahu kalau beliau dirawat di sini." Trista tampak sangat kurus karena sakit. Dia menatap Thalia dengan amarah di wajahnya yang pucat. "Kamu jelas-jelas masuk dengan sengaja waktu itu! Sebelumnya, setiap aku bicara dengan Dokter Zavier, nggak pernah ada yang berani masuk. Jadi, kenapa kamu masuk hari itu?" Thalia menjelaskan dengan sabar, "Hari itu, Dokter Wisnu menyuruhku mengantar catatan medis ke Dokter Zavier." Trista jelas tidak percaya. Dia hanya menatap direktur yang ada di depannya. "Masalah ini harus ada penjelasan dari pihak rumah sakit. Aku datang ke sini buat berobat karena percaya pada kalian, tapi ternyata dataku dijual ke akun-akun marketing!" Sang direktur langsung berusaha menenangkannya, "Bu Trista, tenang saja. Kami pasti akan memberimu jawaban yang memuaskan." Trista sangat merahasiakan soal penyakitnya, bahkan saat dirawat pun dia datang sendirian. Namun, sekarang masalah ini sudah menyebar ke mana-mana. Setelah keluar dari ruangan direktur rumah sakit, Thalia mengikuti Zavier masuk ke ruang dokter. Dia berkata, "Hari itu Dokter Wisnu yang menyuruhku mengantar dokumen kepadamu. Aku benar-benar nggak tahu kalau Trista juga ada di dalam." Kebetulan Wisnu sedang ke luar provinsi untuk menghadiri pelatihan. Masalah ini sudah berlangsung beberapa hari. Awalnya masih belum terlalu besar, tetapi sekarang sudah memanas. Zavier yang menangani semuanya pun mulai kelelahan. Dia melempar map ke atas meja, lalu menatap Thalia dengan tanpa ekspresi. "Percuma kamu menjelaskannya padaku. Kecuali kamu punya bukti kuat yang menunjukkan kalau ini bukan ulahmu. Sekarang ini, Trista memang mencurigaimu." Setelah terdiam sejenak, tangan Thalia yang berada di meja perlahan mengepal. Dia tiba-tiba menatap Zavier dan bertanya dengan ragu, "Apa kamu yang bilang ke Trista kalau aku melihat dia di rumah sakit?" Hari itu hanya ada tiga orang di ruang itu. Dirinya, Trista, dan Zavier. Padahal dia dan Trista sama sekali tidak saling kenal. Raut wajah Zavier yang biasa terlihat lembut kini begitu dingin. Dia hanya melirik Thalia sekilas lalu berkata dengan ringan, "Bu Trista ingin menyelidiki semuanya. Wajar saja kalau aku memberitahunya." "Jadi, kamu juga mencurigaiku?" tanya Thalia dengan suara yang tertahan. Dia tahu Zavier selalu berpikir rasional dan berpijak pada fakta. Namun, tetap saja hatinya terasa sakit. Zavier tampak agak cemas, meski tampak samar. Dia merasa ada sesuatu yang janggal di hatinya saat menatap mata Thalia yang penuh harap. Setelah terdiam sejenak, dia berkata, "Aku mencurigaimu atau nggak, itu nggak penting. Nanti juga akan ketahuan setelah hasil penyelidikannya keluar." Kasus Trista jadi buah bibir di rumah sakit. Semua orang tahu bahwa Thalia sedang dicurigai dan mereka semua diam-diam menjauh darinya. Tiara merasa sangat kasihan pada Thalia. Dia diam-diam mengeluh di belakang kepala perawat. Dia berujar, "Trista ini suka menindas orang, ya? Bisa saja dia sendiri yang membocorkannya, terus nuduh kamu. Thalia, aku kasih tahu, mereka itu berpikir kamu gampang ditindas." Belum sempat Thalia menjawab, terdengar suara dingin menyela, "Membicarakan pasien di belakang dan menghina begitu, mana tanggung jawab kalian sebagai perawat?" Itu suara Hanisha. Thalia menoleh dan melihat Hanisha bersama Zavier di luar meja resepsionis. Dengan ekspresi datar, Hanisha berkata, "Sekarang rumah sakit sedang menyelidiki kasus ini. Kamu sekarang berstatus sebagai tersangka, aku tahu kamu merasa nggak terima, tapi tolong kerja samanya." Selesai berbicara seperti itu, Hanisha langsung pergi. Tiara yang ada di belakangnya diam-diam memutar bola matanya. Thalia mendongak, menatap Zavier. Zavier masih terlihat tenang seperti biasa. Tatapannya bertemu dengan Thalia sebentar, lalu dia pergi begitu saja, tak peduli sama sekali. Masalah Trista makin besar. Karena nama Thalia ikut terseret, Keluarga Wenos pun segera mengetahuinya. Sore itu juga, Thalia dipanggil pulang ke rumah. Ayahnya, Andre, menatapnya dengan dahi berkerut. Di sampingnya, Liana mengejek dengan senyum sinis yang sulit ditebak maksudnya. Setelah beberapa saat, Andre akhirnya bicara. Dia berujar, "Thalia, kamu tahu nggak kalau Harmoni ternyata kerja sama dengan perusahaannya Trista?" Thalia menunduk, mengerucutkan bibirnya, lalu berkata dengan pelan, "Masalah Bu Trista nggak ada hubungannya denganku. Aku juga nggak tahu kenapa informasinya bisa bocor." Andre menghela napas. Ekspresinya yang selalu tampak tenang kini dipenuhi kekecewaan. "Thalia, berbuat salah itu nggak masalah, tapi yang masalah adalah saat kamu nggak berani mengakuinya." Bagi Andre, Thalia memang bukan anak yang hebat. Malah karena masalah pendengarannya, dia harus memberi perhatian ekstra untuknya. Dia menganggap dirinya sebagai ayah yang baik, jadi bahkan saat memarahi Thalia pun, nadanya tetap lembut. "Kamu nggak bisa terus mengandalkan Keluarga Wenos untuk menyelesaikan semua masalahmu. Thalia, kamu harus dewasa." Liana menyeringai dingin. "Aku nggak punya waktu buat bereskan masalah dia. Acara pengakuan Hani sudah makin dekat dan masih banyak hal yang harus kupersiapkan." Saat menyebut nama Hanisha, tatapan tajam Liana langsung tertuju ke Thalia, seolah sedang menilainya. "Ngomong-ngomong, bagaimana soal pisah dari keluarga? Kapan kamu mau gelar konferensi pers?"

© NovelRead, All rights reserved

Booksource Technology Limited.