Bab 9
Brandon sedikit terkejut.
Namun sebenarnya, itu juga yang Brandon harapkan.
Dia memanggil Sherly datang ke kantor memang sudah mempertimbangkan hal ini.
Dia hanya putra ketiga Keluarga Futana, sementara Evander adalah pengendali penuh Grup Stelle.
Kalau tidak terpaksa, dia tentu tidak ingin konflik di antara mereka menjadi terlalu besar.
Tapi Sherly yang setuju secepat itu tetap di luar dugaannya.
Brandon bahkan sudah bersiap untuk membujuknya secara pribadi.
Sambil berpikir, Brandon menatap Sherly dengan seksama, berharap bisa membaca pikirannya.
Namun kacamata hitam besar di wajah Sherly menutupi semua ekspresi, Brandon tidak bisa menebaknya.
"Lakukan sesuai prosedur."
Sherly tidak menjelaskan apa pun di hadapan dua orang itu. Dia menunduk sedikit menatap meja kayu solid dengan pola cincin tahun di kantor Futana Entertainment. Tapi hatinya datar tanpa gelombang.
"Lagu-laguku diurus sepenuhnya oleh Futana Entertainment. Jadi ikuti saja prosedur perusahaan."
Setelah itu, Sherly menoleh ke arah Brandon.
Brandon langsung paham dan memanggil staf untuk mengurus proses penyerahan lagu pada Hanna.
Hanna menatap Sherly dan kilatan meremehkan melintas di matanya.
"Keputusan Nona Lyn memang cukup unik." Hanna berkata. Nada suaranya mengejek Sherly yang sebelumnya tidak mau menjual lagunya, tapi akhirnya tetap menjualnya.
Sherly hanya tersenyum tanpa penjelasan. Lalu berdiri dan keluar dari ruangan.
Di lorong, Sherly menuang secangkir kopi untuk dirinya sendiri.
Brandon segera menyusul.
"Sherly." Brandon memanggilnya.
Sherly berbalik dan mengangguk. "Pak Brandon."
Ekspresi Brandon rumit. Setelah berpikir sejenak, dia pun bertanya, "Kenapa?"
Sherly tersenyum.
Dia menatap mata Brandon yang dipenuhi kebingungan, lalu berkata, "Apakah kamu mendengarnya? Dia bilang mau ikut acara Suara Merdu."
Brandon masih bingung, tapi dia mengangguk dan bicara berdasarkan informasi yang didapatnya. "Ya. Katanya Hanna akan jadi bintang tamu, bukan peserta, semacam juri tamu yang suka memuji peserta."
Senyum di wajah Sherly semakin dalam.
Dia meletakkan cangkir kopinya di meja dan berkata, "Jadi, Pak Brandon, kamu nggak merasa ini sangat menarik?"
Brandon terlihat bingung.
"Aku dan Evander sudah mengurus prosedur perceraian, tapi butuh masa mediasi selama tiga puluh hari sebelum surat cerai keluar."
Sherly menjelaskan pada Brandon, "Alasan Evander mengajukan cerai adalah supaya bisa menikah dengan Hanna."
"Bukankah Hanna bilang mau pakai lagu itu sebagai lagu utama? Suatu hari nanti, semua orang pasti tahu lagu itu ditulis olehku. Bukankah itu menarik?"
Sherly tersenyum saat melihat ekspresi Brandon yang akhirnya paham.
Dia berkata pelan, "Aku ingin melihat ekspresi mereka saat hari itu tiba."
"Jadi kamu ingin balas dendam?" tanya Brandon lagi.
Sherly tidak langsung menjawab, hanya mengangkat cangkir kopi.
Rasa pahit langsung menyebar sampai ke hati.
"Bukan," ujar Sherly.
"Aku awalnya hanya ingin putus semua hubungan dengan mereka, fokus pada hidupku sendiri." Sherly menatap pohon di luar jendela yang daunnya bergoyang pelan ditiup angin.
"Hanya saja, mereka yang memaksa dan datang cari masalah, jadi aku ...."
"Kenapa nggak sekalian dinikmati saja?"
Brandon mendengar Sherly mengatakan semua itu dengan tenang, ekspresi rumit tampak di wajah Brandon.
Dulu, Keluarga Lunardi cukup berpengaruh di Kota Algora, Usia mereka hampir sama, jadi bisa dikatakan sudah kenal sejak kecil.
Bisa dibilang, mereka punya hubungan yang cukup akrab.
Sherly pernah menjadi gadis idaman banyak pria.
Kemudian Keluarga Lunardi jatuh dan Sherly pun perlahan dilupakan orang.
