Bab 272
Serina merasa Terry memandangnya dengan heran, tapi karena dia datang ke pesta ini maka itu berarti dia tidak berniat menyembunyikan identitasnya lagi.
"Yah, ada apa?"
Ada emosi yang tak terlukiskan di mata Terry, "Maaf, aku nggak tahu Direktur Madelinne adalah kamu, kalau nggak, aku nggak akan meminta sekretarisku membatalkan pertemuan kita waktu itu."
Serina tertegun sejenak, dia merasa kata-kata Terry agak aneh.
"Pak Terry, kamu nggak perlu meminta maaf, hal seperti itu wajar saja."
Mata Terry berkilat kecewa, dia berbisik, "Kalau ada kerja sama lain kali, aku akan prioritaskan Madelinne."
Serina sedikit terkejut, tapi kemudian dia mengira Terry melakukannya demi Aldi, jadi dia berkata sambil tersenyum, "Kalau begitu, terima kasih Pak Terry!"
"Aku nggak bercanda."
Melihat keseriusan di matanya, Serina sedikit terkejut, saat dia hendak berbicara, sebuah suara dingin terdengar dari belakangnya.
"Apa yang kalian bicarakan?"
Serina memutar matanya dalam hati dan berkata dengan dingin, "Nggak ada hubungannya denganmu."
Wajah Aldi menjadi muram, dia menghampiri dan duduk, mengganti cocktail di depan Serina dengan susu.
"Kurangi minum arak, nggak bagus untuk kesehatan."
Serina ingin membantah, tapi tidak ingin berdebat dengannya di depan Terry, jadi Serina hanya menunduk dan tidak berkata apa-apa.
"Terry, pergi urus pekerjaanmu. Nggak perlu menemani kami."
Mata Terry menjadi suram, lalu dia menatap Aldi dan berkata, "Baiklah, ada beberapa kerja sama yang perlu dinegosiasikan, jadi aku pergi dulu."
Setelah Terry pergi, Aldi memandang Serina dan berkata, "Jaga jarak dari dia."
Serina menatapnya dengan dingin, "Jangan khawatir, biarpun aku kekurangan laki-laki, aku nggak akan mengincar orang-orang di sekitarmu."
Aldi mengerutkan kening tapi diam saja.
Serina memakan kuenya dengan tenang, setelah makan, dia berdiri dan ingin pergi, tapi Aldi meraih pergelangan tangannya.
"Aku mau berbicara tentang apa yang terjadi di antara kita."
Kilatan kejutan muncul di mata Serina, dia menatap dengan tidak percaya dan berkata, "Di sini? Sekarang?"
"Nggak boleh?"
"Nggak nyaman."
Begitu Serina menepis tangan Aldi, Sandara menghampiri dan memperlakukan Aldi sebagai orang yang tidak terlihat.
"Serina, ikut aku ke sana untuk menemui beberapa klien."
"Oke."
Baru setelah mereka berdua hilang dari pandangan Aldi, Sandara berkata dengan marah, "Apa maksud Aldi?! Dia mengajak Merina ke jamuan makan, tapi dia mengganggumu di jamuan makan. Apa dia berencana menelan keduanya?!"
Serina terdiam beberapa saat, lalu memandang Sandara dengan tak berdaya dan berkata, "Aduh, usahakan jangan menggunakan idiom saat berbicara lain kali."
"Kenapa?"
"Aku khawatir orang akan mentertawakanmu."
Sandara memutar matanya dengan marah, "Apa ini intinya?! Dia mengajak Merina ke jamuan makan apa pun yang dia hadiri bulan ini. Dia nggak membantah ketika orang lain mengatakan Merina adalah pacarnya, sekarang dia mengganggumu lagi. Dia itu bajingan!"
Serina mengangguk dengan yakin, "Kamu benar."
Sandara mengerutkan kening, "Aku serius, aku nggak mau kamu melakukan kesalahan yang sama lagi!"
Serina menunduk, tanpa sadar tangannya terkepal.
"Jangan khawatir, nggak mungkin."
"Baguslah kalau nggak mungkin. Aku takut kamu terluka lagi."
Serina tersenyum, "Aku tahu."
Aldi tidak datang mencari Serina hingga jamuan makan selesai.
Serina banyak minum malam ini, jadi Sandara langsung mencari sopir untuk dia dan meminta dia untuk menelepon Sandara saat tiba di rumah.
Dalam perjalanan pulang, Serina terus melihat ke luar jendela tanpa ekspresi, entah apa yang dia pikirkan.