Bab 279
"Kenapa aku harus percaya padamu?!"
Serina tampak acuh tak acuh, "Kalau kamu nggak percaya, lupakan saja."
Marton benar-benar panik sekarang, dia hanya ingin meminta uang kepada Sandara, dia tidak ingin mempertaruhkan nyawanya.
Mata Aldi dipenuhi aura dingin, "Tinggal dua puluh menit lagi bahan peledak itu meledak. Kalaupun ahli penjinak bom datang sekarang juga sudah terlambat."
"Lalu apa yang harus kulakukan .... Apa aku benar-benar akan mati di sini hari ini?"
Kilatan kebencian melintas di mata Marton, dia berkata dengan dingin, "Bahkan kalau aku mati, aku akan membunuhmu juga!"
Serina menunduk, berpikir beberapa detik lalu berkata, "Aku pernah belajar cara menjinakkan bom."
Mata Marton dipenuhi dengan kecurigaan, "Bagaimana aku tahu kalau kamu berencana membunuhku?"
Serina memutar matanya. Dengan kecerdasan dia, tak heran perusahaannya bangkrut.
"Aku akan bersamamu saat aku menjinakkan bom ini, mengerti? Kalau bomnya meledak, aku akan mati bersamamu."
Marton menelan ludah dan tidak berkata apa-apa untuk beberapa saat.
Serina menjadi agak kesal dan berkata dengan dingin, "Mau dibongkar atau nggak? Kalau nggak dibongkar, semua orang di sini akan mati."
"Oke, kamu boleh jinakkan bomnya."
Begitu dia selesai berbicara, sebuah suara dingin terdengar.
"Serina, biar kubantu."
Serina mengerutkan kening, lalu menoleh ke arah Aldi dan berkata dengan kesal, "Jangan menambah masalah!"
Menjinakkan bom sangat berbahaya, kalau ada yang tidak beres maka bom akan langsung meledak, dia akan berada dalam bahaya, dia tidak ingin melibatkan Aldi.
Aldi tidak berkata apa-apa, tapi langsung berjalan ke sampingnya.
"Jangan takut, aku akan bersamamu apa pun yang terjadi."
Serina menatapnya dengan dingin, tanpa ada kehangatan di matanya, "Aku nggak perlu kamu temani, kamu pergi sekarang!"
"Aku juga tahu sedikit tentang penjinakan bom, jadi aku bisa bantu kamu."
"Nggak perlu, aku bisa lakukan sendiri."
"Serina, hitungan mundur tinggal tujuh belas menit lagi. Apa kamu yakin mau terus membuang-buang waktu dengan membicarakan omong kosong seperti memintaku pergi?"
Serina terdiam selama beberapa detik, lalu menggertakkan gigi dan berkata, "Kamu sendiri yang datang, kamu tanggung sendiri akibatnya."
Seseorang membawakan gunting, lalu semua orang pergi kecuali Marton, Serina dan Aldi. Seluruh aula begitu sunyi sehingga hanya suara hitungan mundur bom yang terdengar.
Marton begitu ketakutan hingga kakinya lemas. Melihat ekspresi serius Serina dan Aldi, dia akhirnya percaya bahwa bom itu nyata.
Setiap suara hitung mundur seperti pengingat yang membawa emosinya ke ambang kehancuran.
Waktu berlalu, wajah Serina dipenuhi keringat.
Rakitan bom ini tidaklah rumit, tapi sangat sulit mencari kabel yang akan dipotong di dalamnya, karena semua kabel sewarna.
Serina menggunakan metode eliminasi untuk mengabaikan beberapa kabel, tapi masih ada dua kabel tersisa dan tidak ada waktu untuk dieliminasi.
Melihat Serina memegang gunting tapi tidak mengambil tindakan, Marton sudah gemetar ketakutan.
"Apa kamu benar-benar bisa?"
"Diam!"
Serina menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke arah Aldi dan berkata, "Kamu menjauh dulu, aku akan potong kabelnya."
Melihat ketidakpastian di matanya, Aldi mengangguk dan berkata, "Oke."
Setelah Aldi berjalan lebih dari sepuluh meter, Serina perlahan mengambil keputusan dan tidak punya pilihan selain bertaruh.
"Krak!"
Salah satu kabel terpotong.