Hubungan antar manusia memang sangat realistis. Kalau bukan karena waktu itu ....
Saat memikirkan itu, Brandon mengalihkan pandangannya agar Sherly tidak melihat perubahan di matanya.
"Cerai bagus juga." Setelah hening beberapa detik, akhirnya Brandon berkata seperti itu.
Sherly menatap Brandon penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih," kata Sherly dengan tulus.
"Ini saling menguntungkan." Brandon tersenyum.
Kalimat itu tidak salah.
Tiga putra Keluarga Futana sedang bersaing untuk memegang kendali penuh Grup Futana.
Orang yang punya hasil paling bagus yang akan mendapatkan posisi tersebut.
Setelah mengobrol sebentar, Brandon berjanji tidak akan menyebarkan berita tentang masa mediasi perceraian mereka. Lalu pergi mengurus urusannya.
Nanti dia masih harus membahas soal acara Suara Merdu.
Sherly berdiri sendirian di tempat.
Dia memegang kopi, sambil menatap pepohonan di luar yang bergoyang ditiup angin.
Tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu.
Suara langkah kaki terdengar.
Bayangan yang begitu akrab perlahan memasuki wilayah Sherly.
Dia tahu itu Evander.
Jadi, dia menarik maskernya ke atas, lalu memutar badan, membelakangi arah datangnya pria itu.
"Kenapa kamu harus melakukan ini." Sebelum Sherly sempat melangkah pergi, suara Evander terdengar dari belakang.
Suaranya tenang dan stabil, dengan aura mulia yang terbentuk dari waktu dan kekuasaan yang telah menumpuk dalam dirinya.
Bersamaan dengan embusan angin, tercium juga parfum aroma kayu bercampur tembakau.
Tom Ford Oud Wood.
Itu aroma yang selalu dia pakai.
"Dari lirik dan komposisimu saja sudah kelihatan kamu orang yang berpendidikan dan sangat berbakat. Kenapa kamu harus mempersulit seseorang yang sebentar lagi akan meninggal?"
Saat mendengar kata-kata Evander, Sherly justru merasa sedikit sedih.
Dia perlahan berbalik, menatap Evander yang alisnya sedikit berkerut.
"Aku," Sherly menatap mata Evander dan suaranya pelan, "sangat berbakat, ya?"
Ada sekilas keraguan melintas di mata Evander.
"Iya," jawab Evander.
Itu memang fakta.
Tapi Sherly justru tertawa.
Berbakat?
Apa yang muncul di kepalanya adalah kenangan setahun lalu, malam pernikahan mereka.
Waktu itu, Evander menyalakan sebatang rokok di kamar pengantin mereka dan berkata padanya.
"Sherly, kondisi Kakek sangat nggak bagus. Aku nggak bisa tenang."
Malam itu dia bilang, "Untuk sementara hentikan dulu karya musikmu yang nggak penting itu. Bantu aku jaga Kakek dan Nenek dengan baik."
Asap rokok yang berputar di udara sama seperti sikapnya waktu itu.
Santai dan acuh tak acuh.
Saat itu Sherly bilang kalau dia bisa mengatur waktunya, menjaga kakek nenek, sekaligus melanjutkan pekerjaannya sebagai penulis lagu.
Namun Evander justru mengerutkan kening.
"Sherly, Keluarga Stelle nggak butuh kamu melakukan pekerjaan yang harus tampil di depan publik seperti itu."
Akhirnya, Sherly tetap menuruti permintaannya.
Sherly mengatakan pada diri sendiri kalau kondisi Tuan Besar Jeremy memang sedang tidak baik dan butuh lebih banyak perhatian darinya.
Tapi jauh di lubuk hatinya dia tahu dengan jelas. Maksud Evander ....
Dia tidak boleh tampil di depan umum atau karena sejak awal, pria itu memang tidak pernah menghargai pekerjaannya dan tidak pernah menganggap bakatnya?
Evander tak pernah menjelaskan maksud ucapannya waktu itu.
Bahkan meski mereka sudah menjadi suami istri dan sudah melakukan segala hal paling intim di dunia ini.
Evander memandangi wanita di depannya.
Entah kenapa, ada rasa familier di tubuhnya, seperti dia pernah melihatnya di suatu tempat.
Tapi dengan potongan rambut sebahu, setelan modis penuh gaya, dan sepatu hak tinggi yang menonjolkan bentuk kakinya, Evander merasa tak punya kesan apa pun tentangnya.
Tiba-tiba, perasaan jengkel muncul di hatinya.
Entah kenapa, dia merasa wanita di depannya sedikit mirip dengan Sherly